Perdagangan bebas telah meng-akselerasi pertumbuhan ekonomi di hamper seluruh penjuru dunia. Jutaan orang di seluruh dunia telah berhasil ditingkatkan taraf hidupnya dari jurang kemiskinan.Â
Perdagangan bebas telah menurunkan angka kemiskinan dari 1,8 juta orang pada tahun 1950 menjadi hanya tinggal 0,6 juta orang pada tahun 2018.Â
Namun, dalam beberapa tahun terakhir perdagangan bebas menghadapi sebuah tantangan besar, Eropa dan Amerika Serikat sebagai pionir utama dalam perdagangan bebas menghadapi sebuah kenyataan dalam negeri yang sangat memilukan sebagai dampak dari perdagangan bebas yang telah berlangsung setidaknya selama 75 tahun belakangan.
Setelah berlangsung sekitar kira-kira 75 tahun, negara-negara pionir utama perdagangan bebas mengalami stagnansi luar biasa dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri mereka.Â
Hal ini secara sederhana dapat diurai sebagai akibat dari meningkatnya ketimpangan penghasilan dan kegagalan perdagangan bebas membuka lapangan kerja baru bagi tenaga kerja baru di negeri-negeri Eropa dan US.Â
Dalam penalaran logika ekonomi sederhana, penyebab ketimpangan dan ketidakmampuan dalam penyerapan tenaga kerja diakibatkan karena dalam sistem perdagangan bebas, terbuka peluang yang sangat besar bagi perpindahan faktor-faktor produksi barang dan jasa.Â
Hal ini membuat negara-negara tersebut gagal memberikan pendapatan dan pekerjaan baru untuk warga negaranya karena perusahaan dan investor lebih memilih mendatangkan dan mempekerjakan pekerja asing yang terampil dan berbiaya murah dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Hal ini membuat defisit pertumbuhan ekonomi yang terjadi dalam beberapa tahun di negara Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa.Â
Dalam upayanya menjawab masalah perekonomian luar negerinya, Amerika Serikat kemudian mengambil kebijakan meningkatkan biaya impor barang dan jasa dan biaya perdagangan bagi barang-barang dan jasa yang berasal dari Tiongkok dan yang merupakan negara Importir utama di Amerika Serikat.Â
Hal ini kemudian membuat Tiongkok geram dan membalas perlakuan Amerika Serikat dengan meningkatkan juga biaya impor dan perdagangan bagi produk dan jasa dari Amerika Serikat. Hal ini kemudian berlanjut menjadi saling ancam di antara kedua negara kekuatan utama ekonomi dunia tersebut yang kita sebut sebagai perang dagang.
Perkembangan terkini perang dagang US-Tiongkok akan berdampak secara langsung dan tidak langsung terhadap kondisi perkonomian Indonesia. Tidak hanya itu, perang dagang ini juga akan menjanjikan peluang bagi Indonesia untuk tetap meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Setidaknya ada dua dampak langsung yang dapat terjadi terhadap perekonomian dalam negeri sebagai akibat Perang dagang yaitu
Pertama, perang dagang antara dua kekuatan utama ekonomi dunia ini tentu saja akan meningkatkan ketidakpastian ekonomi global yang sama-sama akan berdaampak ke laju pertumbuhan ekonomi dunia. Suasana ketidakpastian ekonomi dunia akan mengakibatkan meningkatnya kekhawatiran dan resiko investasi di semua negara termasuk Indonesia.
Kedua, perang dagang US-Tiongkok tentu saja akan mengakibatkan terjadinya penurunan permintaan akan barang mentah (raw material) yang menjadi barang ekspor utama Indonesia ke kedua negara tersebut, ini tentu saja adalah dampak langsung dari penurunan skala produksi barang yang akan terjadi di kedua negara tersebut akibat perang dagang. Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan skala jumlah dan nilai ekspor raw material dalam beberapa tahun kedepan.
Namun, disamping dampak negatif, tentu saja ada juga peluang bagi Indonesia yang bisa dimanfaatkan dalam kondisi ini.Â
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam beberapa kesempatan kerap menyampaikan bahwa penggerak utama pertumbuhan perekonomian Indonesia adalah ekspor dan investasi.Â
Di saat US meningkatka bea tarif impor bagi barang dan jasa bagi Tiongkok, Indonesia tentu saja menjadi negara pengganti Tiongkok dalam ekspor berbagai macam barang ke Amerika Serikat.Â
Sementara itu, di sector investasi, demi meyakinkan investor untuk tetap berinvestasi di Indonesia, Indonesia perlu menjamin stabilitas dan kemanana bagi investasi asing, serta melanjutkan agenda reformasi birokrasi di sktor usaha dan investasi agar tetap menjadi negara pilihan utama bagi investasi asing.
Akhirnya, perang dagang tidak hanya menjadi sebuah ancaman bagi perekonomian dalam negeri tetapi juga menjanjikan peluang bagi kemajuan perekonomian dalam negeri asalkan Indonesia mampu memaksimalkan potensi dan mendorong kebijakan yang tepat agar laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri bisa terjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H