Beberapa faktor turut berkontribusi pada meningkatnya fenomena burnout ini, mulai dari jam kerja yang panjang, perubahan shift yang konstan, hingga tuntutan fisik yang mengharuskan perawat berdiri atau berjalan untuk waktu yang lama. Beban kerja berat ini diperparah dengan tanggung jawab merawat pasien yang kondisinya serius dan terkadang membutuhkan keputusan yang berdampak pada hidup dan mati.Â
Situasi seperti ini memicu apa yang disebut sebagai moral injury, yaitu kondisi kelelahan moral yang terjadi saat perawat menyaksikan atau terlibat dalam tindakan yang mungkin bertentangan dengan nilai moral mereka. Contoh nyata adalah pada masa pandemi COVID-19, di mana perawat sering kali menyaksikan pasien meninggal tanpa ditemani keluarga mereka.
Selain beban kerja yang berat, masalah kekurangan staf juga memicu burnout. Kekurangan ini menyebabkan perawat harus menanggung lebih banyak tugas dalam setiap shift, yang memperparah tingkat kelelahan.Â
Keadaan tersebut sering dikaitkan dengan peningkatan angka kematian pasien dan insiden seperti jatuh atau kesalahan pengobatan. Dengan semakin meningkatnya usia populasi dan tuntutan perawatan yang kompleks, fenomena burnout pada perawat diprediksi akan terus menjadi perhatian utama dalam sistem kesehatan.
Memahami Meditasi Mindfulness sebagai Alat Menurunkan Stres kerja
Meditasi mindfulness, terutama dalam konteks program Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR) yang dikembangkan oleh Dr. Jon Kabat-Zinn pada tahun 1970-an, telah diakui sebagai metode yang efektif untuk mengatasi stres kerja dan mencegah burnout. Program MBSR ini berlangsung selama 8 minggu, di mana peserta menjalani meditasi terarah yang berfokus pada pengembangan kesadaran tanpa penilaian terhadap pengalaman saat ini. Penelitian menunjukkan bahwa partisipan MBSR mengalami penurunan signifikan dalam tingkat burnout, stres, depresi, kecemasan, dan kelelahan empati. Di sisi lain, mereka melaporkan peningkatan dalam kepuasan hidup, kasih sayang terhadap diri sendiri, dan empati (Ghawadra, Abdullah, Choo & Phang, 2019).
Secara sederhana, meditasi dapat dipahami sebagai latihan kontemplasi atau refleksi yang merupakan bagian integral dari tradisi Buddha dan bertujuan untuk memperoleh kebijaksanaan melalui kesadaran yang luas serta pengembangan belas kasih. Salah satu subkategori meditasi yang populer adalah Vipassan, atau "penglihatan khusus," yang berasal dari Burma pada tahun 1950-an dan menjadi inti dari meditasi mindfulness. Praktik ini mengajarkan partisipasi aktif dalam momen kini dan observasi realitas tanpa penilaian, yang, menurut Joan Borysenko, merupakan "cara hidup yang mengungkapkan keutuhan yang lembut dan penuh kasih di dalam diri kita, bahkan di tengah penderitaan" (Kabat-Zinn, 2013, hlm. 13).
Meditasi mindfulness melibatkan perubahan perspektif yang membantu individu melepaskan keterikatan pada sensasi dan pikiran, sehingga tidak reaktif terhadap dorongan untuk menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan atau memperpanjang pengalaman menyenangkan. Menurut Szekeres (2015), keinginan-keinginan ini cenderung memicu stres dan ketidakbahagiaan dengan menarik seseorang keluar dari momen saat ini dan mendorong penilaian terhadap pengalaman sebagai "baik" atau "buruk." Hal serupa terjadi ketika seseorang terlalu memikirkan masa depan atau masa lalu, yang hanya meningkatkan stres dan mendorong mekanisme coping yang kurang sehat (Baer, Smith, & Allen, 2004).
Tujuan utama mindfulness adalah mempertahankan pandangan tanpa penilaian terhadap segala pengalaman, baik yang berasal dari pikiran dan emosi internal maupun rangsangan eksternal seperti suara dan pemandangan (Baer, 2006). Melalui latihan penerimaan terhadap sensasi yang tidak menyenangkan dan pengamatan momen saat ini tanpa penghakiman, seseorang akan lebih siap untuk menemukan keseimbangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan mengatasi stres kerja.
Dampak Meditasi Mindfulness dalam Mengurangi Stres pada Perawat