Mohon tunggu...
Zulfikar Umar
Zulfikar Umar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Dokter Pelajar

Manusia pembelajar, membaca setiap waktu, menulis di paruh waktu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sains sebagai Nahkoda New Normal

1 Oktober 2021   16:53 Diperbarui: 1 Oktober 2021   17:27 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak memulai program vaksinasi massal covid 19 sekitar kurang lebih setahun lalu, Indonesia telah melakukan penyuntikan vaksin yang menurut Data Kementerian Kesehatan telah dilakukan terhadap kurang lebih Sembilan puluh juta orang. 

Dengan segala pro-kontra yang terjadi mulai dari berbagai hoax yang beredar mengenai vaksin, hingga yang terbaru penolakan masyarakat di Aceh terhadap layanan vaksinasi gratis yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan setempat. Hal ini tentu menimbukan banyak pertanyaan, sejauh mana kah dukungan masyarakat kita terhadap kemajuan sains saat ini?.

Selaras dari apa yang sejarah telah ajarkan kepada kita, peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di masa lampau akan menimbulkan perubahan sosial dengan skala yang sangat besar baik dari segi structural, social, maupun perilaku kita sehari-hari. Perang dunia pertama dan penemuan mesin uap mendorong terjadinya revolusi industri. 

Pandemi covid 19 juga telah mendorong revolusi saintifik dengan kecepatan yang luar biasa dengan penemuan vaksin yang hanya membutuhkan waktu setahun. Ini tentu adalah sebuah harapan bagi masa depan ummat manusia yang lebih baik.

Informasi-informasi saintifik membuat pengetahuan kita membaik dan momentum berjangkitnya wabah, disadari atau tidak, telah menjadi pendorong yang efektif bagi penerimaan kita terhadap sains. 

Tidak ada informasi yang bisa diandalkan kecuali yang datang dari kalangan sains, dan yang terjadi kali ini sungguh menakjubkan: Orang tidak mengamuk ketika mereka diminta menghentikan kegiatan-kegiatan keagamaan yang bersifat kerumunan. Para pendakwah yang keras menjadi lebih pendiam. Mereka mematuhi keputusan-keputusan yang dibuat berdasarkan informasi saintifik.

Sains mengakumulasi pengetahuan, melakukan validasi dan invalidasi, seringkali memerlukan waktu yang panjang. Ketika alat untuk mengobservasi dan meneliti alam semakin canggih (dari mikroskop elektron hingga teleskop Hubble), dunia mikro sub- partikel atom dan dunia makro galaksi semakin tervalidasi.

Informasi dan pengetahuan terus terakumulasi, berbagai penemuan baru terus terungkap. Dunia terus menerus membuka misterinya pada sains. Pengetahuan dan informasi baru mengubah perspektif manusia. Dulu bumi dikira datar, matahari dan bintang mengelilingi bumi, kini kita tahu itu salah.

Saat ini sejumlah fakta saintifik dinegasi dan dipersoalkan---dari bumi datar, pendaratan manusia di bulan, perubahan iklim, bahaya vaksinasi, hingga COVID-19 senjata biologis buatan manusia. Tentu, mempertanyakan fakta sains sah-sah saja, sejauh berbasis pada metode sains.

 SAINS SEBAGAI NAHKODA

Setelah memperhatikan saran dan masukan dari para ilmuwan, pemerintah memutuskan mengambil kebijakan melakukan PPKM akibat pandemic gelombang kedua pada pertengahan juni kemarin, Indonesia saat ini mulai menunjukkan tren penurunan kasus covid 19. Hal ini tentu saja juga didorong oleh maraknya vaksinasi massal di berbagai daerah sebagai upaya mencega penyebaran covid 19. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun