Pihaknya memetakan bencana sosial di masyarakat termasuk daerah mana saja yang rawan. Pemetaan daerah rawan bencana sosial dilakukan di lima kabupaten dan kota di Kaltim yakni Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Paser dan Kabupaten Kutai Barat.
Tentu data tersebut tidak bisa dianggap enteng. Kehadiran orang orang baru, yang menjadi 'penguasa' di wilayah mereka, pasti akan menjadi perhatian. Apa yang dilakukan para pendatang, yang sebenarnya untuk bekerja, tetap akan berdampak kepada persoalan lingkungan, tenaga kerja, dan ekonomi. Akan ada perbedaan mencolok dalam segala hal antara pendatang dengan penduduk setempat jika tidak tidak ada kesiapan menerima perbedaan. Hal hal semacam ini bisa menjadi rumput kering yang akan mudah diperciki api konflik karena akan muncul anggapan terjadi ketimpangan sosial. Tentu pemerintah pusat, dalam hal ini, pihak Bappenas, khususnya Presiden harusnya juga mempelajari dan menyiapkan antisipasinya.
Jika boleh sekadar menyesalkan, terlepas dari lima hal yang menjadi dasar penunjukkan Kabupaten PPU dan KKÂ di Provinsi Kalimantan Timur sebagai bakal ibukota baru negeri ini, seperti yang disampaikan presiden.Â
Begitu juga seandainya bakal ibukota itu ditetapkan di Provinsi Kalimantan Tengah, atau Kalimantan Barat, atau pun Kalimantan Utara, maka satu satunya yang bebas rawan konflik hanyalah di Provinsi Kalimantan Selatan.Â
Provinsi dengan luas wilayah paling kecil, yaitu hanya 37.530,52 km dibanding 4 provinsi lainnya ini, belum pernah punya catatan adanya konflik suku, ras, dan agama. Padahal semua suku dan agama mendiami wilayah ini, baik di perkotaan, desa, pegunungan, maupun pesisir. Dan Provinsi Kalimantan Selatan dengan populasi penduduk 3,7 juta jiwa, terbanyak dibanding 4 provinsi lainnya justru tetap menjadi daerah terbuka, tetapi tetap damai.
Bisa jadi kelebihan Kalimantan Selatan hanya satu, yaitu wilayah bebas konflik. Walaupun, lima hal yang menjadi dasar penetapan bakal ibukota baru itu kalau dikaji-kaji sebenarnya juga bisa dipenuhi oleh provinsi ini.Â
Hanya, menurut penilaian Bappenas, Â kadarnya mungkin masih lebih banyak dimiliki Provinsi Kalimantan Timur, dalam hal ini Kabupaten PPU dan KK. Yang perlu digarisbawahi adalah lima hal yang menjadi dasar itu akan berantakan dan menjadi lemah kalau tiba-tiba terjadi konflik suku, ras, maupun agama di wilayah itu. Ibukota baru (seharusnya) bebas rawan konflik. Sayangnya pemerintah tidak menjelaskan soal ini sebagai alasan yang keenam. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H