Kendati secara keseluruhan pelatihan ini kurang berjalan efektif, mengingat peserta pelatihan mayoritas bukanlah berlatar guru seni 'musik', sehingga sulit bagi guru seni yang tidak memiliki dasar di musik untuk memainkan dan mengimitasi pola permainan gambus Sayid. Namun terlepas dari itu semua, pelatihan yang diinisiasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Timur patut kita apreasiasi dengan baik, pasalnya ditengah gempuran budaya luar (non Kalimantan) yang telah masuk ke Kutai Timur secara masif tentu secara tidak langsung berdampak pada eksistensi tradisi lokal itu sendiri. Disinilah peran vital pemerintah melalui kebijakan strategisnya guna menanggulangi krisis eksistensi tersebut. Jangan sampai budaya lokal tercerabut dari tanahnya sendiri.
Semoga kedepannya akan ada workshop, seminar, pertunjukan, hingga lomba-lomba yang berangkat dari nilai tradisi masyarakat Kutai Timur. Semoga.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H