Mohon tunggu...
Zulfadli Kawom
Zulfadli Kawom Mohon Tunggu... -

Ada banyak penyair yang senang berkutat dikamar; berakrobat dengan kata-kata dengan berpatokan pada pada referensi ribuan buku yang dibacanya. Aku lebih memilih berpetualang; menceburkan diri kedalam kehidupan yang keras dengan melihat langsung, merasakan, mengalami, menemukan dan menuliskannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hikayat Orang Kebiri

25 Januari 2014   15:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:28 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi-pagi sekali aku telah bangun. Semalaman aku tidak bisa tidur membayangkan kerja menjaga seorang anak Sultan. Tiba-tiba aku merasa terbebani. Memang menjadi pengawal Putra Sultan ada kesitimewaan tersendiri dibanding tugasku di sini dari pagi sampai sore hanya duduk di gudang menjadi pemegang kunci. Aku bisa bersama Putra Sultan ke mana-mana; berkeliling negeri dan seluruh istana.

Pagi itu aku dan Sulaeyman pergi meghadap Sultan di balairung. Baru kali ini aku melihat Sultan dari dekat, berjubah merah. Di pinggangnya terselip senjata berhulu emas. Sedangkan turbannya berwarna dasar merah yang membalut kopiah berwarna merah. Kami  memberinya penghormatan.

“Paduka yang Mulia, izinkan hamba menyampaikan sesuatu,” sembah Suleyman.

Sultan mempersilakan kami duduk ke posisi semula. Aku dan Suleyman perlahan-lahan mundur sambil jongkok ke belakang.

“Silakan duduk kembali. Apa yang hendak kau laporkan Pemimpin Orang Kasim Hitam?”

Sambil menunduk memberi hormat Suleyman berkata, “Paduka Yang Mulia, seperti titah Paduka pada hamba untuk mencari seseorang yang bisa dipercaya sebagai pengawal Putra Sultan Aceh, saat ini orang yang Sultan maksudkan telah pun hamba temui. Inilah orangnya, di sebelah hamba.”

Aku pun bergerak kembali, menunduk, mengenalkan diri.

“Paduka Yang Mulia, saya bersedia menjadi pengawal Putra Sultan Aceh. Saya menjamin keamanannya dan saya berjanji untuk tidak membuka rahasia dan aib keluarganya ke luar istana.”

Sultan Turki mempersilakanku duduk kembali.

“Aku suka orang yang biasa saja , tanpa berlebihan dalam menyembahku, aku tidak suka kepura-puraan,” katanya dengan mimik muka sungguh-sungguh.

“Apakah engkau dari negeri Abesenia?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun