Mohon tunggu...
Zulaikha F
Zulaikha F Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Psychopath Child"

24 Maret 2019   09:13 Diperbarui: 24 Maret 2019   09:54 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar pada youtube/Meyye Nesrine


Apa yang kamu tahu tentang psikopat? Umumnya kita mengenal dengan arti kelainan jiwa atau penyakit mental. Kamu mungkin sudah sering mendengar kata 'psikopat' atau bahkan menjuluki seseorang dengan psikopat, namun sebenarnya istilah psikopat tidak bisa digunakan sembarangan. 

Psikopat adalah kondisi psikologis serius yang tercakup ke dalam gangguan kepribadian antisosial. Psikopat diprediksi timbul karena pengaruh genetik dan pengalaman traumatis masa kecil. Meskipun banyak kasus psikopat merupakan orang-orang dewasa, namun sebenarnya ciri-ciri psikopat sendiri sudah dapat terlihat semenjak masih berusia anak-anak

Dalam sebuah video dokumenter yang berjudul "Child of Rage" menceritakan tentang seorang anak yang bernama Beth Thomas. Video yang popular di sekitar tahun 1989 hingga 90 an di Amerika Serikat. Beth adalah anak yang diadopsi dari orang tua aslinya yang sangat abusive (penuh kekerasan) dan sering menyiksa Beth dengan memperlakukan tidak baik kepadanya. 

Setelah diadopsi, Beth menunjukkan tendensi untuk menyakiti orang lain. Beth didiagnosa dengan RAD (Reacted Attachment disorder) yang pengidapnya memilki kesusahan untuk bersosialisasi dengan orang lain.

Dalam kasusnya, Beth menyakiti adiknya berkali-kali hingga masuk ke rumah sakit, dalam video dokumenter tersebut Beth berulang kali mengatakan ia ingin membunuh orang termasuk adik dan kedua orang tua angkatnya. Bahkan dia mengaku berkali-kali sudah membunuh burung.

Video Dokumenter tersebut dilakukan oleh Dr. Ken Magid, psikologi klinis yang ahli dalam melakukan terapi terhadap anak yang mengalami kekerasan yang cukup parah.

tangkapan layar pada youtube/Meyye Nesrine
tangkapan layar pada youtube/Meyye Nesrine
Dalam menangani kasus ini Dr. Ken melakukan interaksi lewat wawancara dengan Beth, untuk mengetahui karakter dan motifnya. Memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mengenal lebih jauh seorang Beth. Proses wawancara ini dapat dikatakan sebagai tahap assessment, yakni jenis terapi dalam psikologi yang berhubungan dengan kegiatan pengukuran. Jawaban dari Beth oleh pertanyaan Dr. Ken dapat dijadikan sebgai patokan untuk menilai karakter Beth; apa yang melatarbelakangi perbuatannya, seperti apa motifnya, serta tujuan yang diinginkan Beth.

Wawancara adalah salah satu metode assessment untuk mendapatkan data klien dengan cara face to face. Dengan teknik wawancara, Dr. Ken (sebagai konselor) dapat melihat gerak dan mimic yang dijadikan sebagai media untuk melengkapi ucapan mereka. Tentunya dalam proses wawancara tersebut tidak akan berjalan lancar jika interaksi hanya berasal dari satu pihak, maka dari itu perlu adanya interaksi yang aktif antar keduabelah pihak. Pada proses assesment pasien atau klien diharapkan aktif agar apa yang ingin diukur, atau dinilai dapat terwujud.


Setelah memperoleh data seorang klien maka dilakukan analisis dan interpretasi; memastikan kelengkapan serta menafsirkan data. Pada tahap penafsiran diperlukan sikap kehati-hatian, jujur, dan terbuka. Pada kasus Beth, setelah dilakukan wawancara pada video dokumenter tersebut, Dr. Ken dapat mendiagnosis bahwa Beth mengidap RAD (Reacted Attachment Disorder). 

RAD adalah gangguan kelekatan reaktif, anak-anak dengan dengan gangguan ini tidak terikat secara emosional dengan orang lain, tidak menerima cinta dan tidak mencintai orang lain, tidak menerima atau memberi kepercayaan pada orang lain. Mereka tidak ingin berada di sekitar orang-orang.

Pada akhirnya, Dr. Ken meminta orang tua Beth untuk hidup terpisah sementara waktu demi kesembuhan psikis dan perilaku Beth dengan memberikan attachmen Theraphy. Beth ditempatkan di sebuah rumah, semacam asrama, khusu bagi anak-anak yang cukup berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Disana mereka dibiasakan untuk melakukan keperluannya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun