Mohon tunggu...
Zulfa
Zulfa Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

hobi membaca, menulis, berekspresi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lentera Kecil di Pesisir Pantai Utara

3 Juli 2023   18:35 Diperbarui: 3 Juli 2023   18:38 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BACA TULIS AL QURAN-Anak-anak yang sedang mengikuti kelas tahsin di TPQ Al Maghfiroh/Dok Pribadi

SEMARANG- Bukan hanya Simpang Lima dan Pantai Marina. Keajaiban Kota Semarang juga bisa ditemukan di salah satu gang kecil Kecamatan Gayamsari. Lentera kecil dengan puluhan kunang kunang yang bersinar setiap malamnya.

Tidak hanya perihal pendidikan formal, masyarakat pun perlu berpikir dan mengeluarkan usaha dalam memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Salah satunya mengenai pendidikan rohani seperti pengetahuan akidah, baca tulis Al Quran dan fikih dasar. Sayangnya masih sedikit sekali Taman Pendidikan Quran (TPQ) atau Madrasah yang menyediakan program belajar seperti ini secara cuma-cuma ataupun harga terjangkau dengan fasilitas yang memadai.

Bagi masyarakat dengan kecukupan finansial, harga tak akan menjadi masalah dalam mengupayakan pendidikan. Baik formal maupun informal. Tapi bagi masyarakat menengah kebawah, ongkos pendidikan yang mencekik bisa berakibat membunuh semangat dan minat belajar mereka.

Di sinilah saya temukan lentera kecil yang sudah bersinar sejak 21 tahun lalu. Cahaya dari bohlamnya tak hanya memberikan penerangan, tapi juga harapan dan senyuman masyarakat sekitar. 

Tak jauh dari keramaian Ibukota Jawa Tengah, rumah bercat ungu dengan banyak tanaman hias di pekarangan tampak ramai dengan anak anak, wanita paruh baya serta lansia. Terdengar suara-suara riuh rendah yang merdu berupa lantunan al quran. Pemilik rumah ini merupakan pasangan suami istri berusia paruh baya dengan hati selembut sutra.

Rumah sederhana dengan anggota keluarga yang ramah serta santun adabnya. Setiap malam, ruang tamunya disulap menjadi aula kecil dengan bangku-bangku kayu bercat hijau dan coklat. 

Anak-anak akan berdatangan selepas sholat maghrib di masjid kampung. Dilanjut dengan ibu-ibu paruh baya yang masih semangat membopong kitab dan pena seusai melaksanakan sholat isya. Di depan pintu, nampak spanduk kecil yang menggantung. 'TPQ AL MAGHFIROH'.

"Sebenarnya sih tahun segitu sudah ada TPQ juga mbak, di masjid kampung. Karena minat belajar masyarakat sudah tinggi. Tapi orang itu kan bermacam-macam, nggih. Ada yang mampu membayar bisyaroh (dana insentif guru) perbulan, ada yang kurang mampu. Nah orang-orang yang kurang mampu ini kami tampung di rumah untuk belajar al quran secara gratis. Kami sediakan juga kelas untuk bapak-bapak dan ibu-ibu juga ada." ujar Suharyono, atau biasa dipanggil Pak Har, pendiri sekaligus pengajar TPQ Al Maghfiroh Semarang.

Di awal periode, peserta didik di TPQ masihlah sebanyak hitungan jari. Terdiri dari masyarakat sekitar yang diampu langsung oleh Pak Har dan juga sang istri. Seiring berjalannya waktu, orang-orang mulai berdatangan untuk menimba ilmu. Dari 7 orang, hingga akhirnya mencapai lebih dari 100 orang peserta didik. Beruntungnya, sejak tahun 2002 hingga hari ini, TPQ Al Maghfiroh terus-terusan mendapat respon baik dari masyarakat sekitar.

Pak Har mengatakan bahwa tujuan awal beliau membuka TPQ ini adalah untuk memberantas buta huruf (hijaiyah) dan juga mengajarkan ayat-ayat al quran kepada masyarakat. Beliau berharap agar setiap orang dari semua kalangan mampu membaca al quran dan mentadabburi firman Allah Ta'aalaa. Lewat mengaji di TPQ yang beliau dirikan, masyarakat bisa mengaji dan mempelajari banyak bidang ilmu agama tanpa khawatir tentang tunjangan bulanan ataupun insentif guru.

Satu hal yang membuat saya takjub adalah bahwa semua biaya operasional TPQ didanai sendiri oleh Pak Har dan juga istri. Beliau bahkan kerap mengadakan acara makan bersama tiap pekannya untuk guru dan peserta didik serta santunan anak yatim. Hati beliau benar-benar sehangat matahari musim semi. Bagi saya, beliau layak menangkap dan menerima banyak cinta dari masyarakat.

 "Di tahun-tahun mulainya penerapan sekolah lima hari, kami mengalami penyusutan peserta didik dari kalangan anak-anak. Karena mereka harus sekolah dan les sampai sore hari yang akhirnya tidak bisa berangkat mengaji ketika maghrib. Tapi itu pun bukan masalah bagi kami. Mboten pados arto, mboten pados murid (tidak cari uang, tidak cari murid)" lanjut Pak Har ketika menjelaskan tentang pasang surut peserta TPQ beberapa tahun terakhir.

Pak Har juga menerangkan bahwa langkah dan geraknya dalam mendirikan TPQ gratis ini merupakah salah satu bentuk dakwahnya untuk masyarakat. Beliau ingin menyampaikan kepada khalayak bahwa belajar al quran wajib dan bisa dilakukan oleh setiap muslim, dari semua kalangan. 

Tidak peduli kaya atau miskin, tua atau muda, sehat ataupun renta. Pak Har pun tidak pernah sekalipun merasa rugi ataupun lelah dalam menjalankannya. Beliau terus berharap agar pemuda-pemudi dari generasi selanjutnya meneruskan misi ini mulai sekarang hingga beliau tiada nanti. Masyarakat terus membutuhkan uluran tangan orang-orang baik.

Sejurus kemudian saya teringat perkataan salah seorang sastrawan, Goenawan Muhammad. "Betapa mahalnya ongkos pendidikan sekolah bagi sebuah negara miskin; tapi juga betapa omong kosongnya sistem sekolah itu untuk menghilangkan jurang kemiskinan tersebut".(3/7)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun