Pada umumnya lingkungan sekolah merupakan rumah kedua bagi seorang siswa, namun hal itu juga tidak bisa menjadi patokan pasti bagi semua orang. Siswa bisa saja mengartikan lingkungan sekolah sebagai tempat paling mengerikan, alasannya karena mereka tidak nyaman karena adanya suatu masalah yang terjadi pada mereka. BITUNG, iNews.id -- adanya kronologi siswa TK berusia 5 tahun menjadi korban kekerasan di salah satu sekolah TK swasta ternama di Kelurahan Kadoodan, Kota Bitung, Sulawesi Utara. PS Kanit PPA Polres Bitung Aiptu Yanita Papendang mengatakan awal kasus ini bermula dari laporan orang tua korban yang keberatan atas tindakan guru kepada anaknya. Singkatnya, ibu korban sudah menanyakan perihal memar yang terjadi tersebut kepada sang anak, kemudian sang anak menjawab dengan keadaan takut dan jujur pada ibunya bahwa yang melakukan hal tersebut bukan temannya melainkan gurunya sendiri. "Korban anak berusia 5 tahun, yang dianiaya gurunya sendiri dengan memukul menggunakan penggaris karena sang anak tidak bisa atau sulit untuk lancar membaca". Mendengar ungkapan dari anaknya ibu korban langsung menanyakan kepada sang pelaku (guru anaknya), tetapi pelaku tidak menjaeab dengan jujur. Tak terima dengan perlakuannya,  ibu korban yang merupakan ASN di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (DP3A) Kota Bitung, langsung melapor kasus ini ke Polres Bitung.
Kasus ini menunjukkan betapa rentannya anak - anak terhadap pelecehan dan kekerasan dari orang yang seharusnya menjadi pelindung dan mentor mereka di usia dini. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan timbul dimasyarakat, apa akibat atau dampak yang akan terjadi pada anak dalam kasus ini ? dampak yang akan terjadi pada anak ialah anak tersebut mungkin mengalami trauma emosional karena pengalaman kekerasan yang menakutkan dan menyakitkan. Anak akan merasa malas untuk berangkat ke sekolah karena takut akan perlakuan gurunya sendiri. Menurut Erik Erikson, ada delapan fase dalam perkembangan psikososial anak dan pada setiap tingkatannya terdapat krisis atau hambatan yang harus diatasi. Anak yang berusia 3-5 tahun berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah. Pada tahap ini, anak-anak mulai mengambil alih berbagai tugas dan mengembangkan kemandirian mereka. Pengalaman dengan kekerasan atau pelecehan dapat menyebabkan perasaan bersalah yang luar biasa dan kehilangan rasa percaya diri. Anak akan merasa bahwa mereka tidak mampu atau tidak berharga, yang pada gilirannya menghambat perkembangan positif mereka di tahap ini. Tak hanya itu, pada kasus ini anak juga akan mengalami gangguan pada belajarnya, mereka akan kehilangan konsentrasi saat belajar atau kehilangan motivasi belajar serta mereka juga akan mengalami penurunan nilai pada akademiknya.
Dengan begitu apakah lingkungan sekolah dikatakan bisa menjamin keamanan dan kesejahteraan siswanya ? Setiap lembaga pendidikan seharusnya memberikan prioritas tinggi dalam menjamin keamanan dan kesejahteraan siswanya. Hal ini memerlukan penerapan prosedur anti kekerasan yang ketat tentang cara mengidentifikasi dan merespons insiden pelecehan atau kekerasan, serta membina lingkungan belajar yang menerima dan mendorong semua anak.Â
Peristiwa kekerasan yang melibatkan siswa TK di Bitung ini sangat memprihatinkan dan memerlukan respons serius dari semua pihak terkait. Sangat disesalkan jika menyaksikan seorang anak yang seharusnya merasa aman dan terlindungi di sekolah justru disakiti  fisik oleh pendidik yang tidak jujur.Â
Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada beberapa solusi strategi yang harus dilakukan yakni, pendekatan multi-aspek yang melibatkan pendidikan, pengawasan, kebijakan, dukungan psikologis. Sebenarnya langkah awal yang diambil ibu korban dengan melaporkan kasus tersebut pada pihak yang terkait sudah sangat efisien, karena dapat memberikan efek jera bagi sang pelaku. Strategi lain yang dapat mengatasi kasus ini menurut saya ialah, pihak sekolah harus melakukan pengembangan program pendidikan Non-Kekerasan dengan mengadakan pelatihan bagi guru. Pihak sekolah harus mengadakan hal ini secara rutin supaya guru paham tentang manajemen kelas yang baik dan cara mengelola keterampilan emosionalnya. Sebab hal tersebut sangat penting dilakukan. Mengelola emosi dan stres secara efektif dapat meningkatkan kemampuan guru dalam membina hubungan yang bermakna dengan siswa, dengan begitu guru bisa menciptakan lingkungan kelas yang kondusif, dan meningkatkan prestasi akademik serta kesejahteraan psikososial siswa. Hubungan emosional yang aman antara pendidik dan siswa sangat berpengaruh untuk pertumbuhan dan perkembangan siswa, hal ini berkaitan dengan teori keterikatan menurut John Bowlby. Teori keterikatan Bowlby menggabungkan sejumlah konsep dasar. Hal yang paling penting adalah agar suatu hubungan dapat berkembang dalam kelangsungan hidup, maka harus dikembangkan dan dipelihara antara seorang anak dan figur keterikatan (guru atau orangtua). Kemudian strategi atau langkah selanjutnya ialah pihak sekolah harus memberikan dukungan psikologis untuk menangani korban kekerasan tersebut agar tidak terjadi trauma berkepanjangan. Selain itu, pihak sekolah juga harus mengadakan evaluasi terkait kinerja guru. Untuk menilai kinerja guru tersebut harus menggunakan umpan balik dengan pihak orangtua, cara pertama ialah orangtua melakukan survei mandiri dengan mengevaluasi lewat wawancara dengan anak mengenai bagaimana kinerja guru saat mengajar dikelas, karena pada dasarnya anak pada usia ini akan mengatakan hal sesuai dengan fakta. Dengan begitu, orangtua bisa memberikan informasi valid pada pihak sekolah terkait kinerja guru.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H