Mohon tunggu...
Zulfika Satria Kusharsanto
Zulfika Satria Kusharsanto Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti Kebijakan Riset dan Inovasi

Lulusan Urban and Economic Geography, Utrecht University. Selalu mencari cara agar bermanfaat untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pengalaman Berharga saat Jalan-jalan dan Salat di Iran

17 Juli 2017   10:19 Diperbarui: 18 Juli 2017   15:12 6426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penduduk lokal itu pun benar-benar menemani, mengajak ngobrol, dan mengantar saya sampai hotel, padahal kalau dipikir-pikir kami berdua belum pernah saling kenal. Saya sejujurnya kagum dengan keramahan penduduk Iran. Sangat berbeda dari bayangan saya yang ada di media-media (atau saya yang memang kuper). 

Masyarakat Iran juga selalu berpakaian tertutup. Semua wanita wajib berhijab termasuk turis. Bagi turis non muslim, diperbolehkan memakai penutup kepala saja layaknya scarf (bukan hijab syar'i). Saat pelatihan dimulai, alhamdulillah saya berkenalan dengan peserta lain, mayoritas dari negara-negara muslim seperti Azerbaijan, Tunisia, Turki, Malaysia, Oman, Irak, dan Sudan. Ada juga peserta dari India dan Tiongkok. 

Saya senang karena bisa berteman baik dengan bapak-bapak dari Turki, Tunisia, dan Irak. Seperti yang saya utarakan tadi, saya butuh teman sesama penganut Sunni supaya saya punya teman beribadah sholat. Oya, tapi saya sejujurnya malah lebih bersahabat dan ke mana-mana bareng sama teman dari India karena seumuran hehe :D 

Rekan-rekan Pelatihan dari Tunisia, Irak, dan Turki
Rekan-rekan Pelatihan dari Tunisia, Irak, dan Turki
Perlu diketahui kalau beberapa rukun ibadah Syiah dan Sunni memang berbeda. Perbedaan yang bisa saya amati dari Islam Syiah adalah seperti adzan ditambah tentang kalimat mengagungkan Ali bin Abi Thalib RA dan tidak meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan di bawah dada saat sholat (berdiri sempurna sambil menunduk). Selain itu, bagi penganut Syiah, ibadah sholat memakai batu turbah yang diletakkan di titik sujud. 

Batu turbah
Batu turbah
Perbedaan paling kentara saya rasakan saat saya melakukan sholat Jumat di sana. Awalnya saya merasa keberatan untuk sholat Jumat. Bukan apa-apa, saya masih merasa was-was dengan status saya sebagai Islam Sunni yang minoritas. Tapi ternyata rekan dari Tunisia dan Turki (notabene mereka adalah bapak-bapak yang selisihnya jauh di atas saya) mengajak saya untuk Sholat Jumat. Hmmm... karena ada temannya, okelah saya berangkat saja. 

Kami pun meminta tolong panitia untuk mengantar kami ke masjid yang mengadakan Sholat Jumat (tidak semua masjid mengadakan Sholat Jumat berjamaah, sila klik artikel dari Kompas ini untuk lebih jelasnya). Mas panitia pun meyakinkan kalau kita benar-benar mau ikut sholat Jumat. Dia menanyakan kurang lebihnya, "Kalian Sunni kan? perlu kalian ketahui kalau tata cara sholat Syiah dan Sunni berbeda. Walaupun sebagian besar sama, tapi saya perlu pastikan kalau kalian tidak masalah dengan itu". 

Rekan saya dari Tunisia pun menimpali "Tidak masalah, kita sama-sama bersyahadat, sama-sama menyembah Allah SWT, jadi saya rasa tidak masalah perbedaan itu". Saya yang muda ya cuma mengangguk-angguk saja. 

Untungnya Masjid Shah yang merupakan masjid agung di Isfahan tidak jauh dari lokasi pelatihan. Begitu tiba di masjid, terlihat jamaah sudah berbondong-bondong masuk ke masjid. Uniknya, seperti yang saya utarakan di atas, di pintu masjid dibagikan batu-batu turbah untuk digunakan jamaah. 

Saya pun mengambil saja, walaupun entah nanti akan saya pakai atau tidak. Plus, karena Sholat Jumat merupakan ibadah "istimewa", di berbagai sudut banyak aparat keamanan yang berjaga-jaga. Saat masuk tak disangka kami bertiga dibawa panitia ke semacam shaf VIP yang berada di belakang imam. 

Saya namakan VIP karena shaf tersebut diberi pembatas khusus dan dijaga ketat oleh aparat keamanan. Perasaan saya campur aduk antara merasa tersanjung tapi juga khawatir. Ah ya sudahlah, saya niatkan mau sholat Jumat biasa saja. 

Khutbah Sholat Jumat tentu saja disampaikan dengan bahasa Persia yang saya tidak paham. Yang saya pahami hanya ketika disebut nama Muhammad SAW, jamaah menimpali bacaan sholawat dengan sangat lantang. Begitu halnya ketika nama Sayyidina Ali disebut (saya tidak ingat apa yang diucapkan jamaah). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun