Mohon tunggu...
Zulfi Septyan
Zulfi Septyan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Hukumnya Bertransaksi Jual Beli Kredit dengan Leasing

12 September 2016   08:16 Diperbarui: 12 September 2016   08:20 1206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

 Asslamualaikum wr wb , salam sejahtera bagi kita semua. Di artikel ini saya akan membahas jual beli kredit. Apa itu jual beli kredit dan bagaimana penjelasannya, apakah sudah benar kita dalam melaksakan jual beli kredit saat ini melalui leasing dengan harga selisih dibandingkan dengan jual beli tunai dan bagaimana hukumnya leasing itu ?.

Sebelum kita menjawab pertanyaan di atas alangkah baiknya kita mengetahui apa itu jual beli. Jual beli menurut bahasa artinya pertukaran, sedangkan menurut syar’i yaitu pertukaran harta dengan harta lain dalam bentuk penyerahan dan penerimaan pemilikan (pertukaran dan pemindahan pemilikan) berdasarkan kerelaan kedua pihak.

Di sekitar kita sering ada transaksi jual beli dengan harga berbeda antara tunai dan cicil (kredit). Misalnya kita membeli barang (sepeda motor) dikenakan harga Rp.15.000.000,00 namun jika membeli dengan dikredit dikenakan harga Rp18.000.000,00 untuk 3 tahun pembayaran dan di bayar melalui leasing. Apakah selisih itu termasuk riba ? sedangkan membeli dengan harga tunai cukup sulit, kemudian bagaimana hukumnya jual beli dalam islam dan kredit seperti apa yang diperbolehkan ?

Memberikan 2 penawaran harga itu boleh. Yang tidak boleh adalah 2 akad dalam 1 transaksi. Meski ada 2 penawaran, nanti ketika akad hanya salah satu harga yang dipakai. Misalnya harga tunai saja atau harga kredit saja. Jadi, tidak termasuk 2 akad dalam transaksi. Untuk kredit rumah atau kendaran itu halal, namun yang menjadikan haram itu adalah :

  • Ada denda apabila terlambat membayar. Ini termasuk riba.
  • Barang yang dijadikan jaminan itu adalah barang yang di kredit itu. Ini haram karena barang itu belum sepenuhnya milik kita. Ini biasa terjadi leasing. Seharusnya barang yang di jadikan jaminan adalah barang lain.
  • Ada 2 akad dalam 1 transaksi. Ini juga biasa terjadi di leasing. Misalnya kita kredit sepeda motor, itu sebenarnya akadnya 2, yaitu sewa dan beli. Ketika masih dalam waktu mencicil sepeda motor itu, leasing menganggap itu adalah masa sewa sehingga jika kita tidak sanggup untuk membayar sepeda motor itu, maka sepeda motornya akan disita oleh pihak leasing dan akan di jual kembali ke orang lain. Berbeda jika kita telah melunasinya maka akadnya berubah menjadi beli.

Penting untuk kita mengetahui rukun jual beli kredit dan syarat-syarat barang dagangan (mabi’), agar jual beli kredit yang kita lakukan itu benar. Yang pertama dalam rukun jual beli itu ada Al-‘Aqidan, yaitu dua orang yang berakad. Dalam hal ini keduanya harus layak yakni berakal dan mumayyiz. Yang kedua yaitu Shighat atau biasa kita kenal dengan ijab-qabul. Untuk yang ketiga yaitu Mahal Al-aqd(objek akad) mabi’ (barang dagangan) dan ast-saman(harga).

Kemudian syarat-syaratnya Al-mabi’(barang dagangan).

  • Barang itu harus sesuatu yang suci.
  • Halal dimanfaatkan.
  • Adanya kemampuan penjual untuk menyerahkannya.
  • Harus jelas (Ma’lum).
  • Jika barang dagangannya berupa kurma, barley, gandum, emas, perak, atau uang, dan garam maka tidak boleh diperjual belikan secara kredit.
  • Barang dagangan harus milik penjual atau sipenjual memiliki hak untuk menjualnya, misal sebagai wakil dari pemiliknya.

Jual beli kredit ini tidak seperti As-salafatau As-salamyang yang dikecualikan dari larangan tersebut. Jadi, barang yang di jual secara kredit itu haruslah sempurna milik si penjual. Jika barang itu sebelumnya dia beli dari pihak lain, maka pembelian itu harus sudah sempurna yaitu harus sudah terjadi perpindahan pemilikan atas barang itu secara sempurna dari pihak lain itu kepadanya. Artinya barang itu telah sempurna dia miliki, baru ia sah untuk menjualnya secara kredit.

Untuk harga atau pembayaran dalam jual beli kredit dibayar setelah tempo tertentu, artinya merupakan hutang, baik di bayar sekaligus atau dicicil. Jadi, seorang penjual berhak menjual barang dengan harga yang ia ridoi dan menolak jual beli dengan harga yang tidak ia ridoi dan dia (penjual) berhak menetapkan atas harga terhadap barangnya, harga tunai dan harga kredit yang lebih tinggi dari harga tunai. Begitu juga dengan pembeli (konsumen) berhak melakukan tawar menawar pada harga yang dia ridoi baik tunai maupun kredit. Namun, kedua harga itu (tunai maupun kredit) hanya boleh terjadi didalam transaksi tawar menawar.

Sebaliknya, ketika penjual dan pembeli bertransaksi yang sepakati harus dalam satu harga. Contoh yang biasa kita lakukan ketika membeli suatu barang, si penjual mengatakan “barang ini harga tunainya Rp.100.000,00, jika dikredit sebulan Rp.110.000,00.” Lalu si pembeli menjawab “saya beli kredit sebulan Rp.110.000,00, maka jual beli ini sah. Sebab meski penawarannya ada dua harga namun akadnya tetap satu harga. Artinya jual beli diatas itu terjadi hanya satu harga saja. Berbeda lagi jika si pembeli mengatakan “baik, saya beli” atau “baik, saya setuju.” Dalam transaksi ini jual belinya tidak sah, karena yang sepakati oleh keduanya (penjual dan pembeli) dalam akad ada dua harga.

Jika telah disepakati jual beli secara kredit dengan contoh harga di atas, kredit dengan sebulan dengan harga Rp.110.000,00, kemudian saat jatuh tempo pembayaran si pembeli belum mampu untuk membayarnya, lalu disepakati untuk diundur dengan tambahan harga, misalnya sebulan lagi dengan harga menjadi Rp.120.000,00, atau contoh lain, sudah disepakati jual beli tunai dengan harga Rp.100.000,00 lalu si pembeli meminta diundurkan sebulan karena belum mampu membayarnya dan penjual setuju dengan harga menjadi Rp.110.000,00,maka contoh ini tidak boleh. Sebab telah terjadi dua jual beli dalam satu barang atau dalam satu jual beli. Abu Hurairah berkata : “Rasulullah SAW telah melarang dua hal jual beli dalam satu jual beli.” (HR. Ahmad, an-Nasai, at-Tirmidzi, dan Ibn Hibban).

Jika kasus tersebut telah terjadi lalu bagaimana ? Rasulullah SAW bersabda : “siapa saja yang menjual dengan dua jual beli maka baginya harta yang lebih rendah atau riba.” (HR. Abu Dawud). Artinya, jika terjadi transaksi tersebut, jual beli itu tetap sah namun, denganharga yang lebih rendah, yaitu harga awal. Jika harga lebih tinggi selisihnya dengan harga awal maka, itu adalah riba.

Ada jenis jual beli lain yang dilarang dan jumhur ulama mengatakan hukumnya haram yang biasa kita temui disekitar kita. Contohnya, Malik (nama samaran) menjual sepeda motornya kepada Ibrahim (nama samaran) secara kredit selama satu tahun dengan harga Rp.11.000.000,00, lalu Ibrahim menjualnya kembali ke Malik dengan harga tunai sebesar Rp.10.000.00,00 karena faktor tertentu. Kemudian Malik menyerahkan uang tunai senilai Rp.10.000.000,00 kepada Ibrahim dan setahun lagi Malik akan mendapatkan uang senilai Rp.11.000.000,00 dari Ibrahim. Jadi, kapan barang tersebut jatuh kembali ke pihak penjual maka ia terhitung sebagai jual beli al-i’nah.

Kemudian dari pembahasan jual beli kredit di atas sekarang kita masuk ke pembahsan mengenai leasing. Tentu sudah tidak asing lagi bagi kita apa itu leasing, ya benar sekali leasing itu adalah sewa menyewa atau dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, leasing diartikan dengan sewa guna usaha. Kegiatan sewa guna usaha ini adalah kegiatan pembiayan dalam bentuk penyediaan barang modal selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

Leasing ini ada dua macam. Pertama, leasing dengan hak opsi (finance lease) yaitu hak lessee (pihak penerima sewa guna usaha) untuk membeli barang modal yang disewa guna usaha atau memperpanjang waktu perjanjia sewa guna usaha biasa di kenal Leasing. Yang kedua adalah leasing tanpa hak opsi (operating lease) atau sewa menyewa biasa.

Leasing dengan hak opsi (finance lease) banyak dilakukan dalam kredit kendaraan, barang elektronik dan lain-lainnya yang diberikan oleh berbagai bank atau berbagai pembiayaan, seperti Adira, FIF, dan sebagainya. Misalnya anda membeli sepeda motor (leasing sepeda motor) lalu datang ke lembaga pembiayaan dan ingin membeli sepeda motor dengan cara kredit karena uang anda tidak mencukupi untuk membeli cash (tunai). Lembaga pembiayaan membeli sepeda motor dari dealer motor, lalu dilakukan akad leasing antara lembaga pembiayaan dengan anda misalnya dalam jangka waktu tiga tahun.

Dalam akad leasing itu terdapat fakta transaksi yang perlu kita ketahui, yang pertama, lessor (lembaga pembiayaan) sepakat setelah motor itu dia beli dari dealer motor, dan dia sewakan kepada lessee (pihak penerima sewa guna usaha atau anda) selama jangka waktu tiga tahun. Lalu fakta yang kedua yakni, lessor (lembaga pembiayaan) sepakat setelah seluruh angsuran lunas dibayar dalam jangka waktu tiga tahun, lessee (pihak penerima sewa guna atau anda) langsung memiliki sepeda motor tersebut. Fakta ketiga, selama angsuran belum lunas dalam jangka waktu tiga tahun, maka sepeda motor itu tetap milik lessor (lembaga pembiayaan). Lalu fakta keempat ini, sepeda motor itu dijadikan jaminan secara fidusia (untuk pelunasan hutang) untuk leasing tersebut.

Karena itu BPKB motor anda tetap berada ditangan lessor hingga seluruh angsuran anda lunas. Konsekuensinya adalah jika lessee (anda sebagai penerima sewa guna usaha) tidak sanggup membayar angsuran sampai lunas, sepeda motor anda itu akan ditarik kembali oleh lessor dan akan di jual kembali. Lesing ini (finance lease) hukunnya haram.

Kenapa bisa dikatakan haram ? ada yang bisa menjawabnya ?. Jelas haram, alasan pertama karena, disana terdapat penggabungan dua akad, yakni sewa menyewa dan jual beli menjadi satu akad. Padahal dalam syara’ telah melarang penggabungan akad menjadi satu akad. Lalu alasan kedua, dalam akad leasing tadi biasanya terdapat bunga. Maka harga sewa yang dibayar perbulan oleh anda (lessee) bisa jadi dengan jumlah tetap, namun bisa jadi harga sewanya berubah-ubah sesuai dengan suku bungan pinjaman. Maka leasing dengan suku bunga seperti ini hukumnya haram, karena bunga termasuk riba. Lalu untuk alasan ketiga yaitu, dalam akad leasing itu terjadi akad jaminan yang tidak sah, yaitu menjaminkan barang yang sedang menjadi objel beli (sepeda motor yang anda beli).

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami berkata, “tidak boleh jual beli dengan syarat menjaminkan barang yang dibeli.” (Al-Fatawa al Fiqhiyah al kubra, 2/287).Imam Ibnu Hazm berkata, “tidak boleh menjual barang dengan syarat menjadikan barang itu sebagai jaminan atas harganya. Jika jual beli itu terlanjur terjadi, harus dibatalkan.” (Al Muhalla, 3/437).

Dari tiga alasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa leasing dengan hak opsi (finance lease) atau leasing hukumnya haram. Dan untuk leasing tanpa hak opsi (operating lease) atasu umumnya itu sewa menyewa hukumnya boleh, selama memenuhi rukunnya dan syarat dalam hukum ijarah (sewa menyewa).

Terima kasih dan semoga bermanfaat bagi kita untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari dalam bertransaksi barang dengan mengikuti Etika Ekonomi yang baik.

Wassalamualaikum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun