Mohon tunggu...
zulfaniadrian
zulfaniadrian Mohon Tunggu... Lainnya - Pencari ketenangan

Hidup dalam dingin Diam dalam gelap Bersahabat dengan bayangan

Selanjutnya

Tutup

Book

Cuplikan novelku

3 Februari 2025   07:10 Diperbarui: 3 Februari 2025   02:15 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:dokumen pribadi

Hari itu, hujan sangat deras. Terlihat seorang pria menggunakan hoodie berwarna abu-abu sedang duduk di depan teras rumahnya sambil menikmati secangkir kopi. Kepulan asap diatas cangkir menandakan panasnya kopi itu. Tangannya sedang mencapit sebatang rokok yang sedang dia nikmati. "Hidup ini memang penuh tantangan ya, tapi bagaimanapun juga, aku harus bisa mewujudkan impianku" kepulan asap keluar dari mulutnya . Namanya Arda, seorang pria berumur 22 tahun, dia merupakan lulusan pesantren. Dia memiliki tampilan yang agak berantakan. Namun sebenarnya dia merupakan orang yang cerdas, bahkan banyak diantara temannya yang mengakui kecerdasannya saat masih di pesantren. Dia memiliki impian yang besar. Mencapai ketenangan yang abadi, adalah tujuan hidupnya selama ini. Meski dia diakui oleh rekan-rekannya dipesantren, namun di mata masyarakat dia hanya orang biasa. Ya, karena dia memiliki sifat pendiam, menjadikannya sangat sulit untuk membuktikan diri di masyarakat.

Keesokan harinya, pagi yang cerah menyambut dengan indahnya. Arda terlihat sedang berjalan-jalan di alun-alun kota sambil menekuk kedua lengannya dibelakang kepala dengan langkah yang santai. Dia menoleh kekanan dan kirinya, terlihat hiruk pikuk orang lain yang sedang beraktivitas disana. Ada yang sedang berjualan, ada yang sedang jajan, dan ada juga orang yang hanya ikut nongkrong disana. Arda pun berhenti disebuah warung yang menyediakan kopi, dia duduk disebuah kursi yang menghadap langsung ke alun-alun. "Bu kopi itemnya satu", dengan nada yang santun, Arda langsung memesan kopi. "Iya A, sebentar ya". Arda membalas perkataan si ibu penjaga warung dengan senyuman. "Sendirian aja A?", Si ibu bertanya kepada Arda. "Hehe, iya nih bu, emang biasanya sendirian kemanapun juga", Arda menjawab pertanyaan si ibu dengan sedikit tertawa. "Biasanya sih kalo nongkrong sambil bawa pacar atau seenggaknya temen cewek lah", si ibu sedikit bercanda kepada Arda. "Ah males aja inimah Bu, lagian dari dulu belum pernah pacaran". Arda merespon dengan santai. Si ibu sedikit terkejut mendengarnya, si Ibu berjalan sambil membawa kopi ke meja Arda. "Wih bagus nih, jarang-jarang ada yang punya pendirian kek kamu", berusaha menghormati pilihan yang diambil Arda. Sambil menikmati kopi, Arda terus mengamati sekelilingnya. Sampai tiba-tiba, matanya tertuju pada seorang wanita cantik jelita yang berada di samping warung tempat dia membeli kopi. Namanya Lilia, seorang wanita cerdas dengan paras cantik, pipinya yang merah merona, semakin mempercantik dirinya, dia menggenakan kerudung berwarna hitam dengan baju kemeja berwarna  pink, membuatnya semakin tampak elegant. Terlihat Lilia sedang asyik mengobrol dengan temannya, sambil menikmati jajanan yang mereka beli. Lilia yang menyadari kalo Arda sedang memperhatikannya, langsung menoleh kearah Arda. Terjadilah kontak mata diantara keduanya, Arda langsung menundukan kepalanya karena malu. Ketika dilihat oleh Lilia, jantung Arda berdetak dengan cepat. Syifa, teman Lilia yang sedang duduk disampingnya, ternyata memperhatikan kejadian tadi. Syifa adalah teman Lilia sejak dari SMP. Syifa: "pssssst, liat tuh,daritadi dia ngeliatin kamu terus, sana samperin gih, siapa tau jodoh" dia mengerjai Lilia yang sedang makan cemilan. Lilia berhenti menikmati cemilannya, "Apaan sih" celetuknya dengan nada kesal sambil melihat Syifa dengan tatapan sinis. "Ah gamau ah, gak mood lagi" Lilia beranjak dari tempat duduknya, lalu pergi meninggalkan Syifa. Syifa yang melihat hal itu, langsung mengejar Lilia. Arda yang dari tadi menunduk, kembali menoleh ke arah Lilia, dia masih bingung mengapa saat melakukan kontak mata tadi, tiba-tiba jantungnya berdetak dengan cepat. Setelah menghabiskan kopinya, Arda pun beranjak pergi, meninggalkan alun-alun kota dengan hiruk pikuknya. "Bu, makasih ya" sambil beranjak pergi.

Di perjalanan, Arda terus melewati keramaian yang tak henti-hentinya berlalu lalang. Melihat anak kecil bermain dan aktifitas lainnya. Tak lama, terdengar suara adzan ashar. Arda  segera mempercepat langkahnya. Sesampainya di mushola, dia bergegas untuk berjamaa'ah. "Arda, sini!!, kamu kedepan". terdengar suara Pak Ustadz, yang tak lain adalah pemilik kost yang sering mengobrol bersamanya. Arda terbelalak kaget, "iya silahkan aja Pak", Arda memberi isyarat dengan tangannya. Setelah selesai sholat Pak Ustadz mengajak Arda berbincang-bincang. Dia tahu kalo Arda seorang santri dari sepupunya, sepupunya menceritakan kalo Arda sangat cerdas dan pandai mengaji. Pak Ustadz hanya bisa menyemangati Arda untuk tetap menjalani hidupnya dengan sabar. "Yah, namanya juga santri. Pas awal mukim pasti bingung mau ngapain. Mau ngajar belom ada muridnya, mau ngadain pengajian belom ada biayanya, mau kerja bingung juga. Haha, asal di jalanimah nanti juga bakal ketemu jalannya". Pak Ustadz sedikit tertawa, dia juga mengingat bagaimana keadaannya, ketika dia masih pertama mukim. "Jadi apa rencana kamu selanjutnya Arda?" Sambil menatap Arda. Arda tersenyum "banyak yang bakal saya lakuin, yang pasti saya bakal bikin sejarah dan bikin agama Islam lebih dikenal lagi". "Semangat yang bagus Arda, Bapak cuma bisa bantu do'a disini" senyumnya kembali merekah.

Setelah berpamitan, Arda pun pergi pulang ke kost-annya, tak lupa dia membeli rokok dan kopi ke warung di pinggir jalan. Sesampainya di kost-an, Arda nongkrong di halamannya. Ternyata ada orang yang pindah ke kost-an disampingnya. Saat dia menoleh, ternyata yang pindah kesampingnya adalah Lilia dan Syifa, mereka pindah agar lebih dekat dengan kampus mereka. "Cewek itu... Bukannya yang tadi ada disamping pas nongkrong di alun-alun ya?? " Arda bergumam didalam hatinya sambil terus memperhatikan.

Malam hari datang dengan kesejukannya, Arda yang sedang asyik menikmati kopi dan rokok di halamannya, melihat Lilia yang keluar dari pintu kostnya, wajahnya nampak bingung, ia menoleh kekanan dan kekiri, sampai akhirnya dia menemukan Arda yang sedang bersantai di halaman.

Lilia: "A, maaf, apotek yang deket dimana ya?"

Arda: " jam seginimah udah pada tutup neng, ada juga yang lumayan jauh, emang ada apa ya?".

Lilia: "temenku tiba-tiba sakit, aku mau beliin dia obat sama makanan".

Arda: "gimana kalo aku anter neng?"

Lilia yang kebingungan menatap kearah Arda, dia baru sadar bahwa ternyata yang dia ajak ngobrol daritadi adalah Arda, ya, cowok yang dia temui ditaman. Karena terpaksa, Lilia akhirnya menyetujui saran Arda untuk di antar ke apotek. Saat dijalan, " eh iya, kenalin, saya Arda", Arda berusaha memecah kecanggungan diantara mereka. "Eumm.. iya, saya Lilia". "Ngekost biar deket ke kampus ya neng?". Lilia sedikit mengangkat kepalanya, "iya nih kalo dari rumah lumayan ongkosnya." "Hehe , pasti sih, apalagi kalo terus bulak balikmah repot juga kan ya", Arda tertawa sambil melihat Lilia. Suasana pun kembali hening, rasa dingin yang menyelimuti mereka membuatnya mereka ingin segera sampai. "Nah itu tuh, saya tunggu didepan ya". Arda berhenti di pinggir jalan.

"Udah A". Terdengar suara lembut Lilia, dia berjalan dengan santai. Terlihat jelas dia menunjukan ekspresi kedinginan. Arda yang menyadari kalo Lilia kedinginan, langsung melepas jaketnya, dan memberikannya kepada Lilia. "Pake ini neng, biar gk dingin" dengan nada datar dan tanpa menoleh sedikitpun Arda memberikan jaketnya. Dalam hati, Lilia hendak menolaknya, namun melihat dari nadanya, membuat dia tidak berani untuk mengembalikannya.

Bagi kalian yang suka silahkan cek di fizzo ya... Saya juga menyisipkan sedikit pelajaran yang bisa kalian ambil dalam cerita ini. Jadi jangan lupa beri komentar rating dan komentar ha

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun