“Dokter, dalam satu bulan ini saya sudah tiga kali terpaksa izin kerja dikarenakan sesak napas, demam, dan batuk. Padahal saya lihat badan saya tidak ada kelainan sebelumnya”, cerita seorang pekerja yang sehari-harinya mengendarai motor selama kurang lebih tiga jam per hari.
Polusi udara, selain menjadi masalah bagi lingkungan, juga berdampak buruk bagi kesehatan individu. Hasil perhitungan WHO pada tahun 2015 menunjukkan lebih dari 700.000 kematian disebabkan oleh paparan polusi udara.
Polusi udara ini terdiri dari gas dan partikel yang melayang. Partikel yang melayang ini merupakan partikel cair dan padat yang mempunyai berbagai diameter, yaitu partikel kasar (2,5-<10 µm), halus (<2,5 µm), dan sangat halus (< 0,1 µm).Di kota metropolitan, seperti Ibu Kota Jakarta ini, partikel yang melayang ini sebagian besar berasal dari emisi kendaraan.
Banyaknya jumlah penduduk di Indonesia sebanding dengan banyaknya pengguna kendaraan, terutama di kota-kota besar. Survey Badan Pusat Statistik menunjukkan pada tahun 2013, jumlah kendaraan di Indonesia sebanyak 104 juta. Sebanyak 84 juta di antaranya (81%) adalah sepeda motor. Hal ini berarti sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan sepeda motor.
Efek terhadap Kesehatan
Jika Anda menghirup partikel polutan yang kasar, respon yang ditimbulkan adalah batuk dan bersin sehingga tubuh dapat mengeluarkan partikel tersebut. Namun, jika anda menghirup partikel polutan yang halus atau sangat halus, maka partikel tersebut akan masuk ke dalam paru dan menimbulkan suatu reaksi radang. Adanya reaksi tersebut memungkinkan terbentuknya oksidan yang berbahaya.
Paparan selama satu tahun terhadap partikel polutan di jalan raya berhubungan dengan terbentuknya plak pada pembuluh darah akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh oksidan berbahaya tadi. Plak pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK). Jika plak ini lepas dan menyumbat pembuluh darah di otak, maka yang akan terjadi adalah serangan stroke.
Peneliti dari Jerman, Peterset al, pada tahun 2004, melakukan pengamatan kepada 691 pengguna kendaraan bermotor yang sering terpapar kemacetan. Ternyata, dalam beberapa tahun terjadi serangan akut PJK pada kelompok tersebut.
Risiko PJK, menurut Peters et al, meningkat 2,92 kali pada orang yang terpapar kemacetan di jalan raya kurang lebih 2 jam dibandingkan dengan orang yang jarang terpapar polusi lalu lintas. Risiko ini meningkat menjadi 3,94 kali pada pengendara motor. Kondisi lalu lintas di kota besar sangat memungkinkan seseorang terpapar lebih dari 2 jam setiap harinya. Bukan karena jarak tempat kerja dan hunian yang berjauhan, tetapi karena kemacetan lalu lintas yang selalu terjadi.
Kasus stroke akibat paparan polutan di jalan raya ini dilaporkan di Amerika Serikat melalui penelitian Dominici et aldan Finlandia melalui penelitian Brook et al. Menurut Dominici, risiko stroke ini meningkat pada orang yang sehari-harinya menghirup lebih dari 23 µm/m3 polutan di jalan raya.
Batas Aman Polutan
Indeks kualitas udara dapat menilai bagaimana kondisi udara di suatu tempat. Berdasarkan indeks ini, kota metropolitan seperti Jakarta mempunyai indeks kualitas udara sebesar 137 yang masuk dalam kategori tidak sehat (unhealthy). Indeks kualitas udara dikatakan bagus jika ada dalam range 0 sampai 50.
Jumlah partikel polutan yang aman menurut WHO adala 20 µm/m3. Di Jakarta sendiri, jumlah partikel polutan ini mencapai lebih dari 113 µm/m3. Hal ini berarti, Jakarta harus menurunkan jumlah polutan lebih dari 5 kali lipat dibandingkan saat ini.
Menjadi Beban
Menjadi sakit akibat menghirup partikel polutan di jalan raya tentunya menjadi beban tersendiri. Setiap individu harus kehilangan produktivitasnya untuk bekerja. Di sisi lain, ada beban berupa pembiayaan yang ditanggung untuk menjadi sehat kembali. Jika ini diakumulasikan, berapa biaya individu dan pemerintah yang harus dikeluarkan untuk mengatasi penyakit akibat polutan kemacetan?
Pemerintah sudah mengatur melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 23 tahun 2012 untuk pengaturan jumlah polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Dengan peraturan ini, dapat dipastikan gas buang kendaraan bermotor benar-benar berada pada ambang aman.
Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi juga dapat dilakukan. Diharapkan jumlah penghasil polutan dapat berkurang, sekaligus dapat menurunkan risiko kemacetan yang memperkecil waktu paparan terhadap polutan.
Bagi pekerja yang memang akan terus terpapar dengan partikel polutan di jalan raya, rutin untuk melakukan medical check up, sangat direkomendasikan. Terutama bagi pengguna sepeda motor. Deteksi dini dan pengobatan dini lebih baik untuk menurunkan risiko kematian akibat penyakit jantung koroner dan stroke. Penggunaan alat pelindung diri ketika berkendara, seperti masker khusus N95, juga direkomendasikan.
Bekerja itu harus. Berkendara dapat menunjang pekerjaan itu sendiri. Namun, jangan abaikan untuk menjaga keamanan dan kesehatan itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H