Mohon tunggu...
Zulcar Chaeril
Zulcar Chaeril Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writer and lecturer

Menulis mengenai pemasaran, startup, digital marketing, olahraga bola basket, dan traveling . kontak z.chaeril@gmail.com blog: https://zulcarc.wixsite.com/journeytime

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menyusuri Jejak Peninggalan Sang Raja Teh Priangan, Karel Albert Rudolf Bosscha

28 Maret 2019   12:00 Diperbarui: 4 April 2019   18:29 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Bagian dalam rumah Bosscha di perkebunan teh Malabar,dok: Pribadi)

(Gedung Concordia, awalnya adalah tempat berkumpul orang Belanda di Bandung, sumber: blognaurangbandung.blogspot.com)

Selain dalam bidang pendidikan, Bosscha juga mendirikan gedung di kota Bandung yaitu gedung Concordia yang sekarang lebih dikenal dengan gedung Merdeka Asia-Afrika. Sejarah mencatat gedung tersebut dibangun pada tahun 1895 dan sempat di renovasi pada tahun 1920-1928 oleh dua arsitek Belanda yaitu Van Galenlast dan Wolf Schoemaker.

Gedung yang awalnya digunakan sebagai tempat berkumpulnya para orang-orang Belanda ini akhirnya digunakan oleh pemerintah Indonesia menjadi tempat konfrensi negara-negara Asia dan Afrika pada tahun 1955. Sehingga gedung ini tidak hanya bersejarah karena pernah menjadi gedung termewah se-Indonesia tapi juga menjadi saksi sebuah pertemuan antar negata pasca kemerdekaan bangsa Indonesia.

5. Teropong bintang canggih pertama di Indonesia, observatorium Bosscha

(Observatorium Bosscha, bukti nyata jasa Bosscha dalam ilmu perbintangan, Sumber: bobo.grid.id)
(Observatorium Bosscha, bukti nyata jasa Bosscha dalam ilmu perbintangan, Sumber: bobo.grid.id)
Tempat dimana tersedianya teropong bintang tertua yang ada di Indonesia yang letaknya ada di Lembang sekitar 19 Km dari kota Bandung. Observatorium ini dibangun dari tahun 1923 sampai tahun 1928 dan penyalur dana utamanya adalah Tuan Bosscha. 

Dimana ia memiliki obsesi untuk memiliki teropong bintang yang akhirnya mampu ia wujudkan selagi ia masih berada di Bandung, namun sayang sebelum observatorium ini sepenuhnya rampung ia tidak bisa merasakan teropong Zeiss canggih yang sudah ia beli jauh di Jerman kala itu dikarenakan sebelum observatorium ini selesai dibangun ia sudah menghebuskan nafas terakhirnya terlebih dahulu.

Awalnya, Observatorium ini dikelola oleh perhimpunan bintang Hindia-Belanda atau Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) dan perhimpunan ini berhasilkan menerbitkan publikasi internasionalnya pada tahun 1933 singkat cerita pada tahun 1951 NISV memberikan observatorium ini kepada pemerintah Indonesia yang hingga kini dikelola oleh Institut Teknologi Bandung (ITB).

Jasa seorang Karel Albert Rudolf Bosscha atas pemberiannya selama hidup memberikan bangsa Indonesia peninggalan penting hingga saat ini. Segala pemberiannya merupakan bukti kederwananan yang banyak diceritakan para pekerjanya pada masa itu. 

Tuan Bosscha pun akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada 26 November 1928 di pangkuan Sumitra yang merupakan salah satu pekerja perkebunannya dikarenakan penyakit tetanus yang dideritanya. Sang Raja pun dimakamkan di tengah perkebunan teh miliknya atas permintaaannya sendiri. 

Jika sedang berkunjung ke Pangalengan kamu bisa melihat makamnya yang telah dibuatkan monumen dan terbuka untuk umum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun