Meningkatnya konservatisme agama dan Undang-Undang era kolonial telah mempersulit kehidupan komunitas LGBTQ+ di sebagian besar Asia Tenggara, dengan hubungan homoseksual yang dikriminalisasi di beberapa negara, termasuk Myanmar dan Brunei.
Thailand dianggap sebagai salah satu negara paling ramah LGBTQ+ karena memiliki undang-undang yang melarang diskriminasi berdasarkan identitas gender dan orientasi seksual.
Dampak dalam Kesehatan :
Dalam beberapa kurun waktu, setelah melalui banyak penelitian para peneliti melaporkan bahwa individu lesbian, gay, biseksual, transgender dan queer + (LGBTQ+) melalui bermacam-macam kesenjangan kesehatan yang signifikan dan tingkat dampak kesehatan negatif yang tidak proporsional. Remaja yang memiliki minat sesama jenis lebih ataupun lebih mungkin untuk mencoba bunuh diri dibandingkan teman seumurannya. Adapun beberapa dampaknya, yaitu:
Depresi dan Bunuh Diri
Berdasarkan data yang diunggah oleh Western Journal of Medicine, komplikasi kesehatan paling utama yang menyerang golongan LGBT yaitu, gangguan psikis contohnya depresi dan bunuh diri.Â
Terdapat 40% orang LGBT berpikir serius untuk melakukan percobaan bunuh diri. Sementara untuk  skandal depresi, terdapat  40% pria biseksual yang cenderung memiliki gangguan depresi dibandingkan dengan pria homoseksual dan heteroseksual.Â
Penyalahgunaan Obat Terlarang, Rokok, dan Alkohol.
Penyalahgunaan narkoba, tembakau, dan alkohol di kalangan LGBTQ+ juga meningkat. Tingkat kecanduan tembakau saja, 19% laki-laki gay merokok berat (setidaknya satu bungkus per hari), dibandingkan dengan 13% laki-laki heteroseksual.
Dalam hal penggunaan obat-obatan terlarang, kelompok LGBTQ+ Sembilan kali lebih mungkin menggunakan narkoba suntikan, kokain, dan ganja dibandingan orang heteroseksual.
Kanker