Mahasiswa, sebuah istilah yang disandang oleh pelajar yang sedang mengenyam pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Serba-serbi dan lika-liku kehidupan perkuliahan sudah tentu menjadi makan sehari-hari. Mulai dari masa saat baru memasuki dunia kampus sebagai mahasiswa baru sampai melangkah keluar sebagai seorang sarjana. Terkadang hanya dengan melihat sekilas saja, orang awam sudah dapat megenalinya. Apalagi jika ditambah dengan bumbu-bumbu khas mahasiswa, misalnya tumpukan buku tebal, laptop dan gadget selalu dalam genggaman, selebaran kerta rangkuman, dan masih banyak lagi.
Nyatanya, kehidupan yang dijalani seseorang sebagai seorang mahasiswa tidak lah selalu indah. Katanya, kuliah santai itu hanya berlaku di ftv saja. Dalam realitanya, menjadi mahasiswa harus siap luar dalam. Baik jiwa maupun raga, harus dipersiapkan matang-matang. Kondisi apapun harus tetap dilalui, senang atau tidak, rela ataupun terpaksa. Show must go on.
Seperti saat ini, fenomena mencengangkan hadir ke bumi. Tidak ada yang menyangka di tahun 2020 akan terjadi peristiwa bencana alam berupa penyakit dalam skala yang luas. Bagaimana tidak, lebih dari 200 negara di dunia diberitakan telah terpapar virus ini. Ya, virus Covid-19 atau yang akrab disebut corona telah melumpuhkan aktivitas manusia. Segala bentuk kegiatan yang dahulu berjalan normal, kini penuh dengan pengawasan dan pembatasan. Tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Situasi ini membuat geger seluruh pengenyam ilmu pendidikan, baik lingkungan sekolah sampai universitas.
Kegaduhan terjadi saat bulan Maret, ketika dengan sangat mengejutkan seluruh proses pendidikan harus dijalankan tidak seperti biasanya. Bukan hanya para pekerja yang dirumahkan, para mahasiswa pun harus dirumahkan. Bukan karena libur telah tiba seperti lagu yang dinyanyikan Tasya. Tidak ada euforia kegembiraan yang ada di raut wajah mahasiswa. Yang ada ialah kesan kecemasan, kebingungan, dan kesedihan.
Seluruh kegiatan kemahasiswaan harus dirombak sedemikian rupa, program kerja organisasi, event-event besar yang seharusnya dapat berlangsung seketika terhenti. Lebih frustasi lagi jika tugas yang dibebankan tidak masuk akal muatannya. Mahasiswa tetap melaksanakan kegiatan belajar secara online melalui media kampus yang tersedia. Kemudahan tersebut dalam kenyataannya menuai pro dan kontra. Bagi mahasiswa dengan hidup yang berkecukupan mungkin tidak menjadi masalah ketika harus membeli biaya kuota internet berapapun. Tapi bagaimana dengan nasib yang selainnya? Untuk itu, pihak kampus sedang gencar-gencarnya membagikan kuota gratis kepada mahasiswa. Ya, meskipun kebijakan ini belum sempurna sebab tidak semua provider mendapatkan keringanan bantuan ini.
Lalu, kebingungan lain yang dihadapi mahasiswa ialah mengenai biaya kos. Sepengalaman pribadi, kebijakan kos tetap melakukan penarikan meskipun kuliah sedang dihentikan. Mungkin tidak semua kos sama, tetapi sejatinya pemilik kos juga merasakan kebingungan yang sama. Darimana ia mengandalkan pemasukan jika kos digratiskan? Maka pilihan untuk tetap mempertahankan kos atau melepasnya ada di tangan masing-masing.
Rasanya tidak ada yang tidak kelabakan menghadapi mewabahnya virus ini, ada baiknya menyikapi dengan pikiran yang jernih, meskipun sulit, kita tetap harus yakin masa ini akan kita lalui dengan baik! Sebagai seorang mahasiswa, ada banyak hal lain yang dapat kita lakukan ketika sedang lelah dengan perkuliahan online. Misalnya dengan mengembangkan bakat di rumah, merancang keuangan untuk kembali hidup sebagai perantau segera setelah pandemi ini berakhir, dan lain sebagainya.
Semangat mahasiswa! Kita adalah harapan bangsa untuk masa depan yang lebih sejahtera!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H