Mohon tunggu...
Zulfa MuasarohBinti
Zulfa MuasarohBinti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya Zulfa, mahasiswi jurusan Perbankan Syariah

Saya Zulfa, mahasiswi jurusan Perbankan Syariah di salah satu PTKIN di Malang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harimu Berat? Coba Dengar Kisah Kami Dulu!

3 Juni 2022   07:08 Diperbarui: 3 Juni 2022   07:28 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kamu pernah tidak sih merasa kalau seluruh beban yang ada di pundakmu terlalu berat? Saya rasakan itu dalam satu semester ini. 

Halo, perkenalkan. Saya Zulfa, biasa dipanggil Jul. Salah satu mahasiswi dari fakultas ekonomi di UIN Maulana Malik Ibrahim malang. Kita akan kisahkan bagaimana satu semester ini berakhir.

Saya yakin kamu pasti tahu bagaimana rasanya mengerjakan tugas yang berhubungan dengan observasi, wawancara, dan kerja lapangan. Dosen saya ini unik, kami tidak diberi materi seperti dosen lain, malah kami sendiri yang diminta mencari materinya. Dengan cara apa? Yak, dengan mewawancarai seluruh kegiatan yang berhubungan dengan mata kuliah.

Awalnya saya jalani saja, sebab memang begini metode yang diberikan oleh Dosen saya. Saya tidak keberatan pada tugas-tugas awal, tetapi makin kesini ....

Saya mulai keluhkan penugasan yang diberi ketika memasuki tugas empat dan tugas lima. Di sana beliau meminta kami untuk mendatangi tempat ibadah agama lain. Saya yakin ini memang bagian dari pembelajaran mata kuliah kewarganegaraan, sebagai warga negara yang terdiri atas banyak jenis agama, kami diminta untuk mengamati segala rupa perbedaan yang ada. 

Tetapi kami tidak temukan keberanian pada awalnya. Kami saling tunjuk, saling menghindar satu sama lain sebab pergi ke rumah ibadah adalah hal yang menguji keimanan pula (saya yakin Bapak Dosen sudah rencanakan ini) kami takut kalau akidah kami goyah (yah walau mustahil) tapikan bisa saja! 

Akhirnya saya berhasil mendatangi salah satu gereja umat katolik terdekat di Malang. Kebetulan ibadah misa sedang dilakukan sehingga pastor (mereka panggil beliau Romo) sedang standby di gereja. 

Kami belum berani masuk, lalu salah satu dari kami beranikan untuk bertanya kepada satpam apakah diperbolehkan mewawancarai siapapun anggota gereja di sana (padahal Bapak Dosen minta pemuka agamanya langsung). Bapak satpam kebingungan, mungkin sebab kami segerombol wanita muslimah, berhijab, lumayam syari, kok datang ke gereja berbondong-bodong? Apakah mau mengikuti sakramen baptis untuk jadi umat gereja?

Lalu pak satpampun sampaikan pesan kami kepada salah satu pengurus. Seorang wanita muda mendatangi kami. Dengan wajah bersungut-sungut (tidak ramah), juga nada yang kurang mengenakkan. Kami diizinkan masuk kalau ada surat izin, tetapi kami tidak punya. Akhirnya perdebatan dan pertimbangan dimulai. 

Pemgurus gereja yang lebih senior datang, kami dipersilahkan. Awalnya hanya dua orang, si pewawancara dan kameramen, tetapi dengan kebaikan hatinya, kami diziinkan semua buat wawancara. 

Hal yang paling menakutkan tetapi seru adalah ... kami wawancarai pastor dan bandingkan seluruh ajaran di masing-masing agama, mereka juga cukup terbuka.

Waktu saya berdebat dengan pengurus gereja yang lebih muda, saya sempat marah-marah dan mengeluh atas tugas yang diberikan oleh Dosen saya. Tetapi ketika sudah selesai dan berhasil mendapat banyak wawasan dari gereja, saya jadi tahu. Oh ini yang diharapkan Bapak Dosen. 

Not bad lah ya, pengalaman itu tidak datang ketika saya diam saja. 

Saya yang awalnya penuh keluhan, begitu mendapat banyak ilmu yang tidak diajarkan di kampus manapun (kapan lagi kami dapat informasi tentang baptis, misa, pernikahan campuran dari sumbernya langsung?) saya jadi senang. Kayak ... unik nggak sih? Kampus mana yang ada tugasnya beginian? Kampus kami saja deh sepertinya.

Bapak Dosen dan mata kuliahnya dari semester satu memang berbeda dari yang lain. Kami lebih sering habiskan jam kelas untuk terjun ke lapangan. Atau kalau tidak, kami akan mempresentasikan isu-isu yang tengah viral, lalu menyampaikan pendapat. Di sini saya merasa keren, saya kayak mahasiswi jurusan hukum yang dipaksa buat berpikir kritis.

Pada perkuliahan semester awal, saya tidak rasakan berbedaan yang signifikan antara sekolah SMA dan kuliah. Kayak ... sama aja, sama-sama zoom, meet, dan sebagainya. Cuma kalau kuliah lebih ketat. Lalu muncullah satu mata kuliah ini ... kewarganegaraan. Saya tidak berekspektasi banyak, tapi ... wah Bapak Dosen kami sungguh luar biasa! Apa istilahnya? Hm ... anti mainstream!

Saya sempat dengar apa alasan beliau mengadakan metode kelas yang demikian, katanya sih mahasiswa harus bisa terapkan semua ilmunya ke kehidupan sehari-hari. Apa gunanya mahasiswa belajar teori kalau tidak ada yang bisa dia berikan untuk masyarakat sekitar? Bukankah tujuah menjadi sarjana untuk menyejahterakan rakyat?

Lalu saya mulai enjoy jalani perkuliahan yang sebabkan saya terus bertemu dengan banyak orang baru. Selain guna menuhi nilai kuliah, saya dapatkan nilai sosial pula. Saya diminta untuk peka, untuk sadar bahwa di sekitar saya sedang tidak baik-baik saja. Pernah kala itu Bapak Dosen meminta untuk membuka mata. Bahwa di sekeliling saya ada orang yang masih kurang beruntung. Jadilah saya bertemu Lia, seorang anak kecil yang ditinggal ayah ibu, ia hidup bersama nenek yang tua renta.

Saya sudah ceritakan detail si Lia ini di blog saya, teman-teman bisa baca untuk selengkapnya. Saya mungkin tidak akan bertemu dan mengamati Lia seumpama tidak ada tugas dari Bapak Dosen, mungkin sekelebat iya, tetapi tidak sampai tahu bagaimana sulitnya ia menjalani hidup.

Saya lumayan terbebani, tetapi beban itulah yang membawa saya untuk lebih mengerti. Walau diiringi keluhan, umpatan (kala saya ditolak masuk untuk wawancara dengan cara yang tidak ramah), dan rasa lelah, semua terbayar. Semua terasa impas. Seperti kosong yang akhirnya penuh. 

Jadi dua semester ini berat? Iya berat. Tetapi adakah manfaat dibaliknya? Ada. Sangat banyak. Saya tidak bisa sebutkan. Saya harap saya akan dapat Bapak Dosen seperti beliau lagi, sebab perkuliahan terasa lebih berwarna. Sehat-sehat Pak Dosen! Semoga bisa bertemu di lain waktu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun