Pada tanggal 8 Juni 2015 kemarin, saya sangat bersyukur diundang oleh Transformasi untuk hadir dalam forum "pembuka" New Cities Summit 2015 di Jakarta. Forum tersebut secara formal bernama "Transformasi Cities Forum". Acara ini sebenarnya merupakan acara intern bagi para walikota, NGO, bisnis, dan BPPT yang berkaitan dengan implemenrtasi smart city. Jadi memang sudah sepantasnya saya bersyukur karena diajak direktur saya untuk ikut berpartisipasi.
Sebelumnya perlu saya jelaskan dulu secara singkat "Apa atau siapa itu Transformasi?". Berdasarkan presentasi yang dipaparkan, Transformasi merupakan jaringan para pemikir (akademisi, pemerintah, bisnis) yang berkaitan dengan kebijakan publik baik tingkat lokal, regional, maupun nasional. Banyak tema yang menjadi fokus pembahasan Transformasi salah satunya adalah tentang perkembangan kota. Entah boleh atau tidak, tapi saya prefer menganggap Transformasi sebagai sebuah NGO (Non-governmental organization). Sudah banyak kajian-kajian yang dilakukan Transformasi di antaranya riset tentang ekonomi, pertanian, hingga transportasi perkotaan. Lebih lengkapnya tersaji di www.transformasi.org.
Acara ini dimulai dengan sambutan dari berbagai pihak di antaranya adalah Pak Nugroho Wienarto sebagai Direktur Eksekutif dari Transformasi. Beliau mengucap terima kasih untuk para tamu undangan yang sudah hadir. Selain itu beliau menyebut satu per satu walikota yang diundang sehingga saya tahu mana saja orang-orang no 1 di kota masing-masing tersebut hehehe. Kemudian dilanjut sambutan dari Mathew Lefevre dari New Cities Foundation. Beliau menyampaikan bahwa sudah ada perubahan paradigma dalam perkembangan kota yang mana sekarang sudah marak "go locally". Smartphone lah sekarang yang menjadi media utama dalam perkembangan kota yang berbasis partisipatif. Sambutan ditutup oleh Menkominfo, Pak Rudiantara, yang menyatakan bahwa beliau sangat mendukung perkembangan Kota Cerdas ini dan mengingatkan bahwa teknologi hanyalah alat (enabler) saja. Beliau juga menyampaikan bahwa akhir November 2015 ini ditargetkan jaringan 4G sudah menjangkau seluruh wilayah nusantara.
Diskusi panel kemudian dimulai dengan dimoderatori oleh Pak Mulya Amri dari Lee Kwan Yew School of Public Policy. Yang menjadi pembicara adalah Pak Wicaksono Sarosa (ahli perkotaan dari Universitas Trisakti), Walikota Banda Aceh Ibu Illiza Sa'aduddin Djamal, Walikota Makassar Pak Mohamad Ramdhan Pomanto (alias Pak Danny), dan Walikota Kota Pekalongan Pak Basyir Ahmad Syawie. Masing-masing pembicara memaparkan secara singkat tentang Kota Cerdas di kota masing-masing. Panel dibuka dahulu dengan pemahaman Kota Cerdas dari Pak Wicaksono yang mana kota cerdas dibentuk oleh sinergisitas antara masyarakat - kota - teknologi.
Yang menarik dari presentasi tersebut adalah tiap kota memiliki keunikan dan keunggulan masing-masing dalam menerapkan kota cerdas. Kota Banda Aceh misalnya, yang memiliki visi terbaru sebagai Islamic Smart City (dulu Islamic Cyber City). Program yang sudah berjalan di antaranya adalah free wifi di berbagai ruang publik, database tentang pohon, dan aplikasi e-kinerja untuk menilai kinerja PNS. Beliau menegaskan bahwa syariat Islam bukanlah menjadi kendala dalam mengembangan Kota Cerdas. Selain itu sebagai bentuk syiar, Pemkot Banda Aceh memperbolehkan daerah-daerah lain untuk mempelajari dan ikut menerapkan aplikasi-aplikasi tersebut.
Kota Makassar memiliki tagline "Sombere' and Smart City". Sombere' menekankan pada budaya keramahtamahan Kota Makassar sedangkan Smart City menekankan pada aplikasi teknologi untuk menunjang kesejahteraan masyarakat di Makassar. Program-program yang dicanangkan untuk mendukung itu di antaranya Makassar Smart Card yang memberikan akses data penduduk di berbagai hal seperti database penduduk hingga layanan kesehatan.
Acara dilanjutkan dengan sesi penanggap dan tanya jawab. Salah satu penanggap adalah Pak Derry Pantjadarma dari BPPT yang menegaskan bahwa teknologi bukanlah tujuan, tetapi alat untuk membangun kota. Selain itu, aspek lokalitas adalah aspek yang sangat sangat penting dalam penerapan Kota Cerdas yang tidak boleh terlupakan.
Sesi panel berikutnya dilanjutkan dengan diskusi oleh kalangan bisnis media yaitu Twitter (Mr. @CollinCrowel) dan CISCO (Mr. Anil Menon). Ternyata di era saat ini penggunaan teknologi terutama sosial media sudah memiliki manfaat yang luas bahkan bisa menjadi dasar para perencana kota untuk merencanakan pembangunan. Contohnya adalah penggunaan twitter yang bisa memantau pusat kerumunan turis di Kuala Lumpur.
Acara ini ditutup dengan sesi foto bersama dan akan dilanjutkan dengan konferensi selama 3 hari ke depan dalam acara New Cities Summit 2015. Acara yang benar-benar sangat bermanfaat bagi siapapun.
Oya, acara forum kemarin disajikan dengan bahasa pengantar utama adalah Bahasa Indonesia. Namun, karena banyak bule-bule, panitia menyediakan headset yang tersambung ke tim translator yang akan menerjemahkan apa yang diucap pembicara ke Bahasa Inggris. Sebaliknya kalau bule-bule itu memaparkan dalam Bahasa Inggris, tim translator akan menerjemahkan ke Bahasa Indonesia. Bukan suatu hal yang baru, tapi menarik bagi saya! Ya, karena berarti tim translator itu kan harus sigap dan menerjemahkan saat itu juga. Bagaimana ya kalau ada vocab atau istilah yang tidak dimengerti? hehehe...