Mohon tunggu...
Zuhdi Saragih
Zuhdi Saragih Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi dan Akademisi Komunikasi

PR Advisor | Lecturer | Communications Expert | zuhdi_saragih@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kusut Komunikasi Pandemi Covid-19

17 Juni 2020   23:29 Diperbarui: 17 Juni 2020   23:26 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada dasarnya krisis terjadi pada waktu yang tidak terduga dan muncul tanpa adanya tanda-tanda. Meskipun awal permasalahan terjadi dalam jangka waktu yang pendek, tetapi seringkali mengakibatkan konsekuensi jangka panjang.

Berita soal Ojol Angkut Penumpang Saat PSBB. Sumber: Kompas.com
Berita soal Ojol Angkut Penumpang Saat PSBB. Sumber: Kompas.com
Adanya unsur ketidakpastian dalam krisis akan berpotensi menimbulkan  celah yang mendorong masing-masing pihak menerbitkan peraturan sendiri-sendiri dan tumpang tindih. Misalnya berita pada Kompas.com (14/4/20) dengan judul yang cukup kontrovesi "Pengamat: Permenhub soal Ojol Angkut Penumpang Saat PSBB Menyesatkan".

Berita ini tentu saja akan membuat bingung masyarakat terutama si ojol-nya. Tak sampai disitu, masih kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo,  Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020  tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan.

Mengelola Komunikasi Krisis yang harus diperhatikan adalah memahami paradigma bahwa saat ini negara dalam situasi yang tidak normal karena krisis (Devlin, 2007:5). Hal ini diperlukan bagi para pejabat dan pelaku komunikasi untuk berbicara  dengan data, memegang asas kehati-hatian dalam mengemas narasi dan tidak berbohong.

Media center. Sumber: anunslife.org
Media center. Sumber: anunslife.org
Disamping itu, media center harus dikelola dengan baik dengan parameter media dilayani dan cukup mendapatlkan informasi yang akurat sehingga berita yang dihasilkan media selalu terkini  tidak membingungkan masyarakat. 

Kesimpangsiuran informasi yang terjadi dalam masa krisis disebabkan, masih terjadinya multi tafsir dalam mengimplementasikan aturan yang ada. Ini bisa saja buah dari tidak adanya satu komando sentral dalam melihat krisis covid-19. Efeknya  banyak pihak disengaja atau tidak memberikan statement pada media, padahal dalam situasi krisis informasi harus keluar dari satu sumber.

Jadi yang utama dibutuhkan dalam krisis adalah komunikasi yang cair. Perlu cetak biru (blue print) yang jelas dan terukur dalam mengatur peran antara Pemerintah Pusat dan Daerah agar tidak terjadi kebingungan dan saling menyalahkan.  

Presiden adalah ‘news maker source’ di mana humas mutlak harus menyiapkan rilis yang isinya dimulai nama detail acara, siapa saja pelaku acaranya dan tentu saja dengan data-data yang akurat. Semua ini dilakukan dalam mengantisipasi terjadinya salah pemberitaan.

Zuhdi Saragih

Former Praktisi Humas - Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Nasional Jakarta (UNAS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun