Mohon tunggu...
Zulfakriza Z.
Zulfakriza Z. Mohon Tunggu... Dosen - Dosen yang senang ngopi tanpa gula dan tanpa rokok

Belajar berbagi lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Babak Baru Krisis Gunung Agung

26 November 2017   07:18 Diperbarui: 26 November 2017   09:00 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas letusan Gunung Agung Bali (Sumber Foto: Kadek Putra Yasa)

Gunung Agung masih bergeming. 

Hampir satu bulan sejak status "Awas" Gunung Agung diturunkan menjadi "Siaga" pada 29 Oktober 2017 pukul 16.00 WITA. Sejak saat itu, masyarakat yang bermukim dalam jarak 9-12 km dari Gunung Agung sudah diizinkan kembali ke rumahnya masing-masing. 

Sebelumnya, sejak status "Awas" ditetapkan pada 22 September 2017 berdasarkan laporan peningkatan aktivitas kegempaan yang terekam alat pemantau gempabumi di sekitar tubuh gunung. masyarakat dan wisatawan di sekitar Gunung Agung sangat dihimbau untuk tidak melakukan aktivitas pada radius 9 km ditambah perluasan sektoral ke arah Utara, Tenggara dan Selatan-Baratdaya sejauh 12 km. Kondisi ini akan sangat berbahaya jika ada aktivitas masyarakat berada pada radius kurang dari 12 km. Kondisi ini mengakibatkan gelombang pengungsian yang mencapai 133.457 jiwa pengungsi di 385 titik pengungsian.   

Di penghujung November 2017, Gunung Agung kembali bereaksi. Sabtu malam 25 November 2017 pukul 19.00 WITA, Gunung Agung Bali kembali mengeluarkan asap tebal untuk yang ketiga kali. Sebelumnya pada pukul 17.20 di hari yang sama dan pukul 17.05 pada hari Selasa 21 November 2107. 

Letusan pada hari selasa, Gunung Agung mengeluarkan kepulan asap tebal setinggi 600 m. Kepulan asap tebal yang berwarna abu pekat bercampur dengan material vulkanik memberikan tanda bahwa ada tekanan berlebih yang terjadi di dalam tubuh Gunung Agung. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi -PVMBG- menyimpulkan bahwa asap yang keluar dari tubuh Gunung Agung adalah asap letusan.  

Sama halnya dengan letusan pertama, letusan Gunung Agung yang kedua dan ketiga pada Sabtu (25 November 2017) mengeluarkan asap tebal dengan kandungan material vulkanik yang lebih dominan. Semburan asap tebal Gunung Agung mencapai ketinggian 1500 m. 

Kondisi ini mengakibatkan terganggunya jalur aktivitas penerbangan di Bandara Ngurah Rai Bali. Sebagaimana yang diberitakan oleh beberapa media, ada beberapa penerbangan ke dan dari Bali terpaksa ditunda bahkan ada yang dibatalkan dengan alasan keselamatan.

Dalam ilmu vulkanologi, dua letusan yang terjadi pada Gunung Agung dalam sepekan belakang ini adalah letusan freatik. Letusan freatik adalah tipe letusan yang umum terjadi pada gunung berapi yang ada di Indonesia. Terutama pada gunung api aktif yang tidak melutus dalam kurun waktu puluhan tahun.

Selain letusan freatik, beberapa gunung api di Indonesia juga berpotensi tejadinya letusan magmatik dan freatomagmatik atau letusan hydrovulkanik. Letusan freatomagmatik merupakan letusan yang diakibatkan oleh adanya aktivitas magmatik yang terpengatuhi oleh kandungan air tanah yang berlebih dalam tubuh gunung api.

Letusan freatik yang terjadi pada Gunung Agung memberikan tanda dimulainya babak baru dalam krisis Gunung Agung. Artinya tekanan material gas dan fluida dalam tubuh Gunung Agung meningkat. Hal ini menjadi salah satu ciri Letusan freatik, yaitu adanya tekanan gas berlebih di dalam tubuh gunung. Letusan freatik dapat berubah menjadi letusan magmatik jika tekanan cairan magma lebih dominan dibanding dengan tekanan gas dan terus meningkat mendorong sampai ke permukaan.

Jika melihat kembali jejak letusan Gunung Agung yang terjadi pada 1963. Gunung Agung menyemburkan material vulkanik ke udara. Diawali dengan letusan freatik dan berlanjut ke letusan magmatik. Puncak krisis Gunung Agung pada masa itu adalah pada 17 Maret 1963, Gunung Agung memuntahkan material vulkanik ke udara sejauh 10 km. 

Muntahan material vulkanik mengakibatkan beberapa pemukiman dan lahan pertanian rusak serta jatuhnya korban jiwa. Laporan Kepala Bagian Vulkanologi Direktorat Geologi Djajadi Hadikusumo ke UNESCO pada 1964 menyebutkan, letusan Gunung Agung 1963 mengakibatkan korban jiwa 1.549 orang. (ZFZ)

Bandung, 26 Nov 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun