Tingginya mobilitas manusia modern punya andil yang sangat besar terhadap terjadinya pandemik global SARS-COV 2. Tanpa pesawat, kapal laut, kereta api, dan sarana transportasi lainnya COVID-19 tidak akan menjangkau dan sampai pada kondisi hari ini. Beberapa bulan yang lalu SARS-COV 2 memulai langkahnya dengan menginfeksi ribuan orang di Kota Wuhan, China. Hari ini sekitar 120.000 manusia dari berbagai belahan dunia telah terinfeksi.
      Indonesia sendiri, dalam sepekan terakhir telah mengalami lonjakan kasus yang sangat signifikan setelah beberapa pekan sebelumnya pernyataan pemerintah Indonesia bahwa negara ini bebas dan aman dari infeksi SARS-COV 2 banyak diragukan oleh berbagai pihak, baik dari dalam negeri maupun masyarakat Internasional. Lonjakan temuan kasus COVID-19 menjadi ujian bagi Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk mencari jalan keluar terbaik dari kondisi kritis COVID-19 hari ini.
BAGAIMANA KITA BERSIKAP
      Pemerintah kita ataupun mayoritas masyarakat Indonesia saat ini pasti tidak tahu, tidak pernah mengalami ataupun tidak memiliki pengalaman cukup berarti dalam menghadapi kondisi pandemik. Oleh karena itu, bangsa kita betul-betul berada dalam kondisi gagap untuk mengambil langkah pencegahan dan penaganan terhadap kondisi ini.Â
Kita kemudian baru akan tersadar betapa mengancamnya kondisi kita hari ini setelah virus ini menginfeksi orang terdekat kita, menyaksikan ratusan pasien memenuhi ruangan intensif rumah sakit, dan menyaksikan jutaan orang dalam kondisi kebingungan terhadap situasi yang sedang terjadi di sekitarnya.Â
Dilansir dari liputan khusus The Economist Intelligence Unit sebenarnya ada 3 faktor yang sangat menentukan capaian dan efektifitas suatu negara untuk keluar dari kondisi kritis pandemik COVID-19 seperti yang terjadi di Indonesia saat ini.
      Pertama, cara Pemerintah menyikapi situasi yang penuh dengan ketidakpastian. Situasi serba tidak pasti tentu saja dimulai dengan keterbatasan pengetahuan dan informasi yang kita miliki menganai virus SARS-COV 2, berikutnya adalah ketidaktahuan dan pengalaman yang minim dalam menghadapi kritis pandemik.Â
Pemerintah Indonesia sendiri seperti yang dapat kita saksikan melalui pemberitaan media-media nasional gelagapan dalam menghadapi situasi pandemik. Ini dapat terlihat dari Gugus Tugas Penanganan COVID-19 yang dibentuk oleh Presiden dan hanya melibatkan instansi Pemerintah tanpa keterlibatan pihak professional, kelompok masyarakat terorganisir, Lembaga swasta non pemerintah, ataupun pengusaha dan konglomerat yang berkepentingan terhadap stabilitas social, politik dan ekonomi.
      Kedua, kesiapan dan struktur system kesehatan yang telah ada. Dalam kondisi lonjakan jumlah penderita terinfeksi dan kebingungan yang terjadi di tengah masyarakat karena begitu banyaknya lalu lintas dan kesimpangsiuran informasi mengenai COVID-19, fasilitas kesehatan bahkan yang terbaik sekalipun akan kewalahan untuk mengantisipasi ataupun memberikan pelayanan kepada pasien yang telah terinfeksi ataupun sekolompok orang yang kebingungan dan dihantui kecemasan terhadap kondisi kesehatannya kemudian ingin memeriksakan diri untuk mencari kepastian akan nasib kesehatan mereka.
      Ketiga, kepercayaan, landasan yang membangun konsensus masyarakat modern ini adalah hal yang paling penting dijaga dalam situasi serba penuh ketidakpastian. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, kepercayaan pemerintah terhadap masyarakatnya ataupun kepercayaan antar sesama masyarakat perlu tetap terjaga.Â
Hal ini perlu agar upaya-upaya kolektif yang coba dilakukan untuk keluar dari kondisi kritis bisa dilaksanakan dengan lebih efektif. Masyarakat yang secara sukarela mengikuti anjuran Pemerintah, tidak adanya stigma yang terbangun diantara masyarakat adalah salah satu tujuan penting yang bisa kita capai jika kita saling percaya.Â
Kepercayaan di tengah masyarakat modern dibangun dengan kesadaran imajinatif sebagai bagian dari sebuah masyarakat yang berkeyakinan mewujudkan kebaikan Bersama. Dalam hal ini mendorong percepatan bangsa Indonesia untuk keluar dari kondisi kritis pandemic COVID-19.
MENJERNIHKAN SUASANA
      Melihat kondisi terakhir penanganan pandemic COVID-19 di Indonesia, kita sebenarnya sangat terlambat merespon kondisi ini. Entah apa yang menjadi pertimbangan pemerintah mengambil langkah yang kurang sigap dalam merespon maslah ini.
      Ketika SARS-COV 2 mulai menginvasi negara-negara selain China di seluruh dunia, Indonesia sebenarnya punya cukup banyak waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi perang melawan pandemik global ini. Namun, pemerintah Indonesia terkesan meremehkan, bahkan menutup-nutupi fakta dan informasi mengenai COVID-19.Â
Respon yang diberikan oleh pemerintah bukanlah respon penyelenggara negara yang berkewajiban melindungi kehidupan rakyatnya melainkan respon dan pernyataan politik yang bertujuan hanya untuk mengendalikam histeria massa yang dikhawatirkan menimbulkan guncangan terhadap kondisi ekonomi dan politik negara yang sedang terseok-seok mengejar target pertumbuhan ekonomi.Â
Bukannya mengucurkan anggaran untuk mempersiapkan prasarana medis, membiayai riset epidemiologis atau bahkan melatih tenaga professional penanggulangan pandemik, pemerintah justru mengundang buzzer untuk mengontrol alur informasi dan mengendalikan potensi histeria massa. Alasannya bias jadi sangat politis, informasi dan issu yang tidak terkendali mengenai COVID-19 bisa dijadikan senjata bagi buzzer lawan politik pemerintah untuk mendiskreditkan pemerintah di mata masyarakat.
      Kita tentu saja masih bisa memahami langkah pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi, sosial, dan politik jika saja kondisi penyebaran COVID-19 belum menyentuh fase kritis. Kekhawatiran berlebih pemerintah belakangan terjadi setelah setelah berbagai momentum politik yang terjadi di Indonesia masyarakat kita cenderung saling curiga dan saling menyalahkan untuk sekedar menjatuhkan pamor tokoh-tokoh Politik.Â
Untuk itu, kita semua perlu membangun kesadaran sosial, mengesampingkan kepentingan politik, tidak saling menyalahkan dan mulai membangun interkonektifitas antar pemerintah, masyarakat dan kelompok lain dalam perang melawan SARS-COV 2. Segala informasi yang disampaikan oleh pihak-pihak yang tendensius dan penuh kecurigaan lebih baik diabaikan oleh masyarakat.
MEMBANGUN SOLIDARITAS
      Kini, setelah kondisi Indonesia memasuki fase kritis penularan COVID-19 di Indonesia, kita perlu bergotong-royong untuk keluar dari fase tersebut. Saling percaya perlu kita kuatkan sebagai suatu kesatuan bangsa yang senantiasa bahu-membahu untuk melewati masa-masa sulit yang mengancam kehidupan seluruh tumpah darah Indonesia.Â
Langkah pertama dan paling krusial yang harus ditempuh sesegera mungkin adalah mendorong Pemerintah untuk memberikan transparansi data, fakta dan informasi mengenai penyebaran COVID-19. Transparansi informasi ini bisa menjadi stimulus untuk masyarakat membangun kesadaran dan kewaspadaan terhadap potensi penyebaran penyakit.Â
Ketika public mendapatkan informasi dan pengetahuan mengenai permasalahan yang kita hadapi saat ini diharapkan solidaritas dan tanggung jawab sosial masyarakat bias terbangun, masyarakat jadi lebih proaktif menemukan dan melaporkan kasus mungkin tertular infeksi, masyarakat semakin kooperatif untuk melaksanakan himbauan yang diberikan oleh pemerintah serta bias bersiap menghadapi potensi penyebaran penyakit, langkah-langkah mitigasi yang dianjurkan oleh pemerintah bias dipatuhi oleh masyarakat.
      Sebenarnya, segala upaya dan himbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mencegah meluasnya penyebaran COVID-19 melalui pembatasan interaksi sosial ataupun wacana karantina massal sangat sulit diterapkan di Indonesia. Adat, kebiasaan dan kultur kita yang memang senang untuk berkumpul menjadi salah satu contoh hambatan yang bisa ditemui jika melakukan pembatasan interaksi sosial.Â
Begitu juga jika kita ingin melakukan karantina massal dan melakukan pelacakan massif seperti yang dilakukan oleh Pemerintah China yang otoriter. Sebagai negara demokratis, yang menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia, pelacakan massif mungkin akan mengganggu dan bersinggungan dengan hak-hak individu.Â
Untuk itu, jika ingin melakukan pemeriksaan atau pelacakan yang massif seperti Pemerintah China, pemerintah kita perlu membangun kepercayaan masyarakat bahwa manfaat yang didapatkan dari upaya ini lebih besar dari pelanggaran terhadap hak-hak individu. Langkah yang paling bijaksana bagi pemerintah untuk membangun kepercayaan tersebut adalah dengan memberikan kesempatan kepada para ilmuwan, para ahli penyakit dan professional terlatih untuk menjadi pemimpin perang melawan pandemik ini.Â
Mereka harus lebih banyak berkomunikasi dengan masyarakat di ruang-ruang publik seperti media massa dengan penjelasan ilmiah yang terstandarisasi dan valid, bukan oleh politisi yang hanya berkepentingan untuk menenangkan massa dan hanya akan mebingungkan serta menggantungkan nasib rakyat.Â
Akhirnya, supaya Indonesia bisa memenagkan pertempuran melawan COVID-19, Indonesia membutuhkan informasi publik yang transparan, benar dan tervalidasi dari sumber-sumber sains yang kredibel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H