Sudah hampir satu tahun dunia ini diterpa wabah corona, dari dunia sepi untuk berdiam dirumah manusianya hingga tolong menolong kepada kaum miskin kota yang tidak bisa berdiam diri dirumah. Kebiasaan baru yang membuat diri kita lebih bersih sudah menjadi pelajaran orang tua untuk anaknya. Dari korban yang terjangkit itu jauh jangkauan kita sekarang lebih mengecil ada pada tetangga kita bahkan keluarga kita sendiri, miris memang miris.
Lantas apa yang akan terjadi setelah ini semua? Apakah bisa lebih leluasa? Atau budaya bersih terus terjaga? Atau apa?
Secara nyata kita sudah meninggalkan kebiasaan simbolis yang dimana menyingkirkan esensi, tidak lagi membicarakan hal yang tidak penting pada suatu perkumpulan tetapi lebih taktis seperti menjawab bagaimana seharusnya. Forum diskusi satu dengan yang lain memperlihatkan isinya bukan siapa pengisinya.Â
Tapi entah bagaimana ini berakhir sedangkan hadir lagi mutasi virus baru yang lebih cepat dan mematikan. Jika memang menjadi kedaruratan, apakah ini akhir dari dunia? semua akan dibumi hanguskan perlahan akibat ulah manusia sendiri. Menjadi refleksi kita bersama bahwa budaya bersih harus tetap diterapkan dan riset harus diseriuskan sehingga semua berbasis data.
Ya, pasti kita semua heran kenapa dari makanan kelelawar atau makanan liar bisa menjadi virus seekstrem ini padahal di Indonesia sudah biasa saja bahkan tidak menjadi virus, dimana itu? Ya, Tomohon, Pasar hewan liar, kenapa pemerintah tidak meriset daerah tersebut yang akhirnya bisa menjadi anti-virus sendiri. Ya, aneh, sangat aneh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H