Mohon tunggu...
Zulfaisal Putera
Zulfaisal Putera Mohon Tunggu... Administrasi - Budayawan, Kolumnis, dan ASN

Berbagi dengan Hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

The Power of Emak-emak

27 Juli 2019   23:38 Diperbarui: 28 Juli 2019   09:37 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya termasuk orang yang suka mengamati perilaku orang lain ketika berada di sebuah ruang publik. Ini bukan pekerjaan iseng, tetapi memang merasa perlu. Tersebab dari tingkah laku orang itu, saya terkadang menemukan hal-hal baru yang bisa menjadi pelajaran. Paling tidak memperoleh pengalaman yang kelak bisa menjadi referensi, termasuk menjadi ide ketika ingin menulis.

Seperti Sabtu (15/6) siang kemarin, saat saya dan beberapa kawan tiba di sebuah warung tepi sungai di kawasan Banua Anyar, Banjarmasin. Di meja panjang depan tempat kami mengambil posisi duduk, ada sekelompok ibu atau lebih populer emak-emak, sekitar dua puluhan, sedang menikmati makanan sambil berbincang. Dari wajah dan perawakannya, usia mereka sekitar 50 -- 70.

Kalau dilihat dari pakaian dan aksesori yang dikenakan, saya  belum berani mengatakan emak-emak itu sekelompok sosialita. Biasa saja, itulah kesan yang saya tangkap. Tas yang mereka kenakan pun bukan bermerek. Takterlihat perhiasan berlebihan, seperti yang selama ini lekat dengan parasosialita. Namun, sebagai wanita, mereka tetap terlihat cantik dan modis di usia seperti itu.

Tidak jelas kehadiran mereka di tempat itu dalam rangka apa. Saya takbisa mencuri dengar apa yang diperbincangkan. Kawan saya, yang kebetulan perempuan, menduga, ada dua kemungkinan. Bisa jadi emak-emak sedang arisan, bisa pula reunian. Ini memang lagi trendi di masyarakat, melakukan pertemuan di ruang terbuka untuk keperluan semacam itu.

Dahulu, emak-emak cenderung melakukan pertemuan dari rumah ke rumah. Apalagi untuk keperluan arisan. Ada kebanggaan menerima giliran sebagai tempat pertemuan. 

Selain bisa saling bersilaturahmi, biasanya juga untuk memperlihatkan suasana rumah yang ditinggali dan anggota keluarga tuan rumah. Suasana kekeluargaan masih liat.

Berbeda dengan sekarang, di zaman media sosial makin lancar dan ruang publik yang nyaman untuk bertemu makin banyak ditawarkan, lebih-lebih yang instagramable, emak-emak jadi punya alternatif lain. 

Mereka lebih senang bertemu di restoran dan kafe. Mereka hadir sendiri-sendiri, tanpa didampingi suami, anak-anak, apalagi cucu, seperti emak-emak yang saya ceritakan.

Walaupun sudah tidak muda lagi, saya yakin emak-emak itu bukan mengabaikan anggota keluarga sehingga untuk acara silaturahmi semacam ini tidak menyertakannya untuk hadir. Selain mungkin mereka merasa aman dan nyaman hadir sendiri, toh apa dan bagaimana kabar anggota keluarga bisa saling ditanyakan dan diinformasikan saat pertemuan itu.

Tidak lama setelah emak-emak membubarkan diri dan pulang, datang sebuah bus mini. Kembali hadir sekelompok emak-emak baru memasuki warung. Kali ini identitas emak-emak itu jelas, mereka kelompok pengajian. Ini tampak dari pakaian gamis putih yang dikenakan.  Apalagi mereka disertai seorang bapak, yang penampilannya mencirikan seorang ustaz.

Tidak seperti kelompok sebelumnya, emak-emak berseragam ini langsung melakukan sesi foto, baik bersama, maupun sendiri-sendiri, di pelataran tepi sungai yang memang disediakan pemilik warung sebagai tempat yang indah untuk berfoto. Satu di antaranya tampak memvideo, entah video call atau siaran langsung. Tentu ini hal biasa dilakukan di zaman serba dokumentasi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun