Mohon tunggu...
Zulfahmi Naibaho
Zulfahmi Naibaho Mohon Tunggu... wiraswasta -

Lenteng Agung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kondisional

20 November 2013   04:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:55 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Fahmi : “ Salah. Nah, kita kan dapat jawaban yang sama nih, karna kondisi kita sama alias kita hidup dimasa kini makanya cara fikir kitapun sama. Nah, kalau sekiranya kita tanya kakekmu , kira kira beliau nyalahin bokap lu atau nggak ?

Gemblung : “ Wah, gua pernah tanya, kakek malah nyalahin emak , Dia malah bilang bokap galak karna emak nggak bersyukurlah, nggak bisa menghargai suamilah, apalah, sebel gua .”

fahmi : “ Eit ntar dulu, jangan langsung nyalahin kakek lu, Ingat, kakek lu itu generasi tahun kapan ? pada masa dia kan emang perempuan kudu manut suami, Surga nunut neroko katut malah kata orang jawa.

Jadi ringkasnya, Ini gua bicara secara umum ya, kalau pada masa dulu perbuatan  bokap lu dibenarkan namun pada masa kini perbuatan bokap lu malah disalahkan.

Nah, ini yang gua maksud dengan kondisional. Tidak selamanya benar atau salah itu harus dinilai dari hukum , tapi ada kalanya yang salah jadi benar atau yang benar jadi salah terjadi karna dikondisikan oleh kondisi , tempat, watak, kebiasaan dan lain lain.

Tapi tentu saja, kalau kejahatan pidana dan perdata tetap harus ditindak sesuai hukum. Meskipun tidak jarang juga hukum yang kondisional terjadi juga dinegri ini.”

Gemblung : “ Hmm.. ngerti gua sekarang tapi hubungan dengan genosidanya dimana ?”

Fahmi : “ hmm, bentar, gua mau ngrokok dulu. Eh, kok abis tadi kan masih ada dua ? “

Gemblung : “ Gua isep dua duanya . “

Fahmi : “ Apa ? Lu mau tau genosidanya dimana? Disini, kurang ajar, seenaknya aja lu ngabisin rokok gua . Heei, jangan kabur lu gemblung, Hei…!”

Yah, mau dibilang apa, Gemblung sudah terlanjur menghilang, tinggallah si Fahmi sendiri dengan mulut pahit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun