Setelah lima belas menit tertahan oleh kemacetan, maka bis tayo dengan bentuk seperti kaplet obat yang saya naiki pun melaju dengan cukup nyaman. Sesekali macet hanya terjadi di seputar perkantoran, selebihnya nyaman. Namun, ada sedikit yang mengganjal di hati saya ketika melihat ke arah luar dari balik jendela bis. Yaitu banyaknya foto-foto caleg yang berserakan dan ditempel di pohon-pohon pinggir jalan.
Sungguh ketika melihat barisan wajah foto caleg di sepanjang jalan, membuat saya kehilangan momen-momen romantis ketika duduk di dekat jendela saat hujan turun. Tidak ada puisi yang bisa tulis ketika melihat wajah mereka yang minta untuk ditusuk itu.
Jalan Sultan Adam
Setelah macetnya Jalan Pramuka terlewati, bis yang saya naiki membelok ke arah kiri ke Jalan Veteran. Jalan yang terasa sedikit lenggang, karena jauh lebih lebar daripada jalan Pramuka. Setelah menurunkan dan membawa penumpang baru di halte di Jalan Veteran, bis tayo dengan bentuk kaplet obat ini pun mengarah ke Jalan Sultan Adam yang memiliki jalan yang lebar.
Nah, saat mulai melintasi Jalan Sultan Adam inilah perjalanan lebih terasa menyenangkan. Karena bis yang saya naiki bisa melaju dengan mulus, ditambah tidak terlihat lagi foto-foto caleg yang dipaku ke batang-batang pohon seperti di Jalan Veteran tadi.
Hal paling unik ketika melintasi Jalan Sultan Adam adalah ketika bis yang saya naiki melintas di atas Jembatan Banua Anyar. Bukan hanya karena ada pemandangan sungai Martapura, tapi juga ada Museum Perjuangan rakyat Kalimantan Selatan yang terletak di bawah jembatan tersebut.
Museum Waja Sampai Ka Puting alias Wasaka ini terletak di pinggiran Sungai Martapura. Memiliki bentuk khas yaitu rumah tradisional Banjar yaitu Bubungan Tinggi. Letaknya yang tepat di pinggir sungai mungkin ingin menyiratkan bagaimana Urang Banjar dulu hidup sebagai masyarakat sungai.
Kayu Tangi Ujung
Setelah melalui jalanan yang mulus dengan sedikit halangan, akhirnya bis yang saya naiki tiba di daerah Kayu Tangi Ujung. Jalanan menjadi sedikit menyempit, dan di beberapa titik ada genangan air akibat hujan yang belum reda.
Daerah Kayu Tangi ini adalah daerah perkantoran, toko, dan juga kampus, yang mestinya juga macet dan semrawut. Hanya saja ketika kami tiba di sana, suasana sudah cukup lenggang dan laju bis tayo tidak tersendat seperti sebelumnya. Mungkin karena saat di sana, waktu sudah menunjukkan pukul hampir setengah sembilan pagi.
Setelah menurunkan dan menaikkan penumpang di daerah Kayu Tangi, bis tayo yang saya tumpangi melaju ke arah Handil Bakti. Jalur yang dilintasi menjadi semakin lebar, karena jalan di daerah Alalak dan Handil Bakti ini merupakan jalur transkalimantan.
Hal yang paling menarik ketika melintasi daerah ini adalah ketika bis yang saya naiki melintasi jembatan Alalak yang dibangun di atas Sei. Alalak. Walau nama resminya adalah Jembatan Sei. Alalak dan baru saja diresmikan oleh Presiden Jokowi pada Oktober 2021 lalu, orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan Jembatan Basit.
Jembatan yang megah dengan arsitektur modern itu benar-benar memukau. Saya hanya bisa membayangkan bagaimana jika melaluinya di malam hari, pastilah cahaya dari ratusan lampu di jembatan Sei. Alalak itu akan berkilauan dengan indahnya.
Sekarang ketika semakin mendekati tujuan yaitu kampus UMB, penumpang bis yang saya naiki semakin sedikit. Kini hanya ada tersisa dua orang penumpang yang tersisa. Selain suasana di dalam bis yang terasa lebih lenggang, jalanan yang ditempuh bis tayo ini pun terasa jauh lebih lapang.
Baru saya tahu ternyata halte UMB adalah halte terakhir alias yang paling ujung. Bis transbakula alias tayo setelah tiba di halte terakhir itu akan memutar kembali ke terminal Pal 6. Bis melaju dengan tenang hingga akhirnya mengantarkan saya tiba di halte terujung. Dan yang paling menarik adalah karena saat itu masih hujan, bis yang saya tumpangi atas permintaan ibu-ibu teman seperjalanan saya yang ternyata adalah seorang dosen di UMB, pramudi bis tayo ini mau mengantarkan kami sampai tepat di halaman kampus.
Di ujung perjalanan yang ternyata tidak sesuai perkiraan saya---alias hampir dua jam ini, karena macet di beberapa titik. Tiba-tiba muncul sebuah pikiran, hasil permenungan dan harapan saya.Boleh jadi kebanyakan warga di Banjarmasin dan Banjarbaru belum tahu bahwa naik moda transportasi umum seperti bis tayo ini sesungguhnya sangat nyaman. Dengan tampilan yang terbilang modern, full AC dan vibes ala-ala drama Korea dan Jepang yang harusnya bisa menarik perhatian anak muda, sungguh disayangkan masih banyak yang belum memanfaatkan keberadaannya.
Pula, dengan menggunakan transportasi umum alih-alih kendaraan pribadi, yang bisa membawa banyak orang seperti bis tayo ini, sedikit banyak masalah kemacetan bisa dikurangi. Karena ketika satu orang saja memutuskan untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi, maka berkurang jua satu kendaraan pribadi di jalan, jalanan jadi semakin lenggang, dan kita akan tepat waktu sampai tujuan.