Siapa sih yang tidak tahu dengan kredit? Pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur. Ternyata masyarakat Jawa sudah dikenal sebagai tukang kredit sejak abad ke-19 dan awal abad ke-20. Mengapa demikian? Faktor utama penyebabnya adalah karena masalah kemiskinan di kalangan masyarakat Bumiputera waktu itu. Pada zaman kolonial dikenal dengan istilah mindring, merupakan sistem kredit masyarakat desa berasal dari orang-orang China yang berjualan (Klonthong) sebagai salah satu solusi untuk memudakan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat desa yang umumnya bekerja sebagai petani.
Perekonomian masyarakat kota banyak yang berasal dari sektor industri, perdagangan ataupun jasa. Sebagian besar dari masyarakat merupakan penduduk musiman yang tinggal dan menetap dari berbagai daerah. Banyak dari masyarakat yang pada umumnya berkerja sebagai buruh/ pegawai kemudian ingin mencoba peruntungan di dunia usaha. Aktivitas simpan pinjam yang disediakan oleh perbankan pada umumnya cukup memberi kemudahan kepada para nasabah dan debitur.
Pemerintah telah membuat program Kredit Usaha Rakyat (KUR) berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pelaksanaan KUR untuk mengatasi masalah modal pembiyaan. Banyak orang yang memanfaatkannya untuk memulai usaha baru. Penyaluran KUR dilakukan oleh sejumlah bank, salah satunya Bank BRI.
Apa itu KUR?
KUR adalah singkatan dari Kreit Usaha Rakyat. KUR merupakan bantuan keuangan yang dianggarkan pemerintah untuk usaha-usaha menengah kebawah. Bagi mereka yang ingin mengajukan kredit harus memenuhi beberapa syarat diantaranya adalah:
1. Usaha yang ingin dibuat bersifat produktif, menghasilkan barang atau jasa yang mengasilkan bagi pelaku bisnis.
2. Usaha layak untuk dikembangkan dengan modal dan potensi yang akan diraih.
Peminat KUR cukup banyak, dengan persyaratan yang mudah, cepat dan bunga yang ringan. Beberapa dari mereka mulai membuka usaha sendiri. Salah satu diantaranya adalah Acmad Dhofir (40th), merupakan perantau dari Sumenep yang sudah 20 tahun tinggal di Jemur Gayungan. Ia bekerja sebagai tukang gigi sejak 2012, keahlian nya ia dapatkan dengan belajar dari saudaranya.
Namun karena pendapatan yang kurang menentu untuk memenuhi kebutuhan hidup kemudian Dhofir mencari usaha lain dengan berjualan. Pada akhirnya ia memutuskan untuk berhutang kepada bank penyedia KUR sebagai modal. Dengan membawa persyaratan yaitu Fotocopy KTP suami+istri, Fotocopy Surat Nikah, Fotocopy Kartu Keluarga, dan Surat Keterangan Usaha.
Kebetulan Dhofir sudah memiliki tempat usaha sendiri sebagai ahli gigi itu kemudian ia jadikan untuk syarat pengembangan usahanya. Ada banyak jumlah pinjaman yang ditawarkan.
Dhofir memilih jumlah pinjaman sebesar 10 juta dengan jangka waktu 1 tahun, sehingga ia harus membayar angsuran sebesar 860.700 ribu per bulan sudah termasuk bunga 7%. Setelah mendapat pinjaman modal, Dhofir memulai usahanya dengan berjualan keripik singkong.
Ia mendapat pasokan keripik dari teman-temannya yang ada di Sumenep. Awalnya Dhofir membeli satu kwintal keripik kemudian digoreng dan dikemas sendiri. Dengan melihat banyak sekali warung-warung di pinggir jalan itu lalu menjadi tempat pemasaran keripiknya, terutama warkop (warung kopi) yang sudah menjadi tempat untuk berkumpulnya orang-orang dengan budaya nongkrong.
Hingga kini Dhofir sudah memiliki sekitar 200 warung untuk pemasaran keripiknya dan masih ingin terus dikembangkan. Usaha keripik yang ia jalankan sejak satu tahun yang lalu sekarang menjadi perkejaan yang cukup menghasilkan menurutnya, “Kalo cuma jadi tukang gigi hasilnya belum tentu setiap hari ada yang mau pasang gigi, pelanggannya cuma orang-orang tua, apalagi sekarang musim korona” ujar Dhofir.
Memang selama masa pandemi sektor jasa yang berhubungan atau kontak langsung dengan orang sangat dihindari, dan hanya sektor perdagangan barang, penjualan makanan dan minuman yang masih ramai. Tidak heran jika banyak orang yang mendadak beralih profesi menjadi pedagang masker dll.
Apalagi dengan kebijakan pemerintah dengan memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), banyak warung-warung yang harus tutup sementara. Dhofir sendiri juga merasa beruntung dengan usaha keripik yang sedang dijalankan, meskipun tidak seramai sebelum ada korona, tetapi masih bisa dijual secara online ke tetangga dan teman-teman.
Kemudian untuk cicilan KUR yang dipinjam oleh Dhofir saat ini hampir lunas, namun pihak bank sempat memberi keringanan pembayaran pinjaman sementara selama masa pandemi. Deditur bisa membayar bunga nya saja terlebih dahulu, sedangkan beban pinjaman bisa dibayar nanti dalam waktu 3 bulan bagi mereka yang sedang mengalami kesulitan.
Setelah cicilan pinjaman dana KUR lunas, Dhofir memutuskan untuk meminjam uang lagi. Sebenarnya hasil dari usaha jualan keripiknya sudah cukup untuk keperluan pengembangan.
Namun ia memutuskan ingin membeli sapi dengan menggunakan modal uang pinjaman KUR untuk diternak di desanya lalu dijual lagi. Dhofir meminjam uang sejumlah 10 juta seperti pertama kali, namun bedanya uang itu tidak ia ambil secara tunai melainkan ia simpan terlebih dahulu di ATM, baru nanti akan diambil ketika sudah menemukan arga sapi yang cocok di desa.
Biasanya sapi itu akan ia jual pada hari raya qurban. Ia merasa sangat terbantu dengan adanya program KUR, selain untuk keperluan modal usaha juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain.
Pernah suatu hari ketika seorang sahabat membutuhkan bantuan Dhofir untuk meminjamkan uang yang ingin dipakai guna keperluan pengobatan, namun Dhofir belum memiliki uang yang cukup untuk membantu, kemudian ia menyarankan temannya untuk meminjam dana KUR dengan menggunakan usaha yang sedang dijalankan sebagai syarat karena sahabatnya itu bukan warga Surabaya dan tidak memiliki usaha sendiri, ia hanya bekerja sebagai staff. Akirnya Dhofir meminjam sejumlah uang KUR 20 juta untuk sahabatnya itu. (9/6/20)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H