Mohon tunggu...
Zulfakriza Z.
Zulfakriza Z. Mohon Tunggu... Dosen - Dosen yang senang ngopi tanpa gula dan tanpa rokok

Belajar berbagi lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Banda Aceh, Kota Madani Tanpa Pesta Kembang Api

1 Januari 2017   19:47 Diperbarui: 1 Januari 2017   20:14 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Masjid Baiturrahman, Banda Aceh (Nasyid.id)

Momentum malam pergantian tahun identik dengan terompet dan pesta kembang api. Penjual terompet dan kembang api dadakan bermunculan seperti layaknya cendawan yang tumbuh disaat musim penghujan. Hari-hari menjelang pergantian tahun menjadi masa panen bagi penjual terompet dan kembang api. Kembang api dengan bermacam jenis dan bentuk dijajakan di emperan toko dan kios-kios kaki lima. Harganya pun bervariasi, mulai dari Rp. 50.000 sampai Rp. 200 rb. Untuk beberapa kembang api yang bisa menampilkan bentuk yang unik dan bagus harganya bisa mencapai jutaan. Biasanya kembang api jenis ini digunakan pada perayaan acara kenegaraan atau pada pembukaan event olahraga seperti olimpiade salah satunya.

Beberapa kota besar di dunia, setiap malam pergantian selalu dipersiapkan meriah bahkan menggelontorkan dana yang tidak sedikit. Tidak ketinggalan beberapa kota di Indonesia. Artis ibu kota pun kebajiran oeder untuk manggung memeriahkan malam pergantian tahun. Panggung musik lengkap dengan peralatan band berdiri megah di beberapa sudut kota. Sebagian besar acara pergantian tahun di pusatkan di pinggir pantai dan arah panggungpun menghadap ke pantai. 

Lain lagi di beberapa sudut kota yang tidak terjamah panggug. Sebagian orang merayakan malam pergantian tahun dengan perseorangan atau kelompok dan bebas tanpa aturan. Sedari pagi suasana mulai gaduh riuh dengan suara terompet dan sesekali letusan petasan dan kembang api. Kembang api di siang bolong. Selepas magrib suara itu makin kencang dan letusan petasan makin riuh. Suara dentuman seperti rentetan tembakan senjata api di gang sempit tentu sangat menggaggu. Apalagi jika ada bayi dan anak kecil. 

Puncak rentetan suara dentuman itu frekuensinya meningkat tajam pas jarum jam menunjukkan angka 23.45, lima belas menit menuju pukul 00.00. Riuh gaduh dan sangat mengganggu. 

Teeeeeeet..... Jder jdor!!! 

Teeeeeeet..... Jder jdor!!!

Teeeeeeet..... Jder jdor!!!

Setelah semua usai dan terlelap dalam mimpi resolusi tahun depan. Ada hal klasik yang selalu terjadi setelah malam pergantian tahun. Tumpukan sampah yang menggunung menjadi pemandangan setelah malam pergantian tahun. Seperti tadi pagi, ada 225 ton sampah yang tertinggal setelah pesta tahun baru usai Jakarta. Dan ini terjadi setiap tahun, nyampah dan menyampah.

Lain ladang lain belalang, lain kota lain juga gayanya.

Banda Aceh, kota di ujung utara Pulau Sumatra. 

Kota yang terkenal dengan kota sejuta warung kopi. Kota yang khas dengan khas dengan aneka rasa dan aroma kopi. Mulai kopi Ulee Kareng sampai Kopi Gayo pun ada. 

Beberapa hari sebelum 31 Desember 2016 yang merupakan tanggal penghujung tahun 2016, beredar himbauan dari pemerintah kota kepada warga untuk tidak merayakan malam pergantian tahun, dan tidak mengizinkan ada pesta kembang api atau sejenisnya. Sebuah langkah yang berani tampil beda dengan kota-kota lain di Indonesia.

Secara geografis memang Banda Aceh dan sekitarnya dikelilingi oleh beberapa pantai yang indah.  Sebut saja Pantai Ule Lheu, pantai yang menyajikan pesona sunrise yang menarik di saat senja tiba, di padukan dengan gugusan beberapa pulau kecil di bagian selatan pantai. Pantai yang landai dan akses jalan yang bagus menjadikan pantai ini ramai dikunjungi. Tapi menjelang tahun baru tidak ada tanda-tanda bakal ada perhelatan besar di tepi pantai, tidak ada panggung dan apalagi keramaian. 

Menjelang magrib, warga mulai bersiap-siap menuju mesjid. Suasananya seperti biasa, sama seperti hari-hari sebelumnya. Tidak ada suara terompet apalagi suara petasan. Suasana tenang dan nyaman saat menunaikan shalat magrib di Masjid Baiturrahim Ulee Lheu. 

Pemandangan setelah magrib saat menyusuri beberapa ruas jalan, sedikitpun tidak merasakan suasana gaduh suara riuh terompet dan konvoi kenderaan seperti yang pernah terasa pada beberapa kota di seberang sana. Tenang nyaman tanpa kegaduhan suara. 

Menjelang pukul 22.00, suasana tenang masih terpelihara. Bahkan menjelang pukul 00.00 juga seperti masih tenang tanpa suara letusan kembang api. Hanya saja pemandangan aparat lalu lalang yang berjaga-jaga dan memastikan tidak ada pesta kembang api. 

Saya bersyukur, malam pergantian tahun 2017 bisa dipastikan tidak ada pesta kembang api di Kota Banda Aceh. Suasana tenang dan nyaman tanpa kegaduhan suara petasan kembang api bisa terus terjaga dan menjadi budaya khas masyarakat Banda Aceh pada tahun-tahun berikutnya. Semoga....

------

Kota Madani
Julukan sang kota di ujung sumatra
Mesjid penuh, lantunan dzikir menggema

Teduh terasa hati menghamba
Pada Sang Khalik Maha Pencipta

Beda rasa di kota seberang
Riuh bersorak sedari petang

Kota madani kami cintai

Tahun baru ini tanpa pesta kembang api

Kota Madani
1 Januari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun