Mohon tunggu...
Alex Journey
Alex Journey Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Travel writer

Menulis perjalanan, budaya, dan wisata Indonesia dan Asia.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Seat Distancing, Tak Ada Lagi Tiket Pesawat Murah?

26 April 2020   18:38 Diperbarui: 26 April 2020   18:33 3075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi virus corona mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan kita, mulai kesehatan, ekonomi, pekerjaan, hubungan sosial, dan perjalanan.

Meskipun belum ada aturan resmi dari pemerintah, tapi pemberlakuan physical distancing dalam penerbangan membuat sepertiga kursi dibiarkan kosong.

Hal ini membuat maskapai harus memberi jarak antar penumpang atau seat distancing, yang artinya menyediakan minimal dua kursi kosong dalam satu baris (asumsi seat 3-3).

Kondisi ini membuat maskapai mau tak mau harus menaikkan harga tiket sampai 50 persen untuk menutup biaya operasional, terutama maskapai berbiaya murah atau low cost.

Apabila memaksakan terbang dengan harga yang sama pada saat physical distancing diberlakukan, maskapai akan kehilaangan banyak uang dari segi operasional.

Bahkan dengan menaikkan harga tiket 50 persen pun laba yang didapat maskapai tetap minim. Hal ini dikarenakan turunnya demand dan okupansi karena naiknya harga tiket.

Pesawat terbang komersial memang tidak dirancang untuk physical distancing. Makin banyak penumpang dalam sekali terbang, makin banyak dolar yang dihasilkan. Bahkan untuk penerbangan jarak jauh, hampir semua maskapai mengoperasikan pesawat berbadan lebar dengan sembilan kursi per baris di kelas ekonomi.

Di satu sisi, mengosongkan kursi tengah memang "menguntungkan" bagi penumpang. Duduk di kursi A dan F atau window seat kita bisa lihat pemandangan. Duduk di C dan D atau lorong biin kita lebih leluasa ke toilet.

Menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) lalu lintas udara telah merosot 70% sejak awal Januari, sedangkan pemulihan ekonomi pasca pandemi diprediksi lambat.

Penerbangan domestik di tiap negara diperkirakan pulih lebih cepat dibandingkan long haul flight, setelah beberapa negara mulai melonggarkan aturan lockdown, seperti China dan Vietnam.

Meski demikian tingkat okupansi penerbangan domestik di China tak sampai 40 persen dibandingkan sebelum pandemi. Resesi ekonomi pasca wabah ini juga menjadi fakor lambatnya rebound penumpang transportasi udara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun