Mohon tunggu...
Zulgafrin
Zulgafrin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis karya ilmiah

Penulis Kreatif & Inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Trauma Masa Kecil Membentuk Kepribadian Pada Masa Dewasa dalam Konteks Psikologis

28 Oktober 2024   10:30 Diperbarui: 28 Oktober 2024   10:36 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Anotasi.com

Trauma masa kecil merupakan pengalaman yang dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan kepribadian individu di masa dewasa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengalaman traumatis pada masa kanak-kanak, seperti penganiayaan, pengabaian, atau kekerasan, dapat mempengaruhi kesehatan mental dan perilaku seseorang ketika mereka tumbuh dewasa. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana trauma masa kecil dapat membentuk kepribadian dan perilaku individu di masa depan. Kertas ini akan membahas hubungan antara trauma masa kecil dan perkembangan kepribadian, serta implikasi yang mungkin timbul dari pengalaman tersebut. 

Trauma masa kecil didefinisikan sebagai pengalaman negatif yang dialami oleh anak-anak yang dapat mencakup kekerasan fisik, emosional, atau seksual, serta pengabaian. Menurut Puriani (Puriani, 2021), trauma ini dapat mengakibatkan penderitaan yang mendalam dan berkepanjangan, mempengaruhi kesehatan fisik, mental, dan perilaku anak. Pengalaman traumatis ini sering kali tidak hanya berpengaruh pada masa kanak-kanak, tetapi juga dapat berlanjut hingga dewasa, menciptakan pola perilaku yang sulit diubah.

Trauma masa kecil dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian individu dengan cara yang signifikan. Nurhayati dan Setyani Nurhayati & Setyani (2021) menunjukkan bahwa trauma yang dialami pada masa kanak-kanak dapat mempengaruhi struktur otak dan berkontribusi pada perilaku agresif di kemudian hari. Penelitian ini mengidentifikasi berbagai jenis trauma, termasuk menyaksikan kekerasan, pengabaian fisik, dan penganiayaan emosional, yang dapat membentuk pola perilaku agresif dan reaksi emosional yang tidak sehat pada individu dewasa. 

 Pengalaman traumatis sering kali diinternalisasi oleh individu, yang dapat mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan orang lain dan menghadapi situasi sulit. Emily dan Dewi Emily & Dewi (2023) mencatat bahwa pengalaman buruk di masa kecil dapat menyebabkan individu mengembangkan strategi coping yang tidak sehat, yang berkontribusi pada masalah emosional di masa dewasa. Misalnya, individu yang mengalami pengabaian mungkin mengembangkan rasa tidak percaya terhadap orang lain, yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk membangun hubungan yang sehat. 

Intervensi psikologis, seperti terapi gestalt, dapat membantu individu menghadapi dan mengatasi pengalaman traumatis dari masa kecil. Prastiti prastiti (2023) menunjukkan bahwa terapi dapat membantu remaja perempuan yang tinggal di panti asuhan untuk menghadapi perasaan bersalah yang muncul akibat trauma. Hasil dari intervensi ini menunjukkan bahwa individu dapat belajar untuk menerima pengalaman traumatis dan mengurangi beban emosional yang mereka bawa. Dengan demikian, terapi dapat berperan penting dalam membantu individu mengatasi dampak trauma masa kecil dan membentuk kepribadian yang lebih sehat.

  Trauma masa kecil juga dapat berkontribusi pada risiko gangguan mental di masa dewasa. Hasanah dan Ambarini Hasanah & Ambarini (2018) mengkaji hubungan antara faktor trauma masa lalu dengan status mental yang berisiko mengalami gangguan psikosis pada remaja. Penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang mengalami trauma lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting untuk memberikan perhatian khusus kepada individu yang memiliki riwayat trauma untuk mencegah perkembangan gangguan mental yang lebih serius. 

 Pengalaman kekerasan dalam keluarga selama masa kanak-kanak dapat mempengaruhi pola hubungan intim di masa dewasa. Margaretha et al. Margaretha et al. (2013) menemukan bahwa anak perempuan yang menyaksikan kekerasan dalam keluarga cenderung lebih rentan menjadi korban kekerasan dalam hubungan intim di kemudian hari. Trauma yang dialami pada masa kecil dapat menginternalisasi pola perilaku yang berbahaya, sehingga individu mungkin merasa terjebak dalam siklus kekerasan yang sulit dihindari.  Meskipun trauma masa kecil dapat memiliki dampak yang signifikan, banyak individu juga menunjukkan kemampuan untuk pulih dan mengembangkan resiliensi. Amalia dan Cahyanti Amalia & Cahyanti (2021) mencatat bahwa individu dewasa yang mengalami perceraian orangtua sering kali memiliki tingkat tekanan psikologis yang lebih tinggi, tetapi mereka juga dapat belajar untuk mengatasi tantangan tersebut. Resiliensi ini dapat diperkuat melalui dukungan sosial, terapi, dan pengalaman positif di luar lingkungan yang traumatis. 

Trauma masa kecil memiliki dampak yang mendalam dan kompleks terhadap perkembangan kepribadian individu di masa dewasa. Pengalaman traumatis dapat membentuk pola perilaku, mempengaruhi kesehatan mental, dan menciptakan tantangan dalam hubungan interpersonal. Namun, dengan intervensi yang tepat, seperti terapi dan dukungan sosial, individu dapat belajar untuk mengatasi dampak trauma dan mengembangkan kepribadian yang lebih sehat. Oleh karena itu, penting untuk memberikan perhatian khusus kepada individu yang mengalami trauma masa kecil dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung pemulihan mereka. 

References: 

Amalia, S. and Cahyanti, I. (2021). Gambaran resiliensi pada individu dewasa awal terhadap situasi akibat perceraian orangtua. Buletin Riset Psikologi Dan Kesehatan Mental (Brpkm), 1(1), 268-279. https://doi.org/10.20473/brpkm.v1i1.24754 

Emily, S. and Dewi, Z. (2023). Adverse childhood experiences, coping strategies, and emotional distress on young adults during covid-19 pandemic [pengalaman buruk di masa kecil, strategi coping, dan hendaya emosional pada individu dewasa muda selama pandemi covid-19].  Anima Indonesian Psychological Journal, 38(1), 038105. https://doi.org/10.24123/aipj.v38i1.4576 

Hasanah, C. and Ambarini, T. (2018). Hubungan faktor trauma masa lalu dengan status mental beresiko gangguan psikosis pada remaja akhir di dki jakarta. Insan Jurnal Psikologi Dan Kesehatan Mental, 3(2), 73. https://doi.org/10.20473/jpkm.v3i22018.73-81 

Hibatullah, N. (2024). Keterlibatan merek dikalangan mahasiswa dan alumni dimediasi oleh kualitas layanan. Value Jurnal Manajemen Dan Akuntansi, 19(2), 448-461. https://doi.org/10.32534/jv.v19i2.5363 

Isma, A. (2024). Analisis  model utaut untuk mengetahui tingkat penerimaan teknologi mahasiswa pada aplikasi kahoot. j. of vocational, inform. and computer education, 58-71. https://doi.org/10.61220/voice.v2i1.30 

Margaretha, M., Nuringtyas, R., & Rachim, R. (2013). Childhood trauma of domestic violence and violence in further intimate relationship. Makara Human Behavior Studies in Asia, 17(1), 33. https://doi.org/10.7454/mssh.v17i1.1800 

Muvid, M. (2022). Konsep pemerataan pembangunan pendidikan nasional sebagai alternatif kemajuan pendidikan indonesia. Widya Balina, 7(2), 469-476. https://doi.org/10.53958/wb.v7i2.153

Nurhayati, N. and Setyani, I. (2021). Trauma masa anak-anak dan perilaku agresi. Psikobuletin Buletin Ilmiah Psikologi, 2(3), 164. https://doi.org/10.24014/pib.v2i3.13917 

Patras, Y. and Hidayat, R. (2020). Pengembangan instrumen kualitas layanan dosen universitas swasta menggunakan pemodelan rasch. Jurnal Konseling Dan Pendidikan, 8(1), 9-22. https://doi.org/10.29210/140000 

Pramudiyanto, A. (2024). Pengambilan keputusan mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi di kota surabaya. par, 1(3), 10. https://doi.org/10.47134/par.v1i3.2461 

Puriani, D. (2021). Karakteristik dan proporsi trauma masa kanak pada remaja di kota denpasar. E-Jurnal Medika Udayana, 10(12), 28. https://doi.org/10.24843/mu.2021.v10.i12.p06 

Sumarjono, S. (2022). Kepemimpinan dan peningkatan mutu institusi pendidikan di universitas negeri yogyakarta. JMAE, 1(3), 69-78. https://doi.org/10.59066/jmae.v1i3.83 

Tasdir, A., Hamrul, H., & Zulkarnaim, N. (2021). Pengembangan sistem informasi pengukur kesiapan akreditasi program studi 9 kriteria. Journal of Computer and Information System ( J-Cis ), 4(2), 30-41. https://doi.org/10.31605/jcis.v4i2.1251 

prastiti, N. (2023). Penerapan terapi gestalt pada remaja perempuan yang tinggal di panti asuhan dengan childhood trauma. Procedia Studi Kasus Dan Intervensi Psikologi, 11(3), 102-108. https://doi.org/10.22219/procedia.v11i3.27842

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun