Mohon tunggu...
Zulfahmi.M
Zulfahmi.M Mohon Tunggu... Guru - Dad, Translator, Teacher

Simple Teacher

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ratapan Anak Pindah Sekolah, Sebuah Pandangan Grafologi

26 Januari 2020   15:56 Diperbarui: 26 Januari 2020   15:52 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pindah sekolah bukanlah pilihan yang tepat bagi siswa dalam masa pendidikan. Pada saat ini, pilihan sekolah terbaik lebih cenderung ditentukan oleh anak dari pada orang tua. Kebanyak orang tua hanya mengarahkan anaknya untuk tidak masuk pada sekolah yang salah menurut pandangan sebagai orang tua.

Tentunya informasi dan gensi masih menominasi persepsi orang tua dalam mengarahkan anaknya masuk sekolah dibandingkan dengan anak yang lebih cendrung mengikuti trend dan ikut temah yang sudah dianggap menyenangkan dan memberi dampak positif terhadap perkembangan probadinya selama sekolah dijenjang sebelumnya. 

Pandangan di atas tentu tidak dapat digeneralkan untuk setiap siswa. Terutama bagi orang yang betul selektif dan mengerti tentang sistem, biaya dan pengembangan pendidikan di sekolah pilihan mereka. Namun demikian jumlahnya tentulah tidak mewakili dari jumlah siswa yang ada saat ini. Salah satu dasarkan pemikiran di atas pengalaman saya selama mengajar di sebuah madrasah swasta yang mengemasi anak-anak yang tidak lagi mampu meneruskan pendidikan disekolah pilihan semula.

Terutama anak-anak yang tidak berdaya dengan kondisi ekonomi orang tua untuk memilih menyekolahkan anaknya sesuai dengan kehendak orang tua. Seperti mencari orang tua asuh atau panti asuhan. Maka suka tidak suka, ditambah rasa cinta dan sayang anak tersebut akan pindah wilayah baru dan sekolah baru dengan segala ratapannya jauh dari orang tua dan orang tercinta. Kondisi ini akan berlalu atau akan menyiksa seiring dengan pola dan perlakuan orang dewasa disekitar mereka. 

Akan jauh berbeda halnya dengan anak yang dengan terpaksa mutasi dari sekolah dengan sekolah baru karena tidak menemukan harapannya di sekolah yang diimpikannya bersama teman atau orang tua saat PPDB saat itu. Biasanya semester ke 2 atau tahun kedua mulai menunjukan gejala akan ketidak nyamanannya di sekolah tersebut.

Kondisi ini akan menggiring mereka pada berbagai kasus disekolah tersebut. Akan berbahaya jika sekolah tersebut dengan jumlah lokal cukup banyak atau dengan guru yang standar jauh dari pelayanan terhadapkan pada dunia pendidikan. Guru yang tidak memikirkan polemik atau persolan dengan sekolah secara pribadi. Jelaslah siswa akan menjadi korban yang berujung pada keinginan siswa untuk meninggalkan sekolah tersebut.  

Berdasarkan pengalam saya sebagai guru yang banyak menerima siswa pindahan pada umumnya tidak terlepas dari persoalan pribadi anak dengan seorang guru/guru tertentu dikarena siswa mungkin dianggap undisiplin atau pandangan lain sesuai dengan karakter, budaya atau penilaian pribadi guru tersebut. Hanya satu atau dua orang siswa yang mutasi sekolah karena mengikuti orang tua atau faktor ekonomi. Bahkan tidak jarang saya temukan siswa yang pindahan tersebut dari keluarga sangat mampu dan berpendidikan. 

Namun apa yang menarik dari mereka? Disaat saya memeriksa tulisan tangannya melalui buku catatan mereka ketika di sekolah awal dan di sekolah baru  terlihat hal yang sangat mengejutkan bagi saya. Ada dua hal yang mengejutkan bagi saya: 

Pertama: guru menyalahkan siswa tersebut dikarenakan tulisan mereka sangat amburadul dan sangat tidak menarik bagi guru-guru untuk membaca dan memeriksa latihan mereka. Sehingga hal ini dijadikan alasan ketidak beresan siswa sehingga siswa tersebut layak atau memang tidak bisa belajar dengan baik. 

Kedua: ternyata ketidaknyaman guru terhadap tulisan tersebut  dikarenakan tangisan yang mendalam yang tersirat dalam tulisan tersebut sehingga sehingga terekpresikan dalam bentuk tulisan yang sangat ektrim jika dibandingkan dengan tulisan teman sekelasnya. 

Seorang anak yang memiliki kecukupan secara ekonomi dan berasal dari keluarga mampu menulis dengan ekpresi ingin keluar jauh dari orang tua namun apalah daya dia masih kecil dan belum bisa hidup mandiri. Tulisan sangat miring ke kanan dan terkesan halus mengecil. Dari beberapa kali pemanggilan orang kesekolah saya lihat kalau orang tuanya sangat perhatian kepada anak bahkan untuk mengungkapkan sampai beruraikan air mata betapa dia ingin anaknya bisa sampai tamat dengan apa adanya.

Si anak selalu terharu dengan kondisi orangnya kala selalu bercerita betapa mereka menyeyangi dia. Namun apa yang terjadi, apakah itu hanya air mata buaya. Ternyata anak sang anak sudah lelah dengan pengawasan orang tuanya yang berlebihan dan tidak mengerti apa yang diminta anak "jangan rewel" tapi sang anak tidak mampu mengungkapkan. 

Sang anak tetapi memiliki prilaku yang sama seperti disekolah sebelumnya. Akhir-akhir ini saya memanggilnya dan mencerita siapa dirinya sebenarnya dari tulisan yang dia buat untuk saya. Persoalan baru muncul, teman lama selalu lebih menarik dari pada peraturan baru. 

Seorang guru dengan terpaksa memindahkan anaknya kesekolah saya. Awalnya dengan segala rayuannya mengatakan bahwa sekolah ini sangat cocok untuk anak karena setiap anak diperhatikan akhir terkuak dengan dengan jelas bahwa sang anak sangat tidak senang dengan orang tuanya, guru dan orang tuanya karena apa yang dia lihat hanyalah kepura-puraan.

Anak ini sangat idealis dan memikili prinsip yang sangat sulit dirobah. Tulisannya yang didominasi oleh persegi dan segitiga ini cendrung dianggap bermasalah oleh guru lain "siswa tidak patuh". Tulisan yang kotak-kotak dan segi tiga ini sangat tertekan dengan kondisi dilingkungan disekitarnya. Sangat emosial denga tekanan tulisan yang melampaui rata-rata temannya dan cendrung menurun.   

Banyak kasus lain yang saya temukan dan mendapatkan titik terang yang dipendam oleh siswa pindahan. Tangisan pilu mereka lebih banyak ditunjukan pada orang tua dan kenyamanan dilingkungan sekolah maupun rumah.  Terlihat pada tulisan mereka pada buku latihan dan catatan hingga lembaran jawaban evaluasinya. Coretan-coretan yang memenuhi buku mereka yang boleh dikatakan banyak yang tidak terurusan merupakan informasi berharga bagi pemerhati tulisan siswa untuk mengungkap persoalan belajar siswa disekolah dan dirumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun