Mohon tunggu...
Zulfa Syamsul
Zulfa Syamsul Mohon Tunggu... Desainer - Komunitas Muslimah Siatutui Soppeng

Ibu Profesional, peduli generasi, peduli keluarga dengan pandangan Islam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Irrelevansi Kampanye Cegah Pernikahan Anak

10 Oktober 2024   09:18 Diperbarui: 10 Oktober 2024   09:29 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai negeri muslim terbesar di dunia, Indonesia harus mampu membuat petanya sendiri dalam menciptakan generasi emas yang berprestasi dan mulia. Mulai dari perubahan total kurikulum sekolah dan pendidikan keluarga yang menyiapkan peserta didik untuk mampu menanggung beban (taklif hukum) saat usia anak sudah baligh. Maka pembahasan pernikahan dalam aspek peran dan tanggung jawab sebagai istri atau suami dilakukan dalam tiap jenjang pendidikan. Dengan sendirinya, anak bisa mengukur sendiri kesiapannya untuk menikah.

Tata pergaulan laki-laki dan perempuan memberikan batasan yang jelas bahwa interaksi keduanya tidak terjalin kecuali yang diperbolehkan oleh Islam. Seperti kebolehan interaksi dalam aspek pendidikan, kesehatan, jual beli dan penyelesaian soalan hukum. Di luar itu maka interaksi keduanya terputus dengan kata lain tidak ada pacaran atau pergaulan bebas. Kewajiban menutup aurat dan menundukkan pandangan (ghadul bashar) juga dipahamkan kepada peserta didik sembari negara menutup akses pornografi dan pornoaksi serta menerapkan sanksi bagi mereka yang melanggar aturan ini. Seperti adanya hukuman bagi pemuda yang tidak menutup aurat, hukuman bagi pemuda yang berkhalwat bahkan hukuman bagi pelaku zina.

Koq Lebih Mudah Zina daripada Nikah?

Meskipun Khazanah Islam terkait permasalahan ini dalam tataran normatif, preventif dan akuratif sudah sedemikian lengkap. Namun karena aqidah Islam tidak menjadi dasar dalam menata kehidupan maka aturan-aturan tersebut berujung pada sekedar teori semata, Islam tidak mewujud dalam peraturan kehidupan masyarakat. Karena itu pula kondisi saat ini dirasakan lebih mudah melakukan zina daripada nikah. Padahal Islam lebih menyuburkan pernikahan dan menutup pintu perzinaan. Karenanya dalam kehidupan yang Kaffah diatur oleh Islam, kasus zina DH dan P beserta  kasus zina lainnya tidak akan terjadi. DH yang tertarik kepada P bisa langsung melamar lantaran keduanya sudah baligh dan kebolehan berpoligami.

Kini DH sudah dalam jeruji besi. Sementara P sudah putus sekolah dan dalam Dinas perlindungan   Perempuan dan anak Gorontalo. Namun apakah sanksi ini akan membuat jera pelaku dan mencegah kasus serupa bermunculan? Jika tidak dengan Islam, dipastikan lebih mudah zina daripada nikah. Wallahu 'alam.

Oleh Zulfa Syamsul, ST (Komunitas Muslimah Siatutui Soppeng)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun