Mohon tunggu...
Zulfiyah Silmi
Zulfiyah Silmi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Suka Duka Penduduk di Pulau Kangean

14 Desember 2016   08:54 Diperbarui: 15 Desember 2016   13:32 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pulau Kangean merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Sumenep. Di Pulau Kangean terdapat tiga Kecamatan, yaitu Kecamatan Arjasa, Kecamatan Kangayan, dan Kecamatan Sapeken. Penduduk Pulau Kangean berjumlah 78.468 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 173,41 orang/km, angka  ketergantungan 93,66% dan jumlah rumah tangga sebanyak 22.300 buah.

Pulau kangean adalah sebuah fenomena yang unik dan menarik, Pulau yang kaya-raya akan alam, hasil laut, juga penghasil gas yang tidak sedikit, akan tetapi penduduknya masih merasakan kemiskinan. Kekayaan gas Pulau Kangean terbukti sudah di eksploitasi setidaknya sejak tahun 1993, hingga hari ini belum juga habis.

Keberadaan sumber  daya alam di Sumenep, khususnya di Kangean, seharusnya mampu memberikan keuntungan secara ekonomi, bagi masyarakatnya. Kekayaan alam seperti perikanan, gas alam, minyak, dan pariwisata bahari dapat dikonversi menjadi sumber pendapatan masyarakat dan energi yang luar biasanya bagi peningkatan kesejahteraan keluarga.

Menurut laporan Direktorat Jenderal Migas, Sumenep mengandung 6 trilyun kaki kubik gas (TCF), yang masih bisa digunakan untuk 30 tahun ke depan. Saat ini sudah ada blok pertambangan migas yang dikerjakan oleh 10 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Dua diantaraya sudah berproduksi, yaitu di Pagerungan dan Sepanjang. Minyak dan gas alam Kangean mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan dengan wilayah lain di Jatim.

Ironisnya, kekayaan tersebut tidak banyak menyumbangkan bagi perekonomian masyarakat Kangean. Akibatnya, warga Pulau Kangean masih bergelayut dalam kemiskinan. Kemiskinan inilah yang menyeret mereka untuk menjadi TKI di negeri Jiran, yang cukup menjanjikan sekalipun tidak selamanya mendapatkan keberuntungan. Berat memang, akantetapi inilah yang dilakukan warga Kangean. Warga Kangean yang menjadi TKI tidak terlalu banyak berharap terhadap pemerintah. Yang terpenting bagi mereka mampu memberikan nafkah kepada keluarga dan tentu saja mampu menyekolahkan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi. Menjadi prinsip sebagian besar orang Kangean bahwa lebih baik menjadi TKI atau bekerja siang-malam banting tulang daripada anaknya tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi.

Bukan tanpa resiko mereka dalam menjadi TKI, mereka harus jauh dari keluarga dan tidak sedikit dari keluarga mereka yang berujung dengan perceraian. Mulai dengan tidak adanya kabar dari negeri jiran, hingga adanya perselingkuhan. Angka perceraian di Pulau Kangean Kabupaten Sumenep mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun-ketahun. Perceraian yang makin meningkat ini, di pengaruhi oleh banyaknya Masyarakat Pulau Kangean yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Tentu bukan tidak adanya alasan bagi mereka pergi ke negeri ke Jiran, alasan klasik mereka adalah karena persoalan ekonomi. Pada kenyataannya pemerintah  kurang responsif terhadap fenomena TKI yang tidak hanya dialami oleh masyarakat Pulau Kangean, tapi juga di alami oleh semua penduduk negeri. Masyarakat Kangean hanyalah segelincir saja. Kondisi seperti ini sangatlah ironis, yaitu negeri yang kaya-raya katanya justru menjadi budak di negeri para tuan.

Angka perceraian di Pulau Kangean dari tahun 2010 hingga 2013 mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada tahun 2010, jumlah perceraian mencapai 464.67 karena  alasan tidak adanya tanggung jawab, 43 gangguan pihak ketiga, 40 karena tidak adanya keharmonisan, dll. Dari tiga penyebab tersebut, alasan sebenarnya yang terjadinya perceraian tesebut karena banyaknya pihak laki-laki yang menjadi TKI demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.

Pada tahun 2011 jumlah angka perceraian naik menjadi 500, 174 di antaranya karena alasan tidak adanya tanggung jawab, 97 gangguan pihak ketiga, 101 karena tidak adanya keharmonisan, dll. Jumlah angka perceraian ini meningkat hingga tahun 2013. Pada tahun 2013 tercatat jumlah angka perceraian mencapai angka 512, 195 di antaranya karena alasan tidak adanya tanggung jawab, 114 karena gangguan pihak ketiga, 96 karena tidak adanya keharmonisan, dll. Kenaikan angka perceraian dari tahun-ketahun cukup signifikan.

Tingginya angka perceraian di Pulau Kangean merupakan sebuah fakta yang tidak bisa dibantah. Lebih tragis lagi, angka perceraian ini semakin bertambah tiap tahunnya. Dari sekian jumlah perceraian masyarakat Pulau Kangean di dominasi oleh para keluarga TKI. Sehingga dapat dikatakan bahwa penyuplai tertinggi angka perceraian adalah para keluarga TKI. Sementara yang belum pernah ke Malaysia sangat sulit dijumpai melakukan perceraian. Adanya keterkaitan antara TKI dengan meningkatnya angka perceraian bisa dilihat secara historis, bahwa pada tahun 90-an sulit dijumpai warga Kangean yang terlibat dalam perceraian. Sekalipun ada, sangat sedikit jumlahnya. Namun sekarang perceraian menjadi hal biasa, padahal hal ini pada masa lalu menjadi sesuatu yang sangat tabu dan memalukan.

Dengan banyaknya fenomena perceraian yang disebabkan banyaknya keluarga yang bekerja sebagai TKI ini dapat mengurangi tingkat kesejahteraan warga Kangean. Faktor utama banyaknya TKI di Pulau Kangean karena rendahnya tingkat perekonomian warga Kangean dan tingkat pendidikan yang kurang  sehingga menuntut mereka untuk mencari nafkah ke negeri jiran. Solusi untuk mengurangi jumlah perceraian yang diakibatkan oleh Tenaga Kerja Indonesia di Pulau Kangean diantaranya pertama, di sarankan kepada pasangan suami-istri seharusnya dalam menjalani bahtera rumah-tangga tidak mudah terjerumus kepada hal-hal yang dilarang oleh agama, dan senantiasa bisa memahami pernikahan sebagai salah satu sarana menyempurnakan ibadah kepada Allah dan Sunnah Rasul, saling percaya, ridho dan menjaga komunikasi yang baik antar suami-istri. 

Disarankan pula bagi warga Kangean seharusnya mampu memfilter pengaruh-pengaruh dari luar yang bersifat negatif serta bersikap dewasa dalam memahami berbagai persoalan yang menyangkut kehidupan rumah tangga, bukan malah melakukan hal yang tidak baik seperti mengakhiri persoalan rumah tangga dengan bercerai, warga kangean juga diharapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga akan mudah mendapatkan pekerjaan yang tidak mengharuskannya untuk menjadi seorang TKI dan dapat memanfaatkan wisata bahari yang ada untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun