Â
~TAMAT~
============
Entah berapa kali saya liat di Facebook teman-teman saya memutuskan untuk tidak buka facebook sampai pilpres 2019 berakhir. Alasannya malas lihat perdebatan. Hal ini bisa dimaklumi, karena memang kenyataannya seperti itu. Setelah kedua kubu masing-masing mencalonkan diri, semakin panas lah status-status facebook saling lempar fitnah dan saling menjelekkan.
Beberapa dari postingan tersebut seringkali menggunakan referensi link website berita untuk mendukung pernyataannya. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk meyakinkan follower atau teman mereka ketika mereka membaca postingan tersebut di feed. Sayangnya, sebagian besar dari mereka tidak menyadari bubble filter atau algoritma gelembung. Yang masih belum tau apa itu bubble filter bisa buka artikel ini https://tirto.id/filter-bubble-sisi-gelap-algoritma-media-sosial-cwSU.
Pada intinya bubble filter adalah algoritma yang akan memudahkan kita mencari informasi yang relevan berdasarkan informasi yang sering kita baca atau yang kita bagikan. Sehingga, di news feed yang ada di home / Instagram bukan lagi diurutkan berdasarkan waktu, melainkan tingkat relevansi informasi yang terkait dengan kita. Sudah kebayang kan?
Contohnya, jika saya pendukung Pak De Jokowi, maka saya cenderung akan lebih suka membuka artikel yang isinya memuji Pak De, membaca dan re-share segala prestasi Pak De yang dibagikan dari potingan teman-teman, menulis postingan tentang kinerja positif Pak De,  serta meng-counter postingan dari kubu oposisi. Behaviour ini akan dibaca oleh algoritma dan nantinya akan menjadi faktor dari apa yang akan ditampilkan dalam news feed. Sehingga isi newsfeed di home isinya tidak jauh-jauh dari dukungan terhadap Pak De Joko dan citra negatif dari kubu oposisi. Begitupun sebaliknya.
Sayangnya, untuk temen/follower (viewer) yang tidak/belum berpikiran terbuka, hal ini lambat laun akan menjadikan mereka terisolasi secara intelektual. Sehingga menganggap pendapatnya yang paling benar karena berinteraksi dengan pemahaman yang sama setiap waktu. Dengan adanya kecenderungan, lama-lama akan menimbulkan fanatisme dan sikap antikritik.
Hal ini lah yang menurut saya (sebagian besar) membuat perpecahan diantara pendukung kedua capres ini kian memanas. Saling mengklaim bahwa pilihannya yang terbaik, yang sebenarnya justru menciderai nasionalisme persatuan Indonesia.
Seperti kasus di mula paragraf, biasanya dalam suatu grup chat/News Feed facebook, ada aja yang ngirimin broadcast message yang isinya penggiringan opini. Biasanya pesan berantai ini disertai link-link website berita untuk menguatkan opini mereka. Kalau ada yang mengcounter pendapat itu siap-siap aja di bilang cebong/kampret. Padahal bisa aja berita itu ngga bener/hoax.