Mohon tunggu...
Zulfiqar Fatah Izzulhaq
Zulfiqar Fatah Izzulhaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

menulis dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menapaki Paradigma Baru Pendidikan Indonesia

16 Februari 2023   00:59 Diperbarui: 16 Februari 2023   01:06 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan yang memerdekakan dan berpihak pada peserta didik menjadi paradigma baru yang harus diterima oleh guru dan sekolah saat ini. Kurikulum merdeka sebagai pengejewantahan dari pemikiran Ki Hajar Dewantara sedang diupayakan berjalan di sekolah-sekolah agar prinsip-prinsip pembelajaran yang memerdekakan bagi peserta didik dapat terlaksana. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sedang berusaha mengembalikan ruh pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam kurikulum merdeka.

Merdeka di sini bukan berarti membiarkan peserta didik dalam belajar tanpa adanya pendampingan. Makna merdeka tentu masih dibatasi dengan adanya sistem among di mana guru tetap memberikan bimbingan dan arahan agar peserta didik dapat berprestasi sesuai potensinya. Kaitannya dengan hal tersebut, pendidikan yang memerdekakan harus hadir di dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Sehingga apabila kita melihat pada best practice pembelajaran paradigma baru, maka konsep pembelajaran berdiferensiasi tidaklah asing.

Pembelajaran berdiferensiasi sejatinya adalah strategi pembelajaran yang menghargai setiap peserta didik. Kita belajar bahwa hak mendapatkan pengetahuan dan keterampilan bukan hanya milik 'si pintar', namun juga milik mereka yang kreatif, terampil dan memiliki sikap yang baik. Praktik seperti ini bisa menjadi salah satu jawaban tentang praktik pendidikan yang memerdekakan peserta didik.

Selama ini mungkin kita melihat bahwa guru terlalu berfokus pada 'si pintar' dan peserta didik yang tidak berada di level tersebut harus berusaha mati-matian agar mendapatkan pengakuan. Misalnya, peserta didik yang sering juara di kelas akan mendapat perhatian lebih dari guru sehingga interaksi belajar terpusat antara guru dan peserta didik tersebut. Pembelajaran berdiferensiasi coba memberikan jalan tengah agar praktik pembelajaran yang dilakukan lebih adil dan menyeluruh bagi setiap peserta didik.

Ada empat aspek yang bisa menjadi panduan bagi guru melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu 1) diferensiasi konten, 2) diferensiasi proses, 3) diferensiasi lingkungan belajar dan 4) diferensiasi produk. Sebelum melaksanankan pembelajaran berdiferensiasi, guru perlu melakukan pemetaan kelas dengan tes diagnostik agar memiliki gambaran utuh tentang kondisi kelas yang aakan diampu.

Pemetaan ini dapat berupa gaya belajar, minat belajar, maupun kemampuan/ pengetahuan awal peserta didik. Hasil dari pemetaan ini menjadi dasar bagi guru untuk merencanakan pemebalajaran dan asesmen yang tepat. Selain itu, guru juga perlu menyesuaikan tingkat kemampuan peserta didik dengan karakteristik mata pelajaran yang akan diampu. Beberapa hal yang dapat dilakukan guru setelah melakukan pemetaan kelas antara lain:

1. Menyusun tujuan pembelajaran berdasarkan capaian pembelajaran yang diharapkan.

2. Mengembangkan modul ajar meliputi penentuan model pembelajaran dan asesmen yang tepat.

3. Menyesuaikan proses pembelajaran dengan tahap capaian karakteristik peserta didik sebagai bagian dari diferensiasi proses.

4. Menyiapkan sumber belajar yang bervariatif untuk mengakomodasi diferensiasi konten belajar.

5. Mendesain tugas/ produk hasil belajar sesuai dengan minat peserta didik sebagai bagian dari diferensiasi produk.

6. Melakukan moving pembelajaran ke laboratorium, ruang multimedia, maupun lingkungan sekolah lainnya yang dapat digunakan sebagai ruang pembelajaran untuk mengakomodasi diferensiasi lingkungan belajar.

Desain pembelajaran seperti di atas diharapkan mampu menghadirkan variasi pembelajaran dan asesmen yang menyeluruh, mengakomodasi seluruh kebutuhan belajar dan karakteristik peserta didik. Bagi peserta didik dengan gaya belajar kinestetik akan sangat cocok untuk melakukan pembelajaran di laboratorium, sedangkan yang memiliki gaya belajar visual akan mudah memahami konsep apabila ada animasi/ simulasi yang menjelaskannya. Begitu juga dengan kebutuhan belajar dan karakteristik peserta didik lainnya bisa terakomodasi lebih baik dibandingkan dengan cara konvensional. Sehingga setiap peserta didik dapat memiliki kesempatan yang sama untuk berprestasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun