Mohon tunggu...
zuhdi ilham nadjir
zuhdi ilham nadjir Mohon Tunggu... Penulis - buruh tulis

cuman buruh tulis yang hoby filsafat dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mengenal Esensi, Bukan Rupa

9 November 2024   15:48 Diperbarui: 9 November 2024   16:09 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat kita mulai benar-benar mengenal seseorang, perlahan semua yang tampak dari luar menghilang. Kita tidak lagi melihat fisik mereka. Yang tersisa hanyalah getaran rasa yang mulai akrab di hati, aroma kulit yang kita kenali, dan jiwa yang mulai kita pahami. Perlahan, kita melihat hanya esensi orang itu, bukan sekadar "bungkusnya." 

Mungkin karena itulah kita tak bisa jatuh cinta pada kecantikan saja. Kita bisa mengagumi kecantikan, terpikat, bahkan tergoda memilikinya. Kita bisa mencintainya dengan mata dan tubuh, tapi hati kita tahu bahwa ia selalu menginginkan sesuatu yang lebih.

Ketika hubungan bertumbuh hingga merasuk ke inti, kekurangan fisik apa pun yang mereka miliki jadi tak lagi penting. Semua yang tak sempurna lenyap, tak lagi jadi penghalang. Yang tersisa adalah keterhubungan, keintiman yang dibangun bukan dari penampilan, tapi dari rasa yang mengakar. Yang kita lihat hanyalah sosok yang hadir seutuhnya-bukan tubuh, tapi diri kita yang terhubung dengan jiwa mereka.

Mencintai esensi seseorang adalah perjalanan sunyi tapi hangat. Kita tidak lagi melihat, tapi merasakan. Tidak lagi berharap sekadar menyimpan, tetapi ingin mendalami, memahami sampai ke inti. Kita tahu, rasa itu jauh melampaui apa yang kasat mata.

Dan di titik ini, kita menjadi buta pada permukaan. Semua yang fisik mengabur, lenyap dari pandangan. Yang tertinggal adalah kenyamanan, penerimaan, bukan dari rupa yang sempurna, melainkan jiwa yang menyambut kita apa adanya.

Hubungan yang seperti ini tak mudah dijelaskan. Orang bertanya apa yang membuat kita bertahan, apa yang begitu istimewa dari mereka. Namun, kita sendiri tak punya jawaban yang pasti. Yang kita tahu hanya ada perasaan hangat yang sulit didefinisikan-rasa aman dan nyaman yang terbangun tanpa sadar.

Dan Yang tersisa adalah dua hati yang berani menanggalkan topengnya. Bukan lagi dua individu yang saling melihat, tapi dua jiwa yang saling menerima dan melengkapi. Itulah saat di mana kita merasa cinta telah menemukan rumahnya, di kedalaman rasa yang tak lagi mengenal batas rupa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun