Kalau kesimpangsiuran berita semacam ini terjadi dimasa masa Orde Baru, apalagi sampai membawa-bawa nama orang nomor satu di republik ini, bisa dibayangkan apa yang bakal terjadi.Â
Kusutnya lalu lintas komunikasi ini terjadi di saat negara sedang dalam situasi darurat atau krisis. Ambil contoh pada saat acara Presiden ke Summarecon Bekasi beberapa waktu yang lalu, diantara media online menulis sebagai berikut:
- Ridwan Kamil: Jokowi Bukan Buka Mal di Bekasi, Hanya Simulasi (CNN Indonesia - 26 Mei 2020)
- Presiden Jokowi ke Bekasi Siang Ini, Pemkot: Dalam Rangka Pembukaan Mal Bekasi (Bukamata - 26 Mei 2020)
- Gara-Gara Berita Jokowi Buka Mal, Jurnalis Detikcom Diancam Dibunuh (Bisnis.com-28 Mei 2020)
- Beda dengan Jokowi, Menhub Sebut Pulang Kampung dan Mudik Sama Saja (Kompas.com – 06 Mei 2020)
Mengapa hal ini terjadi? Pertama hal ini merupakan refleksi buruknya kinerja pihak terkait yang bertanggung jawab terhadap acara Presiden. Biang permasalahan biasanya klasik, tidak adanya komunikasi dan kordinasi diantara instansi terkait. Â
Sebut saja beberapa instansi  yang berhubungan dengan acara Simulasi New Normal itu, dimulai dari Sekretariat Negara yang membawahi Keprotokolan dan Kehumasan. Kemudian Gugus Tugas Covid-19 dan Pemkot Bekasi sebagai tuan rumahnya.Â
Mungkin saja karena dilakukan dalam situasi pandemi covid-19 yang serba darurat, terjadi  beberapa simpul kordinasi yang luput dilakukan. Efeknya pun akan berpengaruh terhadap pemberitaan media.
Saat itu mungkin saja media tidak banyak mendapatkan informasi dan tidak tahu kemana meminta informasi. Jadi tidak heran kalau  beberapa media online headline-nya seperti itu membingungkan masyarakat.
Tujuan manual ini sebagai guidance bagi Humas atau pihak pelaksana agar memastikan keakuratan (ensure accuracy) dan menyepakati aturan dasar yang telah dibuat (agree ground rules) - Shirley Harrison.
Komunikasi selama Krisis
Menurut Regester & Larkin (2005) menyoroti beberapa konsekuensi yang diakibatkan oleh suatu krisis yang cenderung menimbulkan keraguan, ketidakpastian dan kecurigaan mengenai realitas dan bahaya yang mengikutinya. Krisis bersifat dinamis, berubah terus setiap saat dan keadaan ini harus diceritakan semuanya terutama pada media (tell it all and tell it fast, Frasel P Seitel).Â
Media butuh diberikan informasi yang terus menerus, cepat dan tepat sebab menunda kabar buruk dapat mengirimkan isyarat yang keliru dan memberi kesan seolah ada sesuatu yang disembunyikan. Â