Mohon tunggu...
Zulfa Ramadhani
Zulfa Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya menyukai hal yang berkaitan dengan sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketahanan Pangan dalam Perspektif Islam, Hikmah dari Peristiwa El-Nino

4 Desember 2024   10:10 Diperbarui: 4 Desember 2024   10:36 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masyarakat nusantara telah memiliki kebudayaan yang mengandung nilai-nilai yang bersumber pada keyakinan animisme, dinamisme, hindu dan buddha. Ajaran islam dan budaya nusantara saling terbuka untuk berinteraksi dalam praktik kehidupan masyarakat. 

Budaya lama tetap hidup, tetapi diisi dengan nilai-nilai keislaman. Perpaduan islam dengan kearifan lokal yang telah dilakukan oleh para penyebar agama islam di nusantara pada masa lampau ternyata memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan budaya nusantara. Budaya nusantara semakin diperkaya nilai-nilai ajaran islam yang menjadi sumber inspirasi dan pedoman kehidupan bagi masyarakat.

 Umat Muslim diwajibkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan tayyib. Tapi sayangnya tak sedikit masyarakat yang mengabaikan hal tersebut karena kekhilafahan mereka atau memang tak perduli dengan anjuran yang ada dalam agama. 

Halalan tayyiban terdiri dari dua kata yang memiliki arti yang berkaitan. Halalan merupakan bahasa Arab yang memiliki arti tidak terikat atau lepas. Maksudnya makanan yang dikonsumsi harus halalan (halal) yang dapat diartikan makanan yang lepas atau tidak terikat dengan hal hal yang membuat makanan dan minuman dilarang dikonsumsi.

PENDAHULUAN

Dalam Al-Qur’an, kata halal disebutkan untuk menjelaskan beberapa permasalahan seperti masalah muamalah, kekeluargaan perkawinan, dan terkait dengan masalah makanan ataupun rezeki (Nuryati, 2008). Namun demikian kata halal tersebut tidak banyak digunakan dalam menerangkan masalah makanan, minuman, dan rezeki. Kata halal dalam Al-Qur’an terkadang juga disifati dengan kata tayyib yang bermakna baik. 

Kedua kata tersebut disandingkan dan berkaitan antara satu dengan lainnya dalam masalah yang terkait aktivitas manusia secara umum dengan mengarah kepada aktivitas yang banyak dilakukan manusia yakni makanan.

Dalam Al-Qur’an kata halal dan tayyib memberikan isyarat bahwa halal saja tidak cukup namun harus disertai pula dengan adanya nilai kebaikan (tayyib). Ketetapan tentang haram dan halal segala sesuatu, termasuk urusan makanan, adalah hak absolut Allah dan Rasul-Nya (Mayasari, 2007). 

Sebagaimana yang disinggung di atas bahwa persyaratan halal ini terkait dengan standar syariat yang melegalisasinya, dalam arti boleh secara hukum. Adapun tayyib berkenaan dengan standar kelayakan, kerbersihan, dan efek fungsional bagi manusia.

  Bisa jadi sesuatu itu halal tapi tidak tayyib atau sebaliknya, tayyib (baik) tapi tidak halal. Dua syarat ini mutlak harus terpenuhi (halalan tayyiban) dalam segala sesuatu perbuatan, termasuk pada makanan atau minuman, atau yang berkaitan dengan sesuatu yang masuk ke tubuh sebagai energi. 

Halalan tayyiban merupakan asumsi dasar etika Islam yang akan mempengaruhi perilaku seorang muslim. Sebagaimana makna dari halalan tayyiban yaitu sesuatu yang halal lagi baik. 

Secara harfiah, halal arti asalnya adalah lepas atau tidak terikat sedang tayyib berarti baik, bagus (al-hasan), sehat (al-mu’afa), dan lezat (alladzidz). Setiap yang baik dan sehat itu pasti halal, tetapi belum tentu semua dan setiap yang halal itu baik (Qardhawi, 1980). Umat Muslim diwajibkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan tayyib. 

Tapi sayangnya tak sedikit masyarakat yang mengabaikan hal tersebut karena kekhilafahan mereka atau memang tak perduli dengan anjuran yang ada dalam agama. Halalan tayyiban terdiri dari dua kata yang memiliki arti yang berkaitan. Halalan merupakan bahasa Arab yang memiliki arti tidak terikat atau lepas. 

Maksudnya makanan yang dikonsumsi harus halalan (halal) yang dapat diartikan makanan yang lepas atau tidak terikat dengan hal hal yang membuat makanan dan minuman dilarang dikonsumsi.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Ketahanan Pangan 

Pangan dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai makanan. Makna makanan yaitu segala sesuatu yang boleh dimakan baik itu lauk pauk, hewani, kue, dan sebagainya. 

Definisi ketahanan pangan menurut PBB ialah food security is availability to avoid acute food shortages in the event of wide spread crop failure or other disaster (ketahanan pangan ialah ketersediaan untuk menghindari kekurangan pangan ketika gagal panen atau terjadi bencana). Ketahanan pangan mengalami perubahan dan perkembangan sejak adanya Conference of Food and Agriculture pada tahun 1943.

 Pemaknaan ketahanan pangan sangat bervariasi. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), yang dimaksud ketahanan pangan adalah semua orang setiap saat mempunyai akses dalam kebutuhan konsumsinya untuk selalu hidup sehat dan produktif. 

Ketahanan pangan sebagaimana yang dillustrasikan oleh International Food Policy Research Institute yaitu ketika semua orang, setiap saat, memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi yang memenuhi preferensi pangan dan kebutuhan pangan mereka demi kehidupan yang aktif dan sehat. 

Sedangkan pengertian ketahanan pangan yang disebutkan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012, adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Pengertian tersebut di atas mengillustrasikan bahwa ketahanan pangan memiliki lima unsur yang harus dipenuhi yakni berorientasi pada rumah tangga dan individu, dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses, menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial, berorientasi pada pemenuhan gizi, serta ditujukan untuk hidup sehat dan produktif. 

Sesungguhnya pada mulanya ketahanan pangan berasal dari kegelisahan dan pertanyaan akankah dunia dapat memproduksi pangan yang cukup. 

Pertanyaan tersebut, kemudian berkembang dan dipertegas oleh International Food Policy Research Institute menjadi dapatkah dunia memproduksi pangan yang cukup pada tingkat harga yang pantas dan terjangkau oleh kelompok miskin. 

Setelah itu awal 1990-an, pertanyaan tersebut telah jauh lebih lengkap dan kompleks yaitu dapatkah dunia memproduksi pangan yang cukup pada tingkat harga yang pantas dan terjangkau oleh kelompok miskin serta tidak merusak lingkungan hidup.

2. Pilar Ketahanan Pangan

a. Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan berhubungan dengan suplai pangan melalui produksi, distribusi, dan pertukaran. Produksi pangan ditentukan oleh berbagai jenis faktor, termasuk kepemilikan lahan dan penggunaannya; jenis dan manajemen tanah; pemilihan, pemuliaan, dan manajemen tanaman pertanian; pemuliaan dan manajemen hewan ternak; dan pemanenan. 

Produksi tanaman pertanian dapat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan curah hujan. Pemanfaatan lahan, air, dan energi untuk menumbuhkan bahan pangan sering kali berkompetisi dengan kebutuhan lain. Pemanfaatan lahan untuk pertanian dapat berubah menjadi pemukiman atau hilang akibat desertifikasi, salinisasi, dan erosi tanah karena praktik pertanian yang tidak lestari. 

Produksi tanaman pertanian bukanlah suatu kebutuhan yang mutlak bagi suatu negara untuk mencapai ketahanan pangan. Jepang dan Singapura menjadi contoh bagaimana sebuah negara yang tidak memiliki sumber daya alam untuk memproduksi bahan pangan namun mampu mencapai ketahanan pangan.

 Distribusi pangan melibatkan penyimpanan, pemrosesan, transportasi, pengemasan, dan pemasaran bahan pangan. Infrastruktur rantai pasokan dan teknologi penyimpanan pangan juga dapat mempengaruhi jumlah bahan pangan yang hilang selama distribusi. Infrastruktur transportasi yang tidak memadai dapat menyebabkan peningkatan harga hingga ke pasar global. 

Produksi pangan per kapita dunia sudah melebihi konsumsi per kapita, namun di berbagai tempat masih ditemukan kerawanan pangan karena distribusi bahan pangan telah menjadi penghalang utama dalam mencapai ketahanan pangan.

b. Akses Pangan

Akses terhadap bahan pangan mengacu kepada kemampuan membeli dan besarnya alokasi bahan pangan, juga faktor selera pada suatu individu dan rumah tangga. PBB menyatakan bahwa penyebab kelaparan dan malgizi sering kali bukan disebabkan oleh kelangkaan bahan pangan namun ketidakmampuan mengakses bahan pangan karena kemiskinan. Kemiskinan membatasi akses terhadap bahan pangan dan juga meningkatkan kerentanan suatu individu atau rumah tangga terhadap peningkatan harga bahan pangan. 

Kemampuan akses bergantung pada besarnya pendapatan suatu rumah tangga untuk membeli bahan pangan, atau kepemilikan lahan untuk menumbuhkan makanan untuk dirinya sendiri. Rumah tangga dengan sumber daya yang cukup dapat mengatasi ketidakstabilan panen dan kelangkaan pangan setempat serta mampu mempertahankan akses kepada bahan pangan. 

Terdapat dua perbedaan mengenai akses kepada bahan pangan. (1) Akses langsung, yaitu rumah tangga memproduksi bahan pangan sendiri, (2) akses ekonomi, yaitu rumah tangga membeli bahan pangan yang diproduksi di tempat lain. Lokasi dapat mempengaruhi akses kepada bahan pangan dan jenis akses yang digunakan pada rumah tangga tersebut. 

Meski demikian, kemampuan akses kepada suatu bahan pangan tidak selalu menyebabkan seseorang membeli bahan pangan tersebut karena ada faktor selera dan budaya. Demografi dan tingkat edukasi suatu anggota rumah tangga juga gender menentukan keinginan memiih bahan pangan yang diinginkannya sehingga juga mempengaruhi jenis pangan yang akan dibeli.

 USDA menambahkan bahwa akses kepada bahan pangan harus tersedia dengan cara yang dibenarkan oleh masyarakat sehingga makanan tidak didapatkan dengan cara memungut, mencuri, atau bahkan mengambil dari cadangan makanan darurat ketika tidak sedang dalam kondisi darurat..

c. Pemanfaatan Pangan

Ketika bahan pangan sudah didapatkan, maka berbagai faktor mempengaruhi jumlah dan kualitas pangan yang dijangkau oleh anggota keluarga. Bahan pangan yang dimakan harus aman dan memenuhi kebutuhan fisiologis suatu individu. Keamanan pangan mempengaruhi pemanfaatan pangan dan dapat dipengaruhi oleh cara penyiapan, pemrosesan, dan kemampuan memasak di suatu komunitas atau rumah tangga. 

Akses kepada fasilitas kesehatan juga mempengaruhi pemanfaatan pangan karena kesehatan suatu individu mempengaruhi bagaimana suatu makanan dicerna. Misal keberadaan parasit di dalam usus dapat mengurangi kemampuan tubuh mendapatkan nutrisi tertentu sehingga mengurangi kualitas pemanfaatan pangan oleh individu.

 Kualitas sanitasi juga mempengaruhi keberadaan dan persebaran penyakit yang dapat mempengaruhi pemanfaatan pangan sehingga edukasi mengenai nutrisi dan penyiapan bahan pangan dapat mempengaruhi kualitas pemanfaatan pangan.

d. Stabilitas Pangan

Stabilitas pangan mengacu pada kemampuan suatu individu dalam mendapatkan bahan pangan sepanjang waktu tertentu. Kerawanan pangan dapat berlangsung secara transisi, musiman, ataupun kronis (permanen). 

Pada ketahanan pangan transisi, pangan kemungkinan tidak tersedia pada suatu periode waktu tertentu. Bencana alam dan kekeringan mampu menyebabkan kegagalan panen dan mempengaruhi ketersediaan pangan pada tingkat produksi. Konflik sipil juga dapat mempengaruhi akses kepada bahan pangan. Ketidakstabilan di pasar menyebabkan peningkatan harga pangan sehingga juga menyebabkan kerawanan pangan.

 Faktor lain misalnya hilangnya tenaga kerja atau produktivitas yang disebabkan oleh wabah penyakit. Musim tanam mempengaruhi stabilitas secara musiman karena bahan pangan hanya ada pada musim tertentu saja. 

Kerawanan pangan permanen atau kronis bersifat jangka panjang dan persisten. Stabilitas pangan merupakan taraf tertinggi dari tingkatan kepemilikan atau penguasaan pangan. Urutan tingkatan yang dimaksud mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah pertama: ketahanan pangan, kedua: kemandirian pangan, dan ketiga: ketangguhan atau stabilitas pangan.

e. Ayat dan Hadits Ketahanan Pangan

Secara eksplisit ada beberapa ayat al-Qur’an yang memuat pesan tentang ketahanan pangan, di antaranya, yaitu: QS. 12 (Yusuf) Ayat 47, QS. 16 (An-Nahl) Ayat 6 dan 14, QS. 6 (Al-An’am) Ayat 141- 142, QS. 4 (An-Nisa’) Ayat 29, QS. 9 (At-Taubah) Ayat 60, QS. 2 (AlBaqarah) Ayat 267, QS. 7 (Al-A’raf) Ayat 31, dan QS. 2 (Al-Baqarah) ayat 168. Secara kontekstual, ayat-ayat tersebut mengidikasikan program peningkatan ketahanan pangan secara Qur’ani. 

Adapun yang menjadi titik perbedaan dengan konsep ketahanan pangan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah dalam al-Qur’an memuat pesan halal sejak proses produksi hingga konsumsi, sehingga pangan yang dikonsumsi dapat bermanfaat bagi kebutuhan dan kecukupan manusia, bukan saja aspek jasmani material tetapi juga aspek rohani spiritual.

Allah Swt. mengisahkan dalam Al-Qur’an cerita Nabi Yusuf As. sebagai pelopor sekaligus konseptor dalam membuat strategi ketahanan pangan yang kuat. Pelajaran dari Nabi Yusuf ini tertuang dalam surah Yusuf ayat 46-49. 

Pelajaran penting yang dapat dipetik dari kisah Nabi Yusuf As. dalam menghadapi krisis pangan, bermula saat sang raja bermimpi yang berkaitan dengan masa depan negaranya, lalu tidak ada satu pun para penasehat dapat menakwilkan mimpi raja tersebut. Hingga akhirnya salah seorang pelayan memberi usul agar raja mengutusnya untuk menemui orang ang pandai dalam menakwilkan mimpi, yaitu Yusuf.

Suatu hari raja Mesir, Ar-Rayyan bin Al-Walid bermimpi tentang tujuh ekor sapi betina gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina kurus-kurus, dan tujuh bulir (gandum) hijau, serta tujuh bulir yang lain kering. 

Mimpi (ar-ru’ya) itu pun diceritakan kepada Al-Mala’ supaya ditafsirkan. Al-Mala’ justru menganggap mimpi itu adalah adgas ahlam. Mimpi tersebut telah menimbulkan beban psikis berat bagi raja Ar-Rayyan bin Al-Walid. Tindakan raja meminta pendapat atau nasehat kepada para penasehat istana juga menunjukkan beban psikis yang dialaminya berat. 

Mimpi ini menjadi simbol realitas yang akan terjadi dengan masa depan negara yang dipimpinnya. Oleh karena mimpi ini dialami oleh seorang raja, maka mimpi ini merupakan mimpi besar dan penting. Oleh sebab itu, mimpi ini sulit ditafsirkan dan membuat raja sangat gelisah, dan raja pun meminta nasehat kepada para penasehatnya untuk mena’wilkan mimpi tersebut. 

Karena tidak ada satupun penasehat kerajaan yang mampu memberikan jawaban atas mimpi raja dengan penjelasan yang memuaskan maka sang raja meminta bantuan kepada Yusuf untuk membantu menafsirkan mimpinya.

Persoalan menarik yang perlu dicermati dalam mimpi raja adalah penggunaan tanda sapi betina gemuk-gemuk, sapi betina kurus-kurus, bulir (gandum) hijau, dan bulir kering. Sapi merupakan simbol hewan ternak. 

Hal ini menunjukkan salah satu komoditi ekonomi masyarakat Mesir kala itu adalah industri peternakan. Bulir gandum merupakan simbol pertanian. Hal ini menunjukkan salah satu komoditi ekonomi yang lain adalah industri pertanian. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa mimpi raja berkaitan dengan persoalan kehidupan rakyat. Yusuf menjelaskan arti mimpi raja berdasarkan wahyu yang diterimanya dari Allah Swt. 

Mesir negara yang mengalami masa subur selama tujuh tahun akan berganti menghadapi masa paceklik selama tujuh tahun. Yusuf memberikan masukan kepada raja dengan perencanaan strategis untuk membangun ketahanan pangan yang kuat, yaitu: produksi massal gandum dan manajemen stok pangan. 

Dalam menjelaskan takwil mimpi raja, yusuf tidak hanya berhenti pada hakikat arti mimpi itu. Selain menunjukkan sebuah prediksi kebenaran mimpi, Yusuf juga memberikan tawaran solusi untuk menghadapi krisis ekonomi (Q.S. 12 (Yusuf) Ayat 47 dan 48). Dia (Yusuf) berkata, agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. 

Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun-tahun sulit), kecuali sedikit apa (bibit gandum) yang k

amu simpan. Sang raja menerima tawaran solusi yang diberikan Yusuf untuk mengatasi krisis pangan dengan produksi massal gandum dan manajemen stok pangan. Ketika tiba masa paceklik yang melanda Mesir, warganya tetap tenang lantaran banyak cadangan makanan dalam lumbung. Bahkan makanan tersebut membantu Mesir dalam melewati masa-masa sulit selama paceklik. Bahkan, ketahanan pangan negara Sungai Nil saat itu menjadikanya sebagai pengekspor gandum untuk negeri-negeri perserikatan Mesir, seperti Mesopotamia, Suriah, dan Kan’an, ketika negeri-negeri tersebut mengalami musim kemarau yang sama. 

Dalam mencapai ketahanan pangan yang kuat, Nabi Yusuf As. juga menerapkan tiga strategi, yaitu: Pertama produksi masal pangan, kedua, penyimpanan sebagian besar hasil produksi pertanian dan ketiga, kebijakan hidup hemat yang harus dipatuhi oleh semua elemen negara. Ketiga strategi ini telah berhasil mengantarkan Mesir melawati masa-masa krisis dengan selamat dan membawa ketenangan serta kesejahteraan bagi rakyatnya. 

Dalam mengimplementasikan strategi ketahanan pangan, ada tiga strategi yang diterapkan dalam kebijakan Nabi Yusuf As., yaitu: Pertama, peningkatan produksi pangan, kedua, penyimpanan sebagian besar hasil produksi pertanian, dan ketiga, kebijakan hidup hemat yang harus dipatuhi semua elemen Negara. Jika ketiga strategi Nabi Yusuf As. 

diterapkan ke dalam ketahanan pangan nasional, implikasinya antara lain, stok pangan dalam negeri akan tercukupi, sehingga kita tidak perlu impor bahan pangan dari Negara lain. Kemudian terjadi stabilisasi mata uang rupiah, karena kita memiliki cadangan devisa yang besar, yakni dari kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah. Dalam hal ini, akan dijelaskan lebih lanjut terkait kontribusi ketahanan pangan Nabi Yusuf As. bagi ketahanan pangan nasional, khususnya bagi stabilitas rupiah, karena di Indonesia, uang merupakan suatu komoditas.

PENUTUP

Halalan tayyiban juga menjadi salah satu bukti tentang integral dan holistiknya Islam dalam mengatur hal-hal yang baik bagi manusia dan kehidupannya. Islam juga menjadi sebuah tolak ukur bagaimana kita hanya memberi asupan yang terbaik lagi diridai oleh Allah Swt. 

Oleh karena itu, kita patut berbangga sebagai seorang muslim karena aturan-aturan yang berkenaan dengan pola makan, mutu makanan, kualitas makanan sangat ketat diatur dalam syariat Islam. Kebudayaan barat telah membuktikan bahwa negara-negara multipower seperti Amerika berjuang keras untuk menurunkan persentase obesitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun