Kamu pernah tidak sih merasa kalau seluruh beban yang ada di pundakmu terlalu berat? Saya rasakan itu dalam satu semester ini.Â
Halo, perkenalkan. Saya Zulfa, biasa dipanggil Jul. Salah satu mahasiswi dari fakultas ekonomi di UIN Maulana Malik Ibrahim malang. Kita akan kisahkan bagaimana satu semester ini berakhir.
Saya yakin kamu pasti tahu bagaimana rasanya mengerjakan tugas yang berhubungan dengan observasi, wawancara, dan kerja lapangan. Dosen saya ini unik, kami tidak diberi materi seperti dosen lain, malah kami sendiri yang diminta mencari materinya. Dengan cara apa? Yak, dengan mewawancarai seluruh kegiatan yang berhubungan dengan mata kuliah.
Awalnya saya jalani saja, sebab memang begini metode yang diberikan oleh Dosen saya. Saya tidak keberatan pada tugas-tugas awal, tetapi makin kesini ....
Saya mulai keluhkan penugasan yang diberi ketika memasuki tugas empat dan tugas lima. Di sana beliau meminta kami untuk mendatangi tempat ibadah agama lain. Saya yakin ini memang bagian dari pembelajaran mata kuliah kewarganegaraan, sebagai warga negara yang terdiri atas banyak jenis agama, kami diminta untuk mengamati segala rupa perbedaan yang ada.Â
Tetapi kami tidak temukan keberanian pada awalnya. Kami saling tunjuk, saling menghindar satu sama lain sebab pergi ke rumah ibadah adalah hal yang menguji keimanan pula (saya yakin Bapak Dosen sudah rencanakan ini) kami takut kalau akidah kami goyah (yah walau mustahil) tapikan bisa saja!Â
Akhirnya saya berhasil mendatangi salah satu gereja umat katolik terdekat di Malang. Kebetulan ibadah misa sedang dilakukan sehingga pastor (mereka panggil beliau Romo) sedang standby di gereja.Â
Kami belum berani masuk, lalu salah satu dari kami beranikan untuk bertanya kepada satpam apakah diperbolehkan mewawancarai siapapun anggota gereja di sana (padahal Bapak Dosen minta pemuka agamanya langsung). Bapak satpam kebingungan, mungkin sebab kami segerombol wanita muslimah, berhijab, lumayam syari, kok datang ke gereja berbondong-bodong? Apakah mau mengikuti sakramen baptis untuk jadi umat gereja?
Lalu pak satpampun sampaikan pesan kami kepada salah satu pengurus. Seorang wanita muda mendatangi kami. Dengan wajah bersungut-sungut (tidak ramah), juga nada yang kurang mengenakkan. Kami diizinkan masuk kalau ada surat izin, tetapi kami tidak punya. Akhirnya perdebatan dan pertimbangan dimulai.Â
Pemgurus gereja yang lebih senior datang, kami dipersilahkan. Awalnya hanya dua orang, si pewawancara dan kameramen, tetapi dengan kebaikan hatinya, kami diziinkan semua buat wawancara.Â
Hal yang paling menakutkan tetapi seru adalah ... kami wawancarai pastor dan bandingkan seluruh ajaran di masing-masing agama, mereka juga cukup terbuka.