Mohon tunggu...
Zulfa MuasarohBinti
Zulfa MuasarohBinti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya Zulfa, mahasiswi jurusan Perbankan Syariah

Saya Zulfa, mahasiswi jurusan Perbankan Syariah di salah satu PTKIN di Malang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita Kenalkan Lia kepada Dunia!

1 Juni 2022   00:05 Diperbarui: 1 Juni 2022   00:06 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap manusia memiliki nasib yang berbeda.

Saya ingin ceritakan pasal seorang anak yang nasibnya mungkin dapat dikatakan berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Namaya Lia, berusia 13 tahun. Saya bertemu dengan Lia di salah satu lembaga anak yatim yang berada di lingkungan saya. Kebetulan ketika itu kami berada apada satu acara yang sama, sebab ayah sudah tiada, saya dan Lia sama-sama menerima santunan anak yatim. Saya mengenal Lia cukup lama, cukup lama juga saya memperhatikan kisah-kisah hidupnya.

Lia merupakan anak tunggal, sebab Ibu Lia telah berpulang ke pangkuan Tuhan bertahun-tahun lalu. Saya perhatikan Lia adalah anak yang ceria, yang tumbuh di lingkungan sederhana bersama Nenek dan Ayahnya. Lia adalah seorang siswi Mts, saya sudah kenal dirinya sejak masih Mi, ketika Lia baru saja ditinggal sang Ibunda. Sang Ibunda pergi sejak dirinya masih duduk di bangku taman kana-kanak, baru lima tahun kala itu. saya tanyakan kepada Lia, bagaimana akhirnya ia tahu bahwa sang Ibunda sudah tiada.

"Aku waktu itu belum tau kalau Ibu meninggal, kata orang-orang Ibu cuma pergi, tetapi ke tempat yang jauh. Baru waktu aku mulai kelas 6 dan mau masuk Mts, aku baru sadar kalau Ibu ternyata sudah meninggal."

Saya sempatkan untuk beberapa kali ke rumah Lia sebab Ibu asuh yang mendampingi anak yatim untuk mendapat santunan meminta saya. Lia jarang menerima informasi dengan baik sebab keterbatasan barang elektronik. Lia hidup bersama Nenek yang tidak bekerja, sementara Ayahnya merupakan pekerja serabutan, ia biasa melayani perbaikan sumur. Ayah Lia tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk mengikuti perkembangan zaman. Kami hanya bisa memberitahu segala informasi lewat lisan.

Lia adalah anak yang ceria, ia tidak segan untuk menyapa seluruh orang-orang yang dikenalinya. Saya termasuk orang itu. Dahulu, Lia sering terlihat bermain sendirian, waktu ditanya, ia bilang kalau  ia bersama sang Ibunda, nyatanya sang Ibu sudah tiada beberapa bulan belakangan.

Lia itu penyayang, dia selalu menemani Nenek kemanapun wanita tua itu pergi. Ketika Nenek kesusahan, di selalu ada. Tetangga yang melihat betapa baiknya Lia sudah perkirakan bahwa di masa depan, ia pasti dapatkan banyak bahagia.

Lia dan Nenek selalu terlihat bersama sejak Ibunda tiada. Sementara Ayah Lia berjuang mati-matian untuk hidupi dua orang di huniannya, Lia suka habiskan waktu bersama Nenek. Kala saya utarakan beberapa pertanyaan mengenai pekerjaan rumah, Lia selalu jawab begini, "saya kalau sudah selesai bantu Nenek baru main Mbak."

Saya begitu takjub. Ditengah gempuran media sosial, permainan digital, Lia hanya bisa perhatikan Neneknya yang semakin hari semakin renta. Ia cuma berikan banyak doa, dia panjatkan harap-harap agar tidak ditinggalkan siapa-siapa lagi.

Lia sudah menuju jenjang sekolah yang lebih tinggi. Ayah sudah jarang terlihat bersama Lia, kata Lia, beberapa waktu lalu Ayah menikah lagi dan hidup bahagia bersama keluarga baru. Sementara itu Lia bersama Nenek, katanya Nenek sendirian, Lia juga harus rawat Nenek yang sedang sakit.

Tetapi Lia tetaplah sabar. Ia langkahkan kaki-kakinya dengan ikhlas. Dia tetaplah ceria seperti biasa, akan ia ikuti kegiatan di desa, sekolah, yayasan anak yatim, Lia selalu berpartisipasi. Walaupun sendirian, Lia tidak pernah merasa kesepian.

Saya tidak pernah bisa bayangkan bagaimana susahnya menjadi Lia. Ditinggal Ibu, Ayah, juga harus menanggung beban seberat itu sendirian. Sejak usianya baru memasukin belasan. Saya takjub, saya udarakan doa-doa agar Allah selalu lindungi si anak hebat itu.

"Ibu ndak ada udah dari 2013 Mbak, saya hidup sama Mbah selanjutnya. Tapi belakangan ini Mbah sakit, jadi harus kubantu-bantu. Ayah kadang kerja kadan ndak."

Saya terus takjub dengan seluruh kalimat yang dilontarkan Lia. Bagaimana mungkin seorang anak berusia belia memiliki jiwa simpatik yang tinggi? Saya rasa seluruh dunia harus mengenal Lia, si anak paling tangguh.

Melihatnya bersepeda, berkeliling kesana kemari sendiri di saat teman-teman didampingi Ayah dan Ibu, tetapi Lia hanya punya dirinya saja. Ia tidak punya siapa-siapa lagi. Sepertinya sendiri sudah jadi teman terbaik Lia sejak Ibu tiada.

Anak itu sungguh cantik, ketika saya minta untuk dokumentasi, ia malu-malu. Jadi saya ambilkan banyak footage dari kegiatan yang pernah kami ikuti bersama. Di sini Lia nampak sedang melihat-lihat isi jajanan yang diberi ketika santunan tiba.

"Mbak jangan difoto, aku jelek."

Lia yang ceria tengah berbincang dengan banyak orang (Dokpri)
Lia yang ceria tengah berbincang dengan banyak orang (Dokpri)

Saya ketawa, Lia tidak percaya diri. Padahal dia begitu lucu.

Walau tidak banyak bicara, tetapi saya dapatkan banyak hal dari Lia. Seperti menjadi tangguh, berani menghadapi dunia, tidak pernah berpikir untuk mundur, simpatik dan membuang seluruh rasa apatis. Lia selalu cerah seperti warna langit pada siang hari. Senyumnya merekah, anak itu, belum ada 17 tahun. Tetapi semenjak dahulu ia terbiasa dengan kurang. Ia menerima semuanya, tentang Ayah yang tidak bisa memberinya uang banyak, Ayah yang memilih untuk ke rumah keluarga baru,  tetang Nenek yang sakit dan harus di rawat, seluruh ketabahannya ... Allah pasti akan berikan balasan, 'kan?

Lia adalah gambaran sosok tangguh dalam balutan badan yang kecil. Sebab tidak semua orang dapat bertahan dalam rengkuh kesendirian. Tidak semua orang kuat menghadapi apa yang Lia hadapi. Maka dari itu, saya selalu berikan yang terbaik apabila Lia meminta sesuatu saat kami ada di satu acara yang sama.

Semangat untukku, untukmu, Lia juga!

semangat! (Dokpri)
semangat! (Dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun