Mohon tunggu...
Zulfia Itsna Uswatun Hasanah
Zulfia Itsna Uswatun Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 PGSD Universitas Negeri Semarang

Mahasiswa yang berusaha menulis untuk berbagi cerita sederhana, menggugah pemikiran, dan memahami lebih dalam tentang kehidupan, budaya, serta isu-isu sosial di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Siapa Sangka? Cerita Fantasi Ternyata Mampu Mengubah Cara Anak Mengelola Emosi! Penasaran? Temukan Rahasianya di Sini!

2 Desember 2024   09:34 Diperbarui: 2 Desember 2024   10:17 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Siapa Sangka? Cerita Fantasi Ternyata Mampu Mengubah Cara Anak Mengelola Emosi! Penasaran? Temukan Rahasianya di Sini!"

Halo sobat Kompasiana! Hari ini kita bakal ngobrolin sesuatu yang seru dan penting banget, yaitu pengelolaan emosi pada anak. Siapa di sini yang penasaran? Yuk, simak bareng-bareng!

Kita semua pasti pernah melihat berbagai emosi yang ditunjukkan anak-anak, baik di kehidupan sehari-hari maupun di media sosial. Mulai dari senang, sedih, marah, hingga bingung, emosi mereka itu bervariasi banget! Tapi, tahukah kamu bahwa emosi yang mereka tunjukkan itu perlu diproses terlebih dahulu? Gimana ya cara mereka mengungkapkan perasaan itu ke orang lain?

Setiap anak itu unik, loh! Mereka punya karakter, kepribadian, dan bahkan tingkat kecerdasan mereka berbeda-beda. Memahami keunikan ini penting banget agar kita bisa mengenali potensi dan kekurangan yang ada pada diri mereka. Tentu saja, setiap anak bakal mengalami berbagai tantangan dalam perkembangan mereka. Hal ini bisa terjadi karena beberapa aspek, seperti nilai agama, moral, sosial emosional, bahasa, kognitif, dan fisik, yang mungkin tidak terpenuhi dengan baik.

Nah, kalau kita perhatikan, masih banyak anak yang mengalami tantrum, yaitu saat mereka meledak emosi dengan menangis, marah-marah, atau bahkan berguling-guling di lantai. Tantrum ini biasanya muncul ketika anak merasakan emosi yang kuat, tapi nggak tahu bagaimana cara mengelolanya (Husnul, Sulasminah, dan Usman, 2024).

Tapi jangan khawatir! Banyak orang tua yang mungkin tidak menyadari bahwa anak mereka sedang berada di tahap perkembangan ini. Akibatnya, mereka sering kali menggunakan strategi yang salah dalam menghadapi situasi tersebut (Ummah dan Pamuji, 2024). Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bagaimana cara membantu anak mengelola emosinya.

Jadi, mari kita gali lebih dalam tentang bagaimana cara kita bisa mendukung anak-anak dalam mengelola emosi mereka dengan cara yang lebih baik. Siap untuk menyelami dunia emosi anak? Ayo, kita mulai!

Siapa yang setuju kalau masa kecil itu adalah masa emas (the golden age)? Nah, menurut Yusuf dkk. (2023), di masa emas ini, anak-anak berada dalam periode sensitif yang membuat mereka lebih mudah menerima berbagai stimulus dari lingkungan sekitar. Mereka jadi peka banget terhadap emosi dan pengalaman yang mereka alami, loh!

Tapi, nggak semua anak punya kemampuan yang sama untuk mengenali, memahami, dan mengelola perasaan mereka. Di sinilah pentingnya peran kita sebagai orang dewasa untuk memberikan bimbingan yang tepat. Hmm, tapi gimana ya caranya?

Sumber: https://pixabay.com/id/illustrations/buku-tumpukan-anak-anak-cerita-6518399/
Sumber: https://pixabay.com/id/illustrations/buku-tumpukan-anak-anak-cerita-6518399/
Salah satu cara yang super efektif adalah melalui cerita fantasi! Siapa sangka, cerita yang sering kita anggap hiburan ini bisa memberikan dampak yang mendalam dalam perkembangan emosional anak? Melalui kisah-kisah yang penuh imajinasi dan karakter yang relatable, anak-anak diajak untuk menjelajahi berbagai emosi dalam konteks yang aman dan menyenangkan.

Cerita-cerita ini bukan cuma menghibur, tapi juga memberi kesempatan bagi anak untuk memahami berbagai perasaan dan situasi kompleks. Dengan melihat bagaimana tokoh-tokoh menghadapi tantangan emosional, anak bisa mendapatkan insight tentang perasaan mereka sendiri.

Dan yang lebih seru, cerita fantasi biasanya dilengkapi dengan gambar-gambar imajinatif yang menarik perhatian anak. Ini bikin proses membaca jadi lebih asyik dan menyenangkan! Penambahan elemen visual ini bukan hanya memperkaya pengalaman membaca, tapi juga bisa meningkatkan kecerdasan anak, karena mereka belajar menghubungkan antara cerita dan gambar (Dewi, 2020).

Sobat kompasiana! Kalian pasti setuju kalau bercerita itu bukan hanya sekadar membaca, kan? Metode bercerita itu luar biasa karena memberikan anak-anak pengalaman yang kaya banget! Mereka diajak untuk memahami dan mengelola emosi mereka melalui karakter-karakter dan alur cerita yang menarik. Menurut Khadijah dkk. (2024), tujuan dari metode bercerita ini adalah supaya anak-anak bisa mengembangkan keterampilan emosional mereka.

Bayangkan deh, ketika kita bercerita tentang seorang pahlawan yang merasa takut namun akhirnya menemukan keberaniannya, anak-anak bisa belajar bahwa merasa takut itu normal! Mereka juga bisa menyadari bahwa mereka pun bisa mengatasi rasa takut tersebut. Dengan mengidentifikasi diri mereka dengan karakter dalam cerita, anak-anak jadi bisa menjelajahi perasaan mereka sendiri dan belajar mengekspresikannya dengan cara yang sehat.

Di sisi lain, jika kita mengajarkan pengelolaan emosi hanya berdasarkan teori, sering kali anak-anak merasa digurui dan tidak percaya. Mereka jadi kesulitan memahami apa itu pengelolaan emosi. Nah, di sinilah kegiatan bercerita, terutama lewat dongeng, menjadi solusi yang tepat! Suryanti dan Indrayasa (2022) menjelaskan bahwa bercerita bisa menyampaikan pesan kepada anak tanpa mereka merasa dinasehati. Suasana yang menyenangkan dalam bercerita membuat anak-anak lebih terlibat dan bisa merasakan pengalaman emosional yang disampaikan.

Lalu perlukah kita mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi perkembangan emosi pada anak?

Sobat kompasiana, untuk membantu anak dalam mengelola anak melalui cerita fantasi, kita juga perlu tahu faktor yang memengaruhi perkembangan emosi pada anak loh!

Kita perlu tahu bahwa perkembangan emosi anak itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri, konflik-konflik yang terjadi dalam proses perkembangan, dan juga dari lingkungan sekitar. Menurut Hurlock dan Lazarus (1991) dalam Khadijah dkk. (2024), ada dua faktor utama yang berperan penting yaitu pematangan atau kematangan dan lingkungan belajar.

Pematangan atau kematangan itu sangat penting, terutama di masa kanak-kanak saat mereka berada dalam periode krisis perkembangan. Ini adalah saat di mana anak-anak siap menerima berbagai rangsangan dari luar. Dengan memberikan rangsangan yang tepat, kita bisa membantu mereka mengoptimalkan kematangan emosionalnya. Misalnya, kita bisa mengajarkan mereka cara mengendalikan emosi yang tidak diinginkan agar bisa menggantinya dengan pola reaksi yang lebih positif.

Nah, yang tak kalah penting adalah lingkungan belajar. Lingkungan sekitar, terutama keluarga dan pengasuh, sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Anak-anak belajar banyak tentang emosi dari pengalaman sehari-hari dan hubungan mereka dengan orang tua dan teman-teman. Jadi, jika lingkungan di sekitar mereka mendukung dan positif, mereka akan lebih mudah memahami emosi mereka sendiri.

Dengan memahami faktor-faktor ini, kita sebagai orang dewasa harus lebih peka dalam membantu anak mengelola emosi mereka. Salah satu cara yang super efektif adalah melalui cerita fantasi! Kebenaran bahwa bercerita dapat membantu anak mengelola emosinya juga dibuktikan oleh Surati, Parwoto, dan Suriani (2023), yang membuktikan bahwa bercerita bisa meningkatkan kecerdasan emosional dan imajinasi anak. Mereka menemukan perbedaan yang signifikan dalam kemampuan imajinasi dan kecerdasan emosional anak sebelum dan setelah metode bercerita diterapkan. Keren, kan?

Sumber: https://images.app.goo.gl/Y67VPKhqZwFqVexh6
Sumber: https://images.app.goo.gl/Y67VPKhqZwFqVexh6

Dengan mendorong anak terlibat dalam bercerita, baik sebagai pendengar maupun pengisah, mereka bisa belajar mengekspresikan perasaan mereka sendiri dan memahami perasaan orang lain. Ini bukan cuma seru, tapi juga memperkuat ikatan emosional antara anak dan orang tua atau pengasuh. Bayangkan betapa menyenangkannya saat anak merasa didengar dan dipahami!

Oleh karena itu, penting banget bagi orang tua dan pendidik untuk merangkul metode bercerita sebagai salah satu pendekatan dalam pendidikan emosional. Dengan pendekatan yang tepat, bercerita bisa jadi alat yang sangat efektif untuk membantu anak-anak mengembangkan keterampilan emosional dan sosial yang mereka butuhkan untuk menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.

Jadi, yuk kita manfaatkan potensi luar biasa dari cerita untuk mendidik anak tentang pengelolaan emosi! Dengan begitu, mereka bisa tumbuh menjadi individu yang mampu mengelola emosi dengan baik dan berinteraksi positif dengan lingkungan mereka. Jadikan bercerita sebagai jembatan yang menghubungakan hati dan pikiran anak-anak, sehingga mereka dapat tumbuh dengan rasa empati dan kecerdasan emosional yang tinggi. Seru banget, kan? Ayo, kita mulai bercerita, mulai petualangan bercerita dan saksikan bagaimana dunia mereka menjadi lebih kaya dan penuh makna!

Sampai jumpa sobat kompasiana!

Daftar Rujukan

Ummah, I. dan Pamuji. (2024). Strategi Positif dalam Mengatasi Tantrum Pada Anak Usia Dini. Student Scientific Creativity Journal, 2(4), 139-148.

Husnul, Sulasminah D. Usman. (2024). Analisis Upaya Guru dalam Menangani Perilaku Tantrum Siswa Autis di SLB Autis Bunda Makassar.

Dewi, N. N. D. P. T. (2020). Mengembangkan kecerdasan emosional anak usia dini melalui media gambar cerita berseri. Journal for Lesson and Learning Studies, 3(3), 362-369.

Khadijah, K., Putri, H. A., Akhiriyah, A. F., Nasution, A. Z., Pratiwi, E. S., Harahap, M. J., & Rahmawati, N. (2024). Mengembangkan Sosial Emosional Anak Melalui Metode Bercerita. Dewantara: Jurnal Pendidikan Sosial Humaniora, 3(3), 137-146.

Yusuf, R. N., Al Khoeri, N. S. T. A., Herdiyanti, G. S., & Nuraeni, E. D. (2023). Urgensi pendidikan anak usia dini bagi tumbuh kembang anak. Plamboyan Edu, 1(1), 37-44.

Suryanti, P. E., & Indrayasa, K. B. (2022). Mendukung Perkembangan Anak Usia Dini Melalui Mendongeng di Masa Belajar dari Rumah. Widya Kumara: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(2), 101-110.

Surati, L., Parwoto, Suariani, S., (2023). Peranan Storytelling dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Imajinasi Anak Usia Dini. Profesi Kependidikan, 4(1).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun