Sedangkan ketika menerangkan terkait zakat, Imam Az Zarnuji menyebutkan artinya jika dirinya memiliki harta. Maka dengan begitu ilmu terkait kewajiban yang harus dikeluarkan oleh seorang dimana sudah bergelimang uang ini sudah saatnya harus dipelajari dengan baik dan benar.
Menjawab gugatan pendidikan Islam di Indonesia maka sebenarnya sudah tepat, kurikulum yang ada menerangkan dengan kebutuhan peserta didik yang mana rata-rata belum memiliki penghasilan atau harta sampai wajib untuk mengeluarkan zakat.
Tetapi kurikulum pendidikan Islam yang ada Indonesia saat ini mengajarkan yang utama bagi peserta didik, contohnya yaitu penekanan terhadap sholat 5 waktu yang wajib dikerjakan oleh semua siswa beragama Islam, khususnya murid sudah baligh.
Hanya saja perlu implementasi yang lebih kuat agar tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu menjadikan generasi beriman dan bertakwa terwujud serta tidak sekedar formalitas belaka. Dan perlu penekanan terhadap kewajiban menuntut ilmu sesuai kebutuhan mendesak harus diketahui untuk kemudian diamalkan.
Guru maupun orang tua harus mengajarkan kepada anak-anak kaum muslimin bahwa ada ilmu penting wajib dipelajari apabila sudah dibutuhkan, seperti zakat ini kelak ketika putra dan putri sudah dewasa dan menggapai cita-cita perlu ditanamkan agar tidak lupa keharusan mempelajari zakat.
Apalagi orang tua dan guru suka bertanya terkait cita-cita anak-anak, maka terkadang ada yang menjawab ingin menjadi dokter, insinyur, polisi, bisnisman, astronot, guru, dan lain sebagainya maka ingatkan kewajiban mempelajari zakat yang kelak harus ditunaikan.
Terutama pada profesi-profesi itu ada zakat pendapatan yang harus dikeluarkan, 2,5% seharusnya para murid tidak asing lagi dengan istilah tersebut. Apalagi beberapa waktu lalu sempat viral pembahasan terkait persentase itu, terlepas dari kontroversi yang mencuat ada hikmahnya juga sebenarnya.
Orang tua dan guru bisa langsung mengklarifikasi dan langsung masuk pada penjelasan hadits yang menyebutkan terkait zakat 2,5%, mengambil kesempatan untuk menjelaskan dengan bijak. Sehingga terjawab sudah siapa sebenarnya penanggung jawab minimnya literasi zakat.
Badan Amil Zakat Nasional atau LAZ juga bisa mengambil peran penting ini, apalagi terkait dengan bidang tugasnya yang mana tidak dapat hanya sekedar menunggu orang untuk menyalurkan kewajibannya, tetapi sebaiknya melakukan strategi jemput bola dengan sosialisasi atau lainnya.
Tokoh-tokoh agama dan para ustadz sebaiknya juga memberikan ceramah atau khutbah terkait tema zakat mal lebih sering lagi, hal ini untuk lebih membantu serta mencerdaskan kaum muslimin khususnya yang memiliki harta sudah sampai nishob dan haulnya.
Demikian ulasan singkat dan padat terkait gugatan pendidikan Islam di Indonesia serta menakar minimnya literasi zakat. Mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat dan bisa menginspirasi pembaca yang budiman, terima kasih atas obrolannya Akhi Ade Ali Muslimin serta Ukhti Marta Febrianti.