Maka karung-karung gula itu seketika mendekap dada Kunyit dengan sejuta manisnya yang menggila di rongga hati. Suara-suara senyap pasar perbatasan mendendangkan lagu tidur yang mengalun teduh sepanjang kepak sayapnya menuju ke sebuah negeri di balik pijar rembulan.
Tak masalah lagi jika si gila itu kembali menggerayangi halte tua. Karena Kunyit kini telah beralas kasur gulung, dan berkemul sarung kumalnya yang hangat.
 Melingkarkan badan menghadap televisi berwarna yang gambarnya meliuk-liuk bagai ular padang pasir. Senyumnya lebar. Dan kedua bola mata keruh itu berbinar terang, seterang gemintang di luar sana. Bagi Kunyit, ketika tawanya melantang renyah menghadap televisi, dan bunga tidurnya mekar merekah di dalam sebuah pos ronda kecil, maka itulah hari raya.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI