Mohon tunggu...
Zulfaisal Putera
Zulfaisal Putera Mohon Tunggu... Administrasi - Budayawan, Kolumnis, dan ASN

Berbagi dengan Hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Baaray

12 Agustus 2023   22:35 Diperbarui: 12 Agustus 2023   22:44 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak kecil, saya dididik orang tua saya tentang adab yang diajarkan Rasulullah, terutama terkait dengan makanan. Orang tua saya selalu mengingatkan tentang pentingnya berbagai makanan dengan tetangga kiri kanan. Jika ada makanan berlebih, maka dianjurkan untuk mengantarkan sedikit ke tetangga sebelah dan depan rumah. Ini terbawa dalam kehidupan saya sampai sekarang.

Namun, orang tua saya juga mengingatkan, jika memang makanan yang dibeli dari luar, misalnya sedikit, maka dibungkus dengan baik agar takterlihat dan aromanya taktercium. Maka itu, saya sering mengingatkan penjual yang mengemas makanan untuk memberi kantong plastik hitam agar taktembus pandang. Saya pikir ini bukan karena pelit, melainkan jaga jaga kalau takcukup untuk dibagi.

Memang agak susah menyembunyikan aroma apa makanan kita dalam rumah, Apalagi di rumah rumah bedakan, atau komplek perumahan yang jarak antara dinding rumah sendiri dengan tetangga setengah meter atau malam menempel. Bunyi desir dan aroma makanan yang digoreng akan jelas terdengar dan tercium. Di sinilah kepekaan kita sebagai makhluk sosial diuji.

Rasulullah memang sangat tegas soal makanan dan tetangga. Dalam hadist yang diriwayatkan Al-Bukhari, At-Thabrani, diingatnya bahwa "Tidaklah mukmin orang yang kenyang sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya". Membagi makanan kepada tetangga tidak harus sewaktu memiliki banyak makanan. Dalam jumlah makanan sedikit pun tidak masalah.

Bahkan, ada solusi dari Rasulullah apabila memasak makanan yang berkuah, agar diperbanyak kuahnya supaya bisa dibagikan kepada tetangganya. Ini ada dalam hadist riwayat Imam Muslim, bahwa "Jika kamu memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan berikan sebagian pada para tetanggamu".

***

Nasihat orang tua tentang adab makanan ini, tentu menjadi perhatian khusus saya dalam bertingkah laku terhadap makanan. Hal ini mungkin juga sama diperhatikan oleh kita semua sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu, salah satu yang saya hindari adalah mempublikasi kegiatan makan pribadi di media sosial, walau terkadang bisa lupa juga untuk tidak mempublikasi.

Pernah dapat dari kawan sekantor, ketika saya mengirimkan foto beberapa makanan dan minuman kepadanya. Objek makanan itu saya foto secara estetik - karena memang hobi fotografi, dan saya kirimkan kepadanya. Saya langsung mendapat dalam bahasa Banjar, " , !". ini dilanjutkan dengan kalimat, " !"

Saya pikir, walaupun konteksnya bercanda - mungkin, kalimat tanggapan itu cukup mengingatkan kembali saya agar takasal publikasi foto makanan dan minuman. Memang bukan maksud untuk memamerkan - kata '' itu bermakna 'memamerkan', dari kata '' yaitu 'pamer', tapi paling tidak membuat orang tersebut atau siapa pun tertarik berselera.

Tidak bisa dipungkiri, sejak media sosial menjadi media pribadi siapa pun, foto makanan atau foto sedang makan sudah menjadi hal biasa. Mungkin tujuannya menginfokan kegiatan makan bersama dan membagikan kebahagiaan karena mampu makan enak. Ini tentu berbeda dengan video promosi tempat makan yang dilakukan oleh para .

Memang takbisa disalahkan sepenuhnya makanan dan kegiatan makan di medsos tersebut oleh siapa pun. Namun, terkadang terpikir juga, bagaimana kalau foto atau video itu terlihat oleh orang orang yang kurang secara ekonomi, yang hanya mampu makan sekali sehari, atau makanan dengan menu yang itu itu saja. Bisa jadi mata dan pikirannya berkata kata sedih. Namun, siapa yang peduli.

***

Ada satu fenomena yang saya temukan dari para penikmat bila makan di sebuah restoran atau cafe. Begitu makanan dan minuman yang disajikan di hadapannya, yang dilakukan pertama adalah menata letaknya dan memfoto, berkali kali, sampai merasa fotonya pas. Apa tujuannya? Bisa jadi untuk koleksi, tapi lebih banyak untuk dipasang di media sosial, dengan disertai kalimat penjelas.

Bagi Anda yang terobsesi mengunggah foto makanan dan minuman di media sosial, hati-hati. Menurut Dr. Valerie Taylor, psikiater dari Women College Hospital, University of Toronto, Kanada, yang dikutip Viva.co.id. bisa jadi gangguan mental. "Beberapa orang keluar rumah untuk makan, bukan karena memang membutuhkan makanan. Justru hanya demi interaksi di media sosial. Apa yang dimakan, kapan mengunjunginya dan kapan kembali ke tempat tersebut," kata Dr. Taylor.

Kebiasan tersebut bisa jadi gejala gangguan kebiasaan makan atau tanda adanya masalah psikologis. Berupa bentuk obsesi dan keasyikan tidak sehat pada makanan. Lalu, pada beberapa orang yang melihat foto makanan dan dengan mudah tergoda bisa berujung menjadi hingga kegemukan. Studi pada 2012 yang dilakukan oleh tim dari University of Southern California mengungkap kalau sering melihat foto makanan di internet akan merangsang otak untuk makan secara berlebihan.

Memfoto makanan di restoran untuk ini ternyata ada juga dilarang oleh pemilik restoran. Beberapa restoran di luar negeri menerapkan peraturan kalau makanan tidak boleh difoto dan diunggah ke media sosial. Seperti restoran di New York milik Chef Michelin, David Bouley melarang pelanggannya untuk mengambil foto makanan dan minuman yang disajikan. Menurutnya, makanan yang disajikan harus segera dinikmati dan aktivitas mengambil gambar bisa mengganggu pelanggan lain.

Namun, sebaiknya, diri kita sendirilah yang melarang, atau paling tidak mengurangi kebiasaan makan dengan foto yang dipublikasi. Selain tidak baik secara sosial, juga agar takdianggap autis. Ini istilah saya saja. Karena tampaknya hobi semacam ini, bila dianggap ganggugan psikologis, ya diawali dengan gangguan saraf - yaitu ketidakmampuan menerjemahkan gejala sosial sebagai bagian dari kesehatan berpikir.

Okelah. Hidup ini memang pilihan, Sebagai umat beragama, khususnya Islam, Rasulullah sebagai teladan hidup sudah memberikan rambu rambu agar selalu berbagai makanan kepada tetangga - bisa diterjemahkan juga siapa pun. Jadi, kalau siap , ya siap juga seharusnya berbagi. Jangan baaray kalau hanya untuk (Banjar; merangsang selera makan) orang lain. (Zf)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun