Mohon tunggu...
Zulfa Izdihar
Zulfa Izdihar Mohon Tunggu... -

Suka nulis hal-hal yang menurut saya menarik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anda Orang Tua Tunggal? Sebaiknya Baca Ini!

31 Agustus 2017   13:43 Diperbarui: 1 September 2017   05:23 3640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: http://www.hipwee.com

Dengan bersemangat ia bercerita kalau dia, ibunya, dan adiknya sudah menerima sertifikat resmi dari salah satu masjid terbesar di Surabaya yang menyatakan bahwa keluarganya telah memeluk Agama Islam. Saat ia menunjukkan sertifikat itu, lagi-lagi tidak ada nama ayahnya.

Ada alasan mengapa Ibu Aria bersikeras menjadwalkan les Aria pada malam hari. Ternyata Ibu Aria bekerja dari pagi hingga malam di salah satu dealer sepeda motor sehingga aku harus datang saat ibunya sudah pulang ke rumah yaitu jam tujuh malam. Ini jawaban yang kudapat saat aku berusaha memindahkan jadwal les Aria ke sore hari karena saat malam hari biasanya ia mengantuk dan tertidur di meja belajar.

Mengapa ibunya lembur tiap malam padahal Ayah Aria aktif bekerja? Seharusnya masih menafkahi kan? Hal ini pula yang membuatku heran. Maafkan intuisiku yang terkesan mencampuri kehidupan orang. Tetapi kehidupan keluarga satu ini lumayan aneh bagiku selama aku menjadi guru les privat. Aku tidak biasa melihat anak umur sembilan tahun ditinggal di rumah sendirian dengan seorang asisten rumah tangga yang tidak bisa memasak dan hanya mengandalkan makanan beku atau makanan instan. Di mana gizinya?

Aku yakin hingga saat ini bahwa sebenarnya Ayah dan Ibu Aria telah (maaf) bercerai karena pertentangan agama (asisten rumah tangga Aria yang bercerita padaku bahwa keluarga besar Ibu Aria seluruhnya adalah muslim dan keluarga besar ayahnya adalah non muslim. Sehingga ketika menikah, Ibu Aria terpaksa mengikuti agama suaminya namun pertentangan kedua pihak keluarga membuat mereka bercerai). 

Lalu kenapa tiba-tiba Ibu Aria mantap pindah ke agamanya yang semula---tanpa bukti bahwa ayahnya juga pindah ke agama Islam? Mungkin ibu Aria belum siap bercerita kepada anak-anaknya soal ini. Tapi aku yakin karena di ruang tengah pun tidak tampak foto Ayah Aria. Perceraian memang memberikan dampak yang tidak baik bagi perkembangan psikologis anak. Aku paham jika Ibu Aria menunda berita tak menyenangkan ini kepada anaknya dengan dalih Ayah Aria bekerja di tempat yang jauh dan jarang bisa pulang.

Seminggu kemudian, asisten rumah tangga yang sering mengajakku berbicara saat menunggui Aria mengerjakan tugas tiba-tiba keluar. Kata Aria, asisten rumah tangga itu bukannya keluar tapi dipecat oleh ibunya sendiri. Segera kutahu dari Aria, alasan sebenarnya mengapa ia dipecat. Agaknya asisten rumah tangga itu berbicara terlalu banyak padaku soal hal-hal privasi rumah tangga keluarga ini.

Setelah asisten rumah tangga itu keluar, praktis Aria jadi lebih sering sendirian setelah pulang sekolah. Ibunya memberi fasilitas berupa smartphpone canggih dengan merek ternama agar ia tak bosan. Tetapi keputusan ini sepertinya salah karena kini Aria punya kebiasaan buruk yaitu selalu memainkan smartphone-nya dan bukan berinteraksi dengan teman-teman seusianya di luar rumah.

Ibu Aria sangat tegas soal penggunaan smartphone ini. Jadi, ia selalu  menyita smartphone-nya jika ia tidak mau les dengan serius. Biasanya Aria menurut dan menyerahkan smartphone itu  pada ibunya.

Namun hari itu berbeda

Pertama kalinya kulihat Aria yang biasanya penurut menjadi sesosok anak bandel dan keras kepala. Ia tidak ingin menyerahkan satu-satunya media yang menemaninya saat ia kesepian di dalam rumah. Aria balik mengancam dan berteriak pada ibunya. Jika smartphone-nya diambil, ia tidak mau mengikuti les hari itu.

Terjadi adu mulut antara anak dan ibu. Aku yang berada di satu ruangan dengan mereka merasa canggung dan tidak tahu harus berbuat apa. Aku menahan diri tidak ikut campur urusan ibu dan anak ini. Rasanya seolah-olah mereka berdua menganggapku tak ada dan berteriak sesuka mereka. Ibu tetap tegas pada pendiriannya, sedangkan si anak bersikeras pada keinginannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun