Pelatihan Kesenian Tradisional bertajuk Gambus Kutai (13/09/2023) dibuka oleh Staf Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kutai Timur, dalam sambutannya ia menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan breakdown dari program pemerintah terkait pemajuan kebudayaan yang terdiri dari 10 objek pemajuan kebudayaan, yakni tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa dan ritus. Dalam kesempatan ini, objek yang diangkat adalah Gambus Kutai yang termasuk kategori objek seni.Â
Mengapa guru seni yang menjadi peserta?
Menurut penuturan Ketua Panita pada sambutannya, guru dianggap mampu menjadi agen pembaharuan pada musik gambus kutai. Lebih lanjut, beliau mengungkapkan harapannya semoga dengan adanya pelatihan ini akan tercipta lagu-lagu gambus berbahasa Kutai dari tangan-tangan kreatif guru-guru seni yang ada di Kutai Timur.
Eksistensi Gambus Kutai
Eksistensi gambus kutai di Kabupaten Kutai Timur cukup memprihatinkan. Sebagai local jenius orang Kutai, gambus kutai kurang mendapatkan 'panggung' di tanahnya sendiri. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Sayid, tokoh sekaligus narsum gambus kutai pada Pelatihan Gambus Kutai yang diinisiasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kutai Timur di Teras Belad. Sayid mengungkapkan bahwa kebudayaan Kutai khususnya gambus kutai kurang mendapatkan tempat di Kutai Timur sendiri. Ia berharap 'panggung-panggung' untuk menjaga eksistensi gambus kutai tidak berhenti sampai disini (baca: pelatihan gambus kutai), lebih lanjut ia turut mengungkapkan harapannya kepada Dinas Pendidikan & Kebudayaan Kutai Timur agar dapat memberikan ruang berekspresi sekaligus kebijakan strategis agar gambus kutai senantiasa lestari dan berkembang.
Sebagai salah satu peserta, saya menikmati jalannya pelatihan. Karena secara naluriah, entah mengapa diskusi tentang musik tradisional menjadi hal yang selalu menarik perhatian saya. Saya melihat masa depan yang baik bagi kesenian di Kutai Timur jika ruang-ruang edukasi seni tradisi semacam ini konsisten terjadi.
Pelatihan yang kurang lebih berlangsung 6 jam ini menyajikan berbagai materi yang terbagi dua termin. Sayid Abdullah Al Atas yang akrab disapa Sayid ini di termin pertama menyampaikan materi pelatihan sembari sesekali memainkan Gambus Kutai yang melekat di badannya dengan begitu cakap. Beliau mengungkapkan gambus memiliki bentuk serupa dengan dayung dengan berbahan dasar kayu kempas, menggiris, merbau, maupun nangka. Umumnya gambus memiliki panjang sekitar 1 meter yang terdiri dari kepala gambus (head), kuping gambus (tunning), gagang gambus (neck), dan perut gambus (body). Ada beberapa hal yang harus diperhatukan ketika bermain gambus, yakni posisi ketika memetik, teknik penjarian, dan sistem pelarasannya. Lebih lanjut, Sayid juga menjelaskan bahwa gambus biasanya dimainkan dengan posisi berdiri, duduk bersila, maupun duduk di kursi. Jika bermain dengan posisi berdiri, tangan sebelah kiri berfungsi untuk menekan bagian leher gambus (neck), sedangkan tangan kanan berguna untuk menopang berat alat musik dan memetik senar atau dawainya. Gambus kutai umumnya memiliki 5 senar, senar 1-4 double string, dan senar 5 single string. Senar 1 bernada D, senar 2 bernada A, senar 3 bernada E, senar 4 bernada B, dan senar 5 bernada E.
Termin kedua berisi tentang praktik dasar bermain gambus kutai. Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok. Kemudian Sayid mendemonstrasikan teknik dasar bermain gambus kutai yang kemudian diikuti oleh peserta. Setelah dirasa semua peserta dapat mengikuti teknik dasar tersebut, barulah Sayid memberikan contoh bagaimana memainkan lagu populer menggunakan gambus kutai.
Kendati secara keseluruhan pelatihan ini kurang berjalan efektif, mengingat peserta pelatihan mayoritas bukanlah berlatar guru seni 'musik', sehingga sulit bagi guru seni yang tidak memiliki dasar di musik untuk memainkan dan mengimitasi pola permainan gambus Sayid. Namun terlepas dari itu semua, pelatihan yang diinisiasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Timur patut kita apreasiasi dengan baik, pasalnya ditengah gempuran budaya luar (non Kalimantan) yang telah masuk ke Kutai Timur secara masif tentu secara tidak langsung berdampak pada eksistensi tradisi lokal itu sendiri. Disinilah peran vital pemerintah melalui kebijakan strategisnya guna menanggulangi krisis eksistensi tersebut. Jangan sampai budaya lokal tercerabut dari tanahnya sendiri.
Semoga kedepannya akan ada workshop, seminar, pertunjukan, hingga lomba-lomba yang berangkat dari nilai tradisi masyarakat Kutai Timur. Semoga.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H