Mohon tunggu...
Zulfikar Achmad Alghifari
Zulfikar Achmad Alghifari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Saya suka menulis, membaca, dan membuat sesuatu seperti menggambar, merajut, dan lain-lain.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Post-Truth | Kebohongan Lebih Menarik

4 Juni 2024   23:37 Diperbarui: 4 Juni 2024   23:47 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditulis oleh : Syamsul Yakin (Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung  Kota Depok) dan Zulfikar Achmad Alghifari (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Syamsul Yakin dan Zulfikar Achmad Alghifari/dokpri
Syamsul Yakin dan Zulfikar Achmad Alghifari/dokpri

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, "Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan. Pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berceloteh".  Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?” Nabi SAW menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan publik" (HR. Ibnu Majah).

Hadist ini cukup untuk menjelaskan mengenai fenomena yang sering kita lihat, yaitu fenomena Post-Truth. 

Post-Truth sebenarnya sudah lama ada. Tidak ketika media online, termasuk media baru, media sosial, dan social network, menjadi satu. Post-truth tidak berasal dari jemari tangan, dunia digital, ruang virtual, atau apa pun yang ada di internet. Sebaliknya, itu berasal dari hati manusia sejak zaman dahulu. Kebohongan terasa seperti fakta sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad. Oleh karena itu, post-truth adalah perilaku lama yang dikemas kembali.

Ketika pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, ini menunjukkan bahwa kebenaran post-truth sudah ada. Sumber berita yang kredibel tidak lagi dapat mendorong orang. Mereka lebih cenderung percaya pada hoaks yang mempermainkan akal sehat dan emosi. Sangat jelas bahwa post-truth telah lama berkuasa atas rasionalitas. Ini pasti akan mengancam kohesivitas sosial, kemajuan, keunggulan, dan kemandirian negara jika dibiarkan.

Secara Psikologis, rasa takut akan kejujuran orang lain dan kekhawatiran akan kekalahan dalam persaingan, seperti kelemahan dalam tata-kelola kepribadian, ilmu, dan kerja keras, menimbulkan post-truth. Post-truth adalah tentang orang-orang yang kalah yang memaksa untuk menang, meskipun dengan menggunakan taktik, agitasi, dan kampanye hitam. Sementara orang jujur didustakan, pendusta dibenarkan. Tidak dapat disangkal bahwa post-truth telah mempengaruhi praktik politik kontemporer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun