Mohon tunggu...
Zul Fauzi Nugroho Hadi
Zul Fauzi Nugroho Hadi Mohon Tunggu... Penulis - Sempatkan Bahagia

Mahasiswa Universitas Jember Fakultas Pertanian

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Permasalahan OPT Padi Sawah dalam Aspek Ekonomi

19 Juni 2020   21:20 Diperbarui: 19 Juni 2020   21:21 1985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) merupakan suatu upaya yang dilakukan agar tanaman budidaya dapat diselamatkan dari kerusakan akibat serangan OPT. OPT merupakan organisme yang bersifat parasit karena dapat mengurangi produksi tanaman budidaya.

OPT ini bisa berbentuk tanaman (gulma), hewan (hama), jamur, dan penyakit. Pengendalian OPT ini memiliki peran yang sangat penting dalam budidaya tanaman terutama pada tanaman padi, karena jika tidak bisa dikendalikan dengan baik maka produktifitas padi akan menurun dan dapat menyebabkan kerugian pada petani.

Pengendalian untuk OPT memiliki banyak jenis, namun yang paling unggul adalah pengendalian secara terpadu atau yang bisa disebut dengan PHT (Pengelolaan Hama Terpadu).

Karena PHT dapat mendukung pertanian yang berkelanjutan, yaitu dengan mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Diratmaja dan Zakiah (2015) yang menyatakan bahwa PHT lebih mementingkan cara-cara alami daripada cara-cara konvensional dalam mengendalikan OPT. Langkah-langkah dalam program PHT dibagi menjadi 2 macam, yaitu pencegahan (Preventive) dan pengendalian (Currative)

 Dalam literatur lain pengendalian OPT secara PHT bisa dilakukan dengan berbagai cara, yaitu pengendalian secara fisik, secara biologi, dengan pestisida biologis, pestisida botani, atau dalam keadaan sangat terpaksa menggunakan pestisida kimia (Novizan, 2002).

Dalam pengendalian OPT padi sawah mempunyai permasalahan, terutama permasalahan dalam aspek ekonomi. Saat OPT membludak akan mengakibatkan turunnya produktivitas dalam titik terendah.

Jika produktivitas mengalami penurunan yang serius akan mengakibatkan kerugian yang sangat banyak, dan jika dikendalikan pasti pengeluarannya tidak sedikit terlebih lagi jika memakai bahan kimia. Karena itu penggunaan PHT dapat menekan secara ekonomis dalam pengendalian OPT.

Organisme Pengganggu tanaman

Organisme pengganggu tanaman atau biasa disingkat OPT merupakan hewan, tanaman, atau organisme yang mengganggu, menghambat, dan dapat mematikan tanaman yang dibudidayakan.

Jenis OPT ada tiga yaitu hama, penyakit, dan gulma. Hama merupakan organisme yang merusak tanaman secara langsung diantaranya, yaitu: serangga, moluska, tikus, dan nematoda.

Serangga dapat membawa dampak kerugian yang sangat besar, namun serangga tidak memeberikan efek yang menyebar terhadap tanaman lain (tidak menular). Penyakit merupakan gejala tidak normal pada suatu organisme baik itu makro maupun mikro.

Dampak yang akan ditimbulkan disebut gejala atau rasa sakit. Dampak tersebut dapat menurunkan imunitas sehingga menimbulkan efek abnormal pada organisme terutama pada tanaman. Penyakit pada tanaman dapat diakibatkan oleh virus, bakteri dan cendawan.

Gulma merupakan tanaman yang tidak seharusnya tumbuh pada tempat tanaman utama atau tanaman yang dibudidayakan. Gulma bersifat menggangu pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan, karena menyerap nutrisi tanah yang berada di sekitar tanaman utama berada.

OPT dapat menyerang tanaman apa saja dan di mana saja. Salah satunya yaitu walang sangit yang merupakan hama OPT tanaman padi yang memiliki dampak kerugian yang besar bagi petani. Hama ini merupakan hama pengganggu yang memiliki ciri khas mengeluarkan bau menyengat ketika sedang dalam bahaya.

Hal tersebut dilakukan karena merupakan bentuk pertahanan diri dari ancaman predator. Walang sangit meyerang tanaman padi saat memasuki fase generatif. Fase generaif yaitu dimana tanaman melakukan reproduksi, seperti: pembentukan bunga, buah, dan biji.

Walang sangit menyerang tanaman padi dengan cara menghisap cairan tangkai bunga dan bulir padi pada fase pengisisan bulir dan pemasakan bulir. Hal ini menyebabkan pengisian dan pemasakan bulir tidak sempurna dan hampa atau kosong serta kualitas padi menjadi menurun (Suryanto, 2010).

 Laba-laba merupakan salah satu organisme yang ada di areal persawah. Hewan ini membentangkan jaring dan bertelur pada helai daun padi sehingga dapat disebut hama, karena dapat menrunkan kualitas hasil produksi. Namun, laba-laba juga termasuk sebagai serangga predator, karena dengan adanya laba-laba jumlah hama seranga akan berkurang.

Laba-laba memangsa serangga-serangga kecil yang berada di bentaran sawah seperti wereng dan walang sangit. Sehingga Laba-laba disebut sebagai musuh alami hama. Selain laba-laba kumbang juga termasuk sebagai predator karena mampu mengatasi hama kutu daun dan hama wereng sehingga serangan hama berkurang dan dapat meningkatkan produktivitas panen.

Hewan lain seperti jangkrik yang merupakan hewan omnivora juga bisa dikategorikan sebagai predator, karena jangkrik hanya memakan daun tua yang tidak produktif dan beberapa jenis jamur. Jangkrik efektif memangsa telur penggerek batang, ulat grayak penggulung daun, wereng batang coklat, dan wereng hijau (Usyati., dkk, 2018).

Tanaman padi dapat terkena penyakit seperti Bacterial blight atau bakteri hawar beras yang dapat muncul ketika sawah digenangi oleh air.

Air digunakan oleh bakteri untuk berjalan melalui tanaman yang terinfeksi ke akar dan daun tanaman padi yang bersebelahan. Ciri-ciri daun yang terkena serangan penyakit ini adalah daun menjadi menguning seperti warna jerami dan kayu.

Brown Spot yang diakibatkan oleh jamur pada daun yang dicirikan bintik coklat kehitaman bundar atau oval pada waktu tahap anakan sebagai tanda infeksi patogen.

Ketika bintik-bintik tersebut membesar dapat memunculkan warna abu-abu yang berada di tengah titik-titik dan kecoklatan. Patogen ini dapat menyebar dan mengakibatkan daun layu dan pengisian gabah tidak optimal sehingga mengakibatkan kualitas purunan kualitas gabah.

 Selain penyakit bakteri hawar beras, padi juga bisa terserang penyakit Narrow brown life spot pada lesi daun linier. Penyakit ini juga diakibatka oleh jamur yang menyerang dengan sumbu pertumbuhan sejajar dengan panjang sumbu daun kurang lebih 1-1,5 mm.

Lesi memiliki titik berwarna gelap dengan batas memudar. Lesi yang pendek dapat menyebar kesamping. Bintik-bintik akan muncul pada tahap pembungaan. Penyakit ini dapat menyebabkan biji masak secara cepat namun belum optimal dan biji akan berubah warna keunguan. Tanaman yang terkena Blast (Neck) yang diakibatkan oleh jamur akan menyerang daun, kerah daun, batang, simpul batang, leher, dan malai.

Tanaman yang terkena jamur ini akan meumjukkan gejala bercak kecil pada daun yang kemudian membesar menjadi gelondong dengan pusat berwarna abu-abu. Lesi yang tua memiliki bentuk elips dan berawarna keputihan sampai abu-abu dan minmbulkan bercak yang tidak beraturan. Batang yang terinfeksi akan pecah di simpul dan menyebabkan malai putih.

 Gulma merupakan tanaman yang keberadaannya tidak diharapkan, karena gulma dapat memberikan efek yang tidak baik. Keberadaan gulma tersebut memberikan efek berupa kompetisi yaitu persaingan untuk mendapatkan nutrisi, sinar matahari dan tempat antara gulma dan tanaman utama.

Selain itu gulma dapat mengeluarkan senyawa yang tidak meguntungkan tanaman utama sehingga dapat mengurangi tingkat produktifitas biasa disebut dengan alelopati.

Gulma yang banyak ditemukan pada tanaman padi sawah adalah Phyllantus urinaria, Ipomoea aqutica forskk., Alternanthera philoxeroides, dan Ludwigia octovalvis (Jacq.) Raven.

Pengendalian Organisme Penggagu Tanaman dengan mengdepankan Ekonomis

Hama yang sering menggagu tanaman padi adalah walang sangit. Serangan yang disebabkan walang sangit dapat menyebabkan penyakit gabuk dimana bulir padi tidak terisi secara penuh serta biasanya atau hampa sekali. Oleh sebab itu pengendalian OPT perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat populasi OPT agar tidak menyebar ke areal yang lebih luas serta menakan populasi OPT sampai tingkat yang tidak menimbulkan kerugian ekonomi. Pengendalian OPT harus berdasarkan pada pengendalian hama terpadu (PHT) karena dalam penerapan PHT memiliki prinsip ekologi dan ekonomi yang ekonomisi. Penerapan PHT yang sesuai dapat memberikan keuntungan yaitu, produktivitas padi meningkat, dapat mengurangi biaya produksi karena pengurangan pengguanaan pestisida, dan penerimaan hasil bersih padi meningkat (Wiyono., dkk, 2014).

Menurut Yuliani dan Sudir (2017), OPT padi merupakan penyakit pada tanaman yang umumnya akan semakin parah seiring bertambahanya umur pada tanaman padi, sedangkan untuk OPT padi berupa hama dan musuh alami tanaman padi akan berfluktuasi semakin bertambahnya umur tanaman padi. Kepadatan populasi, musuh alami, dan keparahan penyakit pada tanaman padi tidak berbeda nyata pada setiap bertambahnya umur tanaman. Artinya berapapun umur tanaman padi, padi akan tetap diganggu oleh OPT jika tidak dilakukan pengendalian yang sesuai. Gangguan terhadap tanaman padi atau OPT berupa hama, penyakit, dan gulma, dimana OPT ini perlu diatasi agar tanaman padi yang dibudidayakan dapat berproduksi secara optimal serta tumbuh subur tanpa organisme pengganggu di dalamnya, sehingga diperlukan pengendalian OPT pada tanaman padi seperti penerapan PHT (Sudarma dkk., 2016).

Menurut Manueke., dkk (2017), berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Wakalonsow Kecamatan Tondano Timur Kabupaten Minahasa, pengendalian Hama Terpadu (PHT) terhadap OPT pada tanaman padi sebagai berikut; OPT hama Tryporyza innotata, Chilo Suppressalis, Sesamia inferens, Nyphula depunctalis (dikendalikan dengan pengedalian kultural dan pengendalian kimia ramah lingkungan). OPT hama Nepotettix virescens, Nilaparvata lugens, Leptocorisa acuta, Pareaucosmetus sp. Dikendalikan dengan pengendalian kultural, pengendalian biologi/ hayati dan pengendalian kimia ramah lingkungan. OPT hama keong emas dikendalikan dengan pengendalian kultural, pengendalian fisik dan mekanis, pengendalian biologi/ hayati, dan pengendalian kimia ramah lingkungan. OPT hama tikus (Ratus argentiventer) dikendalikan dengan pengendalian kultural, pengendalian fisik dan mekanis, pengendalian biologi/ hayati dan pengendalian kimia ramah lingkungan. OPT hama burung dikendalikan dengan pengendalian fisik dan mekanis, pengendalian kimia terbatas. Sedamglan musuh alami hama tanaman padi yaitu, belalang sembah (Mantis sp.), capung (Sympetrum flaveolum), kumbang coccinelid (Coccinella semtempunctata), dan laba-laba pemburu (Pardosa sp.).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Purbahayu, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran oleh Sunarto dkk., (2017), pengendalian OPT padi seperti hama wereng coklat, walang sangit, dan penggerek batang padi pada dasarnya masih menggunakan insektisida kimia yang mampu mencemari lingkungan, serta menyebabkan resistensi serangga, sehingga diperlukan strategi alternative untuk mengendalikan OPT hama serangga. Pengendalian OPT hama serangga dengan memanfaatkan nematode entomopatogen (Steinernema spp.) yang merupakan musuh alami hama serangga wereng coklat, walang sangit, dan penggerek batang padi. Nematode entomopatogen (Steinernema spp.) yang merupakan family dari Steinernematidae ini memiliki kesesuaian untuk mengatasi masalah yang timbul akibat penggunaan insektisida kimia, serta memiliki kualitas yang baik sebagai agen pengendali biologi. Selain nematoda terdapat predator yang terdiri dari 7 family, yaitu Coccinelidae, Gerridae, Gryllidae, Coenagrionidae, Lycosidae, Stapylinidae, dan Tetragnathidae. Predator termasuk dalam agen-agen pengendalian hayati untuk mengatasi masalah hama yang menyerang tanaman padi (Heviyanti dan Mulyani, 2016).

Menurut Nuryanto (2018), organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seperti penyakit pada tanaman padi masih menggunakan pestisida kimia sintetik sebagai pengendalinya, dimana harga pestisida ini relatif mahal. Manipulasi terhadap lingkungan serta rekayasa ekologi memiliki peluang untuk menekan perkembangan penyakit pada tanaman padi, dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan seperti pengelolaan komponen epidemik yang mampu menekan biaya produksi. Penyakit tanaman padi yang dikendalikan dengan cara pengelolaan komponen epidemic yang berfungsi sebagai pengendali penyakit tanaman padi. Pengelolaan komponen epidemik dilakukan dengan mengelola komponen budidaya selektif, seperti pemilihan varietas tahan penyakit, penggunaan benih yang sehat, pengolahhan tanah yang sempurna, penggunaan bahan organik, penanaman pada waktu yang tepat dan serempak, pemupukkan yang berimbang serta pengairan tanaman. Selain budidaya pengelolaan komponen epidemic, terdapat pula modifikasi tanaman epidemic yang berupa modifikasi pada sifat fisika, kimia dan biologi tanahnya untuk menekan pertumbuhan penyakit pada tanaman. Modifikasi tanaman epidemic berupa penggunaan varietas tanaman yang tahan yang dikombinasikan dengan varietas lain sehingga dapat menekan laju perkembangan penyakit pada tanaman.

Pengendalian OPT juga dapat dilakukan dengan penyemprotan herbisida dan insektisida. Menurut Kumalasari., dkk (2017) penggunaan penyemprotan didasarkan pada serangan hama penyakit dan gulma yang menyerang padi sawah. Pengendalian lain yang digunakan untuk mengihalangkan gulma adalah dengan cara manual yaitu dengan mencabuti gulma dengan tangan langsung, hal ini dapat dilakukan apabila gulma yang tumbuh memiliki populasi sedikit. Selain itu, pengendalian hama juga dapat dilakukan dengan menggunakan biopeptisida yang memiliki bahan utama yaitu empon-empon berguna untuk mengusir walang sangit, karena mengandung senyawa metabolit seperti flavonoid, tumerone, ar-tumerone, dan minyak atsiri (Sihombing dan Samino, 2016).

 

PENUTUP

Kesimpulan

Organisme pengganggu tanaman atau biasa disingkat OPT merupakan hewan, tanaman, atau organisme yang mengganggu dan dapat menurunkan hasil tanaman tersebut, sehingga menyebabkan rusaknya tanaman yang terserang oleh OPT tersebut. Serangga yang paling banyak menyerang tanaman padi adalah walang sangit. Gulma yang banyak menyerang adalah gulma teki dan daun sempit. Pengendalian OPT memiliki banyak jenis.

Pengendalian menggunakan PHT merupakan pengendalian yang paling dianjurkan, karena dalam penerapan PHT memiliki prinsip ekologi dan ekonomi yang ekonomis. Penerapan PHT yang sesuai dapat memberikan keuntungan yaitu, produktivitas padi meningkat, dapat mengurangi biaya produksi karena pengurangan pengguanaan pestisida, dan penerimaan hasil bersih padi meningkat. Pengendalian OPT dengan teknik PHT terikat pada aspek ekonomi yang lebih bisa menekankan kerugian dibanding penggunaan bahan kimia.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Diratmaja, A dan Zakiah. 2015. Konsep Dasar dan Penerapan PHT Padi Sawah Di Tingkat Petani. Agros, 17(1): 33-45
  2. Heviyanti, M., dan C. Mulyani. 2016. Keanekaragaman Predator Serangga Hama pada Tanaman Padi Sawah (Oryzae sativa L.) di Desa Paya Rahat Kecamatan Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang. AGROSAMUDRA Jurnal Penelitian, 3(2): 28-37.
  3. Kumalasari, N., J. Yusri, dan S. Hadi. 2017. Analisis Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi. Jom Faperta, 4(2):1-16.
  4. Manueke, J., B.H. Assa., dan A.E. Pelealu. 2017. Rekomendasi Teknologi Pengendalian Hama Secara Terpadu (PHT) Hama Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa) di Desa Makalonsow Kecamatan Tondano Timur Kabupaten Minahasa. LPPM Bidang Sains dan Teknologi, 4(1): 23-34.
  5. Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Jakarta : Agromedia Pustaka
  6. Nuryanto, Bambang. 2018. Pengenalian Penyakit Tanaman Padi Berwawasan Lingkungan Melalui Pengelolaan Komponen Epidemik. Litbang Pertanian, 37(1): 1-12.
  7. Sihombing. M. A. E. M dan S. Samino. 2015. Daya Repelensi Biopestisida Terhadap Walang Sangit (Leptocorisa oratorius, Fabricus) di Laboratorium. Jurnal Biotropika, 3(2): 99-93
  8. Sudarma, I.M., N.M. Sritamin., dan I.G.N. Bagus. 2016. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Padi di Desa Pesaban Kecamatan Rendang, Karangasem. Udayana Mengabdi, 15(3): 106-112.
  9. Sunarto, T., S. Hidayat., dan A.W. Iwan. 2017. Pengendalian Hama pada Tanaman Padi dengan Biopestisida (Nematoda Entomopatogen, Steinernema spp.) di Desa Purbahayu, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran. Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(6): 409-401.
  10. Suryanto, Widada Agus. 2010. Hama dan Penyakit Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Masalah dan Solusi. Yogyakarta: Kanisius.
  11. Usyati. N., N. Kurniawati., A. Ruskandar., O.Rumasa. 2018. Populasi Hama Dan Musuh Alami Pada Tiga Cara Budidaya Padi Sawah di Sukamandi. Agrikultura, 29(1): 35-42.
  12. Wiyono, Suryo., Widodo, dan H. Triwidodo. 2014. Mengelola Ledakan Hama dan Penyakit Padi Sawah pada Agroekosistem yang Fragil dengan Pengendalian Hama Terpadu Biointensif. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan, 1(2): 116-120.
  13. Yuliani, D., Sudir. 2017. Keragaan Hama, Penyakit, dan Musuh Alami pada Budidaya Padi Organik. Agro, 4(1): 50-67.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun