Mohon tunggu...
Zulfatin Zeze
Zulfatin Zeze Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Teori Kualitas Kinerja Pegawai dalam Memberikan Pelayanan kepada Masyarakat

14 Mei 2024   10:41 Diperbarui: 14 Mei 2024   10:52 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian Kinerja

Dari beberapa sumber yang disebutkan, istilah "kinerja" memiliki beberapa definisi yang mencakup aspek-aspek berbeda. Dalam konteks umum, kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, yang dicapai oleh seorang pegawai atau individu dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan (Mangkunegara, 2017, p. 67).

Pendapat dari August W. Smith menekankan bahwa kinerja adalah hasil yang berasal dari proses yang dilakukan oleh manusia atau entitas lainnya (Rusman, 2011, p. 318). Ini menunjukkan bahwa kinerja tidak hanya terkait dengan output akhir, tetapi juga melibatkan proses-proses yang ditempuh untuk mencapai hasil tersebut. Sementara itu.

Perspektif Supardi (2014, p. 45) menambah dimensi psikologis pada definisi kinerja. Menurutnya, kinerja mencakup tidak hanya hasil kerja dan kemampuan, tetapi juga dorongan atau motivasi untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan demikian, kinerja bukan hanya tentang pencapaian konkret, tetapi juga melibatkan aspek-aspek psikologis dan motivasional yang mendorong individu untuk bekerja dengan baik Secara "etimologi" kinerja berasal dari kata "performance" yang mempunyai beberapa masukan yang dianggap relevan dengan kinerja disini yaitu melakukan, memenuhi atau menjalankan sesuatu, melaksanakan sesuatu tanggung jawab dan melakukan sesuatu yang diharapkan seseorang. Menurut Waridin dkk, (2005:63) mengatakan bahwa kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugas individu tersebut dalam suatu perusahaan pada suatu periode waktu tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari perusahaan dimana individu tersebut bekerja. Kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dengan standar yang telah ditentukan.

Selain itu, menurut Veithzal Rivai (2005:6) mengatakan bahwa pengertian kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan. Sedangkan menurut S.P Siagian (2006:131) mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu keadaan yang menunjukkan seseorang pegawai dalam menjalankan tugas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh organisasi kepada pegawai sesuai dengan job descriptionnya.

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa kinerja merupakan hasil kerja baik itu secara kualitas maupun kuantitas yang telah dicapai pegawai, dalam menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan organisasi, dan hasil kerjanya tersebut disesuaikan dengan hasil kerja yang diharapkan organisasi, melalui kriteria-kriteria atau standar kinerja pegawai yang berlaku dalam organisasi.

Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang di gunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidak hadiran. demikian penilaian prestasi adalah merupakan hasil kerjapegawai dalam lingkup tanggung jawabnya. Menurut Harbani Pasolong (2010: 182) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah penilaian atas keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam memenuhi kewajibannya. Bila evaluasi kinerja birokrasi berarti evaluasi terhadap berhasil atau tidaknya birokrasi dalam memenuhi tugas-tugas sebagai pelayan masyarakat.

Selain itu, menurut Merlita, dalam evaluasi jabatan (2013: 21) antara lain:

  • Kesetiaan adalah tekad dan kemauan untuk menaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang dipupuk dengan sabar dan penuh tanggung jawab. Sikap tersebut dapat dinilai baik dalam perilaku sehari-hari maupun dalam tindakan pejabat dalam menjalankan tugasnya.
  • Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dilakukan oleh pegawai untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Prestasi kerja biasanya dipengaruhi oleh keterampilan, pengalaman dan kejujuran karyawan.
  • Tanggung jawab, yaitu kemampuan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta menanggung resiko sebagai akibat dari keputusan atau tindakan yang diambilnya.
  • Ketaatan, yaitu kesanggupan pegawai untuk mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta peraturan pemerintah, perintah resmi dari pemeriksa yang berwenang dan tidak melanggar peraturan yang telah ditetapkan.
  • Integritas/Kejujuran, yaitu ketulusan tindakan karyawan dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan kekuasaannya.
  • Kerjasama/Kolaborasi, yaitu kemampuan karyawan untuk bekerja sama dengan orang lain dalam pelaksanaan tugas yang diberikan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas maksimum.
  • Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dengan cara yang membimbing mereka untuk melakukan tugas secara optimal.

Dengan demikian bahwa penilaian kinerja pada dasarnya digunakan untuk penilaian atas keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan, program, atau kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi baik pada instansi pemerintah maupun instansi swasta. Penilaian kinerja sangat berguna untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada pegawai sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam promosi jabatan atau penentuan imbalan.

Tujuan Penilaian Kerja

Tujuan utama penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan perilaku dan kinerja anggota oranisasi, kemudian informasi tersebut di untuk evaluasi dan pengembangan dimana banyak keputusan relevan yang dibuat berdasarka penilaian kinerja tersebut, penilaian kinerja sebagai evaluasi mempunyai tujuan :

  • Menentukan kontribusi suatu unit atau devisi dalam perusahan seacara keseluruhan
  • Memberikan dasar bagi penilaian mutu prestasi dari menejemen unit deviasi.
  • Memberikan motivasi bagi manajemen dan karyawan dalam menjalankan tugas seiring dengan tujuan umum.
  • Membedakan tingkat kinerja setiap karyawan.
  • Pengambilan keputusan admintrasi dan personali, seperti seleksi, promosi, kenaikan gaji, dan transfer karyawan.

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tujuan penilaian kinerja untuk menyampaikan dan mengetahui informasi agar dapat diandalkan untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi dimana akan menimbulkan perbaikan atau peningkatan kinerja karyawan, dari hal inilah akan berdampak positif pada kinerja organisasi secara keseluruhan.

Indikator Kinerja

Menurut Ratminto dkk, (2005:178) menjelaskan bahwa indikatorindikator kinerja sangat bervariasi. Akan tetapi dari sekian banyak indikator tersebut kesemuanya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu indikator kinerja yang berorientasi pada hasil. Adapun pengelompokkan indikator-indikator tersebut menjadi dua sudut pandang atau orientasi. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2001:51) mengemukakan bahwa indikator-indikator kinerja yaitu:

  • Kualitas kerja,
  • Ketetapan waktu,
  • Inisiatif,
  • Kemampuan, dan
  • Komunikasi.

Selain itu, menurut Moh. Mahsun (2006:71) mengemukakan bahwa indikator kinerja (performance indicators) sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance measure). Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat tingkat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga berntuknya lebih bersifat kuantitatif.

Dengan demikian dari pernyataan beberapa tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa untuk mengukur tingkat kinerja pada suatu organisasi maka dibutuhkan indikator-indikator kinerja yang sesuai dengan kondisi organisasi karena itu lebih menekankan pada tiga indikator kinerja, yaitu masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak sehingga dapat mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Kinerja Pegawai

Menurut Malayu S.P Hasibuan (2006:94) megatakan bahwa Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugastugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu. Sedangkan menurut Sinambela, dkk, (2012:136) mengemukakan bahwa kinerja pegawai didefenisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu keahlian tertentu. Kinerja pegawai sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.

Dari uraian diatas bahwa kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dan diselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan, kecakapan pegawai, pengalaman, kualitas, dan kuantitas guna mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi. Kinerja dapat dikatakan tinggi apabila target dapat diselesaikan dengan waktu yang tepat, sedangkan kinerja dikatakan rendah apabila diselesaikan melampaui batas waktu yang telah ditentukan.

Menurut Sudarmanto (2001:8) menyebutkan bahwa kinerja pegawai merupakan catatan hasil yang diproduksi (dihasilkan) atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Mangkunegara (2005:9) menyatakan bahwa kinerja pegawai adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Demikian dari beberapa definisi di atas, jelaslah bahwa kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dilakukan secara perorangan atau lembaga, yaitu. kegiatan hasil akhir yang dicapai secara individu atau kelompok. Dalam melaksanakan tugas, orang atau lembaga diberi wewenang dan tanggung jawab, artinya orang atau lembaga diberi hak dan wewenang untuk menindaklanjuti agar pekerjaannya terlaksana dengan baik.

Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Setiap organisasi memiliki tujuan. Salah satu cara organisasi mencapai tujuan tersebut adalah melalui kinerja pegawai/karyawan dalam tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan posisi dan perannya dalam organisasi. Organisasi lembaga pemerintah adalah lembaga yang mengarahkan pemerintahan dan meningkatkan kinerja pegawai. Menurut Harbani Pasolong (2010:186-189) menyatakan bahwa sesuatu yang mempengaruhi efisiensi dapat dilihat sebagai berikut.

  • Bakat dalam bidang ini hanya dapat dimiliki oleh seseorang yang memiliki bakat dan kecerdasan (intelligence) yang cukup. Padahal bakat pada umumnya dikembangkan dengan memberikan peluang pengembangan pengetahuan melalui tiga (tiga) hal, yaitu: (a) pendidikan, (b) pendidikan dan (c) pengalaman kerja.
  • Kemauan atau motivasi adalah kemauan untuk melakukan usaha yang besar untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Yuwono dkk, (2005:178) mengemukakan bahwa factor-faktor yang dominan mempengaruhi kinerja suatu organisasi meliputi upaya manajemen dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organiasasi, kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki organisasi dan kepemimpinan yang efektif.

Selanjutnya, menurut Wibowo (2010:100) mengemukakan pendapat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebagai berikut

  • Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.
  • Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.
  • Team factor, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja. 
  • System factor, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.
  • Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan ekstern.

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa dalam suatu organisasi dimana pegawai mampu menunjukkan kinerja yang optimal sekaligus menepis kesan negatif tentang hasil kerja selama ini, maka kemampuan pegawai perlu senantiasa ditingkatkan terutama dalam menyelenggarakan tugas organisasi. Adapun prasyarat untuk menciptakan kompetensi pegawai yang ideal adalah pegawai yang berpengetahuan tinggi, profesional, visi jauh ke depan, berwawasan luas, bertanggung jawab, bersih dan berwibawa, berdisiplin tinggi, berdedikasi tinggi, kreatif dan inovatif serta mempunyai jiwa kewirausahan.

Pegawai

Menurut Hasibuan (2007) pegawai adalah setiap orang yang bekerja dengan menjual tenaganya (fisik dan pikiran) kepada perusahaan dan memperoleh balas jasa yang sesuai dengan perjanjian.sedanglan Menurut Widjaja, A (2006) mengatakan bahwa pegawai adalah merupakan tenaga kerja manusia jasmani maupun rohani (mental dan pikiran) yang senantiasa dibutuhkan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi). selanjutnya pegawai adalah orang--orang yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik dilembaga- lembaga pemerintahan mupun dalam badan-badan usaha. Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia pegawai merupakan orang yang bekerja pada satu lembaga (kantor,perusahaan) dengan mendapatkan gajii (upah).

Menurut Musanef (1984) pegawai sebagai pekerja atau worker, mereka yang secara langsung digerakkan oleh seorang atasan untuk bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga menghasilkan karyakarya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Menurut Suharno (2008) pegawai adalah seseorang yang ditugaskan sebagai pekerja dari sebuah perusahaan untuk melakukan operasional perusahaan dia bekerja untuk digaji dan sebagai penggerak utama dari setiap organisasi, tampa mereka organisasi dan sumber daya lainnya tidak akan pernah menjadi sesuatu yang berarti, hal-hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja, kualitas kerja, disiplin kerja, serta loyalitas pegawai terhadap perusahaan.

Layanan

Secara umum pelayanan merupakan melayani atau suatu kegiatan yang hasilnya ditujukan untuk keinginan orang lain, baik itu individu maupun kelompok dan juga masyarakat. Adapun berdasarkan keputusan Menteri Negara Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003, pelayanan merupakan semua bentuk aktivitas pelayanan yang dilaksanakan oleh lembaga pemerintah di pusat, baik di daerah maupun di dalam lingkungan badan usaha milik negara atau daerah dalam bentuk barang maupun jasa dalam rancangan pemenuhan kepentingan masyarakat serta dalam rancangan pelaksanaan ketetapan peraturan perundang-undangan.dapat diberikan kepada orang lain. Adapun pelayanan (service) dapat dibagi menjadi dua yaitu:

  • High Contactt Service, yaitu sebuah klasifikasi dari sebuah pelayanan jasa dimana kontak diantara konsumen dan juga penyedia jasa yang sangatlah tinggi, konsumen selalu terlibat dalam sebuah proses dari layanan jasa tersebut.
  • Low contact service, yaitu suatu klasifikasi pelayanan jasa dimana kontak diantara konsumen dengan sebuah penyedia jasa tidak terlalu tinggi. Physical contact dengan konsumen hanya terjadi di front desk yang termasuk ke dalam klasifikasi low contact service. Sebagai contoh adalah lembaga keuangan.

Pelayanan menurut Brata dalam suatu karyanya yakni dasar-dasar pelayanan prima, yakni mengatakan bahwa "Suatu pelayanan akan terbentuk dikarenakan adanya sebuah proses pemberian layanan tertentu dari pihak penyedia layanan pada pihak yang dilayaninya." (Brata, 2003: 9). Kemudian Brata juga menambahkan bahwa pelayanan dapat terjadi diantara seseorang dengan seseorang lainnya dan juga dengan kelompok lainnya, atau bahkan kelompok dengan seseorang seperti halnya orang yang berada dalam suatu organisasi. Yang juga memberikan pelayanan terhadap orang-orang yang berada di sekitarnya yang juga membutuhkan sebuah informasi organisasi itu sendiri. Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pelayanan merupakan suatu jalan untuk memberi, merancang dan juga mengatur apa yang sedang dibutuhkan oleh orang lain.

Di dalam bukunya yaitu manajemen pelayanan umum di indonesia, yang mengatakan bahwa pelayanan ialah sebuah proses pemenuhan kebutuhan yang melalui aktivitas orang lain secara langsung. (Moenir, 1992 : 16). Dimana penekanan terhadap definisi pelayanan diatas ialah pelayanan yang diberikan karena menyangkut segala usaha yang dilakukan oleh seseorang didalam rangka untuk mencapai tujuan guna untuk bisa mendapatkan kepuasan didalam hal pemenuhan kebutuhan.

Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh lembaga birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan dari warga Negara (Rodiyah dkk, 2021, hlm. 68). Sementara itu merujuk pada UU 25 2009 tentang Pelayanan Publik (dalam Taufik, 2022, hlm.77) pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Selanjutnya menurut Kurniawan (dalam Pasolong, 2019, hlm. 148) pelayanan publik ialah pemberian pelayanan keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Menurut Suparlan (2000: 35) Pelayanan merupakan suatu usaha pemberian bantuan maupun pertolongan pada orang lain, baik itu berupa materi maupun non materi agar orang tersebut dapat mengatasi masalahnya itu sendiri. Menurut moenir pelayanan merupakan sebuah proses dari pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Dalam penekanan arti dari suatu pelayanan adalah pelayanan yang diberikan adalah menyangkut tentang segala usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mencapai tujuan guna dapat memperoleh kepuasan dalam hal pemenuhan kebutuhan. Moenir (2005: 47)

Perihal pelayanan publik ini, Gabler dan Osborne (2001) dengan konsep reinventing government telah merubah paradigma administrasi publik di mana beroperasinya organisasi publik harus mendasarkan diri pada profesionalisme layaknya organisasi bisnis dengan cara mengubah orientasi birokrat ke pelayanan public (Muhammad, 2019, hlm. 76). Efisiensi, efektivitas, murah, cepat, berkualitas dalam melayani publik dengan menempatkan kepuasan masyarakat sebagai stakeholder menjadi tujuan utama organisasi publik (organisasi pemerintah)

Dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan atau rangkaian kegiatan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik dengan menempatkan kepuasan masyarakat sebagai stakeholder utama.

Jenis Pelayanan Publik

Perihal produk atau layanan yang dicakup oleh pelayanan publik ini dicantumkan pada definisi pelayanan publik di dalam dan tiga jenis pelayanan dari instansi pemerintah serta BUMN dan BUMD dalam Kepmen PAN Nomor 58 Tahun 2002 adalah:

  • Pelayanan Administratif,
    adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, keterangan dan lain-lain. Misalnya jenis pelayanan sertifikat tanah, pelayanan, IMB, Pelayanan administrasi kependudukan (KTP, NTCR, akte kelahiran, dan akte kematian).
  • Pelayanan barang,
    yakni pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit atau individual) dalam suatu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda (berwujud fisik) atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi penggunanya. Contohnya jenis pelayanan listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon.
  • Pelayanan jasa,
    merupakan pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasian tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Misalnya pelayanan angkutan darat, laut dan udara, pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan, pelayanan pos dan pelayanan pemadam kebakaran.

Prinsip Pelayanan Publik

Dalam rangka perbaikan penerapan dan perbaikan sistem dalam kaitannya dengan pelaksanaan pelayanan publik, Osborne menyimpulkan 10 prinsip yang disebut sebagai keputusan gaya baru. Salah satu prinsip penting dalam keputusannya adalah "sudah saatnya pemerintah berorientasi pasar" untuk itu diperlukan pendobrakan aturan agar lebih efektif dan efisien melalui pengendalian pasar itu sendiri. Untuk lebih jelasnya, 10 prinsip pelayanan publik menurut Osborne (dalam Pasolong, 2019, hlm. 150) adalah sebagai berikut.

1. Pemerintah katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh.

2. Pemerintahan milik masyarakat: memberi wewenang ketimbang melayani.

3. Pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan.

4. Pemerintahan yang digalakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan.

5. Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan.

6. Pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.

7. Pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan.

8. Pemerintah antisipatif: mencegah daripada mengobati.

9. Pemerintahan desentralisasi.

10. Pemerintahan birokrasi pasar: mendongkrak perubahan melalui pasar.

Perihal prinsip yang memayungi pelaksanaan pelayanan publik ini, Pemerintah Negara Republik Indonesia juga telah mencanangkan asa-asas pelayanan publik yang dicantumkan pada UU 29 2009 yakni sebagai berikut.

  • kepentingan umum, yaitu; Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.
  • kepastian hukum, yaitu Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.
  • kesamaan hak, yaitu Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
  • keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.
  • keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.
  • partisipatif, yaitu Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
  • persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.
  • keterbukaan, yaitu Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.
  • akuntabilitas, yaitu Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.
  • ketepatan waktu, yaitu Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.
  • kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu Setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau (Pasal 4 UU No. 25 Tahun 2009 dalam Taufik, 2022, hlm. 80).

Manfaat Pelayanan Publik

Bagi publik atau masyarakat sendiri, tentunya pelayanan publik memiliki manfaat yang sudah jelas berdasarkan dari masing-masing jenis pelayanan yang diterima. Namun demikian menurut Sarundadjang (dalam Rodiyah dkk, 2021, hlm. 68) mengungkapkan bahwa terdapat manfaat dari pelayanan publik bagi penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pula yang di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Meningkatkan citra pemerintah pusat maupun daerah.
  • Meningkatkan kualitas pemerintahan.
  • Menciptakan nilai baik berupa keuntungan bagi publik serta pemerintah.

Kualitas Pelayanan Publik

Menurut Zethaml & Farmer (dalam Pasolong, 2019, hlm. 153) terdapat tiga karakteristik utama untuk memastikan keprimaan suatu pelayanan yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Intangibility,
    berarti bahwa pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan hasil pengalaman dan bukannya objek. Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung, diukur, diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan pada pelanggan.
  • Heterogeneit,
    berarti pemakai jasa atau klien atau pelanggan memiliki kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin mempunyai prioritas berbeda. Demikian pula performance sering bervariasi dari suatu prosedur ke prosedur lainnya bahkan dari waktu ke waktu.
  • Inseparability,
    berarti bahwa produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan. Konsekuensinya di dalam industry pelayanan kualitas tidak direkayasa ke dalam produksi di sektor pabrik dan kemudian disampaikan kepada pelanggan. Kualitas terjadi selama interaksi antara klien dan penyedia jasa.

Indikator Pelayanan Publik

Menurut Zeithaml-Parasurman-Berry (1990), untuk mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada indikator ukuran kepuasan konsumen yang terletak pada lima dimensi kualitas pelayanan menurut apa yang mereka rasakan atau katakan. Kelima dimensi servqual tersebut, yaitu sebagai berikut.

  • Tangibles
    Kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran, komputerisasi administrasi, ruang tunggu, tempat informasi.
  • Reliability
    Kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya.
  • Responsiveness
    Kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen.
  • Assurance
    Kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.
  • Empathy
    Sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen.

Sementara itu Kepmen PAN Nomor 58 Tahun 2002 memuat tujuh dimensi yang dapat dijadikan dasar untuk mengukur kinerja pelayanan publik instansi pemerintah serta BUMN/BUMD. Ketujuh dimensi tersebut masing-masing dikembangkan menjadi dua pertanyaan, sehingga terdapat 14 pertanyaan yang ada dalam kuesioner dalam Kepmen PAN tersebut, (setiap satu dimensi ada dua item pertanyaan). Ketujuh dimensi pelayanan publik tersebut adalah sebagai berikut.

  • Kesederhanaan prosedur pelayanan, yaitu mencakup apakah telah tersedia prosedur tetap/Standar Operasional Pelayanan (SPO), apakah tersedia prosedur pelayanan secara terbuka, bagaimana dalam pelaksanaannya, apakah telah dilaksanakan secara konsisten dan bagaimana tingkat kemudahan dalam mendukung kelancaran pelayanan. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) kemudahan/kecepatan prosedur dalam proses pelayanan, b) kesulitan mengurus pernyataan dalam proses pelayanan.
  • Keterbukaan informasi pelayanan, yaitu mencakup apakah ada keterbukaan informasi mengenai prosedur, persyaratan dan biaya pelayanan, apakah dengan jelas dapat diketahui masyarakat, apakah terdapat media informasi termasuk petugas yang menangani untuk menunjang kelancaran pelayanan. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) keterbukaan mengenai prosedur, persyaratan, biaya dalam pelayanan, b) keterbukaan sikap petugas dalam memberi pelayanan.
  • Kepastian pelaksanaan pelayanan, yaitu mencakup apakah variabel waktu pelaksanaan dan biayanya, apakah waktu yang digunakan dalam proses pemberian pelayanan sesuai dengan jadwal yang ada, dan apakah biaya yang dipungut atau bayar oleh masyarakat sesuai dengan tarif/biaya yang ditentukan. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) ketepatan waktu penyelesaian, b) kesesuaian biaya yang dibayar dengan tarif resmi.
  • Mutu produk pelayanan, yaitu kualitas pelayanan meliputi aspek cara kerja pelayanan, apakah cepat/tepat, apakah hasil kerjanya baik/rapi/benar/layak. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) kepuasan terhadap mutu produk pelayanan, b) kemudahan dalam mengurus pelayanan.
  • Tingkat profesional petugas, yaitu mencakup bagaimana tingkat kemampuan keterampilan kerja petugas mengenai, sikap, perilaku dan kedisiplinan dalam memberikan pelayanan, apakah ada kebijakan untuk memotivasi semangat kerja para petugas. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu; a) sikap dan semangat kerja petugas dalam menangani pelayanan, b) ada tidaknya praktik pungli yang dilakukan petugas.
  • Tertib pengelolaan administrasi dan manajemen, yaitu mencakup bagaimana kegiatan pencatatan administrasi pelayanan, pengelolaan berkas, apakah dilakukan dengan tertib, apakah terdapat motto kerja, dan apakah pembagian tugas dilaksanakan dengan baik serta kebijakan setempat yang mendorong motivasi dan semangat kerja para petugas. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) cara petugas mengelola dan menyimpan dokumen/berkas pelayanan, b) ketersediaan fasilitas penunjang kelancaran, kemudahan dalam pelayanan, misalnya telepon, media pengumuman, monitor tv dan lain-lain.
  • Sarana dan prasarana pelayanan, yaitu mencakup keberadaan dan fungsinya, bukan hanya penampilannya tetapi sejauh mana fungsi dan daya guna dari sarana/fasilitas tersebut dalam menunjang kemudahan, kelancaran proses pelayanan dan memberikan kenyamanan pada pengguna pelayanan. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) kenyamanan konsumen atas fasilitas pelayanan yang ada, seperti ruang tunggu/AC, tempat duduk dan toilet, b) ketertiban dan kebersihan lingkungan kerja di instansi pelayanan (Kepmen PAN Nomor 58 Tahun 2002 dalam Pasolong, 2019, hlm. 158).

Kriteria Kualitas Pelayanan Publik

Kriteria yang digunakan untuk melakukan penilaian kualitas pelayanan publik dengan mengacu pada Kepmen PAN Nomor 81 Tahun 1993 (dalam Pasolong, 2019, hlm. 156) adalah sebagai berikut.

Kriteria Kualitatif

  • Kesederhanaan, yaitu bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang menerima pelayanan.
  • Kejelasan dan kepastian, yaitu mencakup: (a) prosedur/tata cara pelayanan, (b) persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif. (c) Unit kerja dan atau pejabat yang berwewenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan, (d) Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya, (e) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
  • Keamanan, yaitu bahwa proses hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
  • Keterbukaan, yaitu prosedur/tatacara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib ditransformasikan secara terbuka agar mudah diketahui oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
  • Efisiensi, yaitu bahwa (a) persyaratan pelayanan hanya dibatasi hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan, (b) Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
  • Ekonomis, yaitu bahwa pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan: (a) Nilai barang atau jasa pelayanan masyarakat tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran, (b) Kondisi atau kemampuan masyarakat untuk membayar, (c) ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Keadilan, yaitu bahwa pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

Kriteria Kuantitatif

  • Jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan (per hari, per bulan, atau per tahun) serta perkembangan pelayanan dari waktu ke waktu, apakah menunjukkan peningkatan atau tidak.
  • Lamanya waktu pemberian pelayanan.
  • Ratio/perbandingan antara jumlah pegawai/tenaga yang ada dengan jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan untuk menunjukkan tingkat produktivitas kerja.
  • Penggunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat dan mempermudah pelaksanaan.
  • Frekuensi keluhan dan atau pujian dari masyarakat mengenai kinerja pelayanan yang diberikan, baik melalui media massa maupun melalui kotak saran yang disediakan.
  • Penilaian fisik lainnya, misalnya kebersihan dan kesejukan lingkungan, motivasi kerja pegawai dan lain-lain aspek yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja pelayanan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun