Kejadian gempa bumi pada Hari Selasa pagi (7 Desemberi 2016) di tanah rencong sepertinya menegaskan kembali bahwa Aceh merupakan kawasan yang rawan gempa bumi. Sudah sering terdengar di berita dan tercaca di media bahwa wilayah Aceh selain berdekatan dengan zona tumbukan lempeng sepanjang sisi barat pantai Aceh, juga dilalui oleh jalur sesar/patahan di daratan Aceh yang diperkirakan aktif bahkan beberapa diantaranya sudah terbukti aktif.
Gempa bumi yang terjadi pada subuh Selasa lalu tidak terjadi di bidang kontak dua lempeng besar dunia, melainkan pada bidang sesar/patahan aktif Samalanga-Sipopok yang merupakan pencabangan dari Zona Sesar/Patahan Sumatra. Zona sesar/patahan aktif Sumatra merupakan sesar utama yang memanjang mulai dari Kota Banda Aceh sampai Kota Agung di Lampung dan menerus sampai ke sebagian Selat Sunda. Zona Sesar/Patahan Sumatra yang berada di wilayah Aceh terbagi dalam beberpa segmen yaitu segmen Aceh, segmen Seulimum dan Tripa. Ketiga segmen tersebut pernah menghasilkan gempa bumi dan menimbulkan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur lainnya. Selain sesar/patahan utama yang dikenal dengan zona sesar Sumatra, peta wilayah Aceh juga terdapat beberapa sesar lokal seperti Sesar Samalang-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, Sesar Lokop-Kutacane, Sesar Simpang Kanan dan beberapa sesar kecil lainnya yang belum ada namanya.
Fenomena alam gempa bumi merupakan sesuatu yang masih misteri dan belum bisa diprediksi dengan akurat. Akan tetapi para ahli kebumian (geologi, seismologi dan geodesi tektonik) terus melakukan survei dan mempelajari perilaku dan karakteristik gempa bumi dan setiap kejadian gempa bumi memberikan pemahaman yang baru.
Mengurangi Dampak Risiko Gempa Bumi
Ada sebuah ungkapan yang mengatakan “Earthquake did not kill people, the bad building did it” gempa bumi sebenarnya tidak membunuh, yang mengakibatkan korban akibat gempa bumi adalah tertimpa benda keras akibat runtuhan bangunan.
United Nations-International Strategy for Disaster Reductionsejak Oktober 2004 sudah mengkampanyekan upaya pengurangan resiko bencana dengan ungkapan Learning from today’s disasters for tomorrow hazards, belajar dari bencana hari ini untuk menghadapi ancaman dikemudian hari. Sehingga menjadi pertanyaan bagi kita adalah apa yang harus dilakukan sebelum gempa kembali menyapa.
Melihat keberadaan Aceh yang berada di daerah rawan gempa, beberapa gempa besar dan merusak melanda Aceh. Menjadi sebuah keharusan untuk memikirkan sebuah rancangan bangunan yang tanggap terhadap gempa terutama bangunan umum (rumah sakit, sekolah) dan bangunan rumah tinggal. Hal ini sangat beralasan karena gempa yang terjadi pada 7 Desember 2016 lalu mengakibatkan banyak bangunan publik yang rusak.
Tentunya hal seperti ini tidak mudah diaplikasikan karena membutuhkan biaya tambahan dan pengawasan yang ketat pada saat pembangunannya. Sehingga sangat dibutuhkan adanya sistem manajemen bangunan dan pengawasan pada saat pelaksanaannya yang nantinya akan menjamin tingkat kualitas sebuah bangunan. Selain itu juga diperlukan perawatan dan pemeliharaan bangunan untuk bisa menjaga kestabilan bangunan jika terjadi gempa.
Pemerintah menganggap pentingnya mengatur pengawasan bangunan yang diatur dalam bentuk Undang-Undang dan aturan pendukungnya. Sebagai contoh Undang-Undang no 28 tahun 2002 yang mengatur tentang bangunan gedung dimana dengan jelas mensyaratkan bahwa bangunan gedung untuk wilayah yang rawan potensi gempa harus dirancang tanggap gempa dan dengan konstruksi bangunan yang tahan terhadap goncangan akibat gempa.
Untuk memperkuat undang-undang no 28 tahun 2002, masih ada beberapa peraturan dan keputusan menteri, dan sampai kepada petunjuk pelaksanaan yang lebih lengkap dan detail. Dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum melalui Ditjen Cipta Karya telah menerbitkan pedoman khusus untuk pembangunan rumah tahan gempa. KawaPedoman tersebut dibuat dengan sangat jelas dan rinci dengan harapan dapat dipahami oleh seorang tukang bangunan biasa sehingga bisa menerapkannya. Selain itu, Kementrian PU telah mengeluarkan Peta Zonasi Gempa Bumi tahun 2010 yang merevisi Peta Zonasi Gempa Bumi tahun 2002. Peta yang dikeluarkan oleh PU bukanlah peta rawan bencana untuk gempa bumi, melainkan peta untuk kebutuhan building code atau perijinan serta peraturan untuk membangun bangunan baru, termasuk gedung, jembatan, bendungan serta konstruksi lainnya. Sedangkan untuk kebutuhan dan zonasi kebencanaan diperlukan peta yang harus dianalisis lanjut dengan kajian mikrozonasi kerawanan gempa suatu daerah.