Mohon tunggu...
zuhdi ilham nadjir
zuhdi ilham nadjir Mohon Tunggu... Penulis - buruh tulis

cuman buruh tulis yang hoby filsafat dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebebasan dan Modernitas

12 September 2024   19:36 Diperbarui: 12 September 2024   19:47 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Authored By Mediatorexperts

Apa arti kebebasan hidup di jaman modern? Di bawah hingarbingar pesatnya perkembangan teknologi juga globalisasi, kebebasan menjadi sebuah konsep yang pelik tapi menarik untuk kita bahas. Di Indonesia sendiri, kebebasan diartikan sebagai kebebasan untuk berbicara, bertindak, dan berkreasi (UUD 1945). Seiring dengan kemajuan, apakah kita benar-benar bebas, ataukah kita justru terjebak dalam ilusi kebebasan?

Soekarno mengartikan kebebasan sebagai kemampuan bangsa untuk merdeka dan menentukan nasib sendiri, soekarno menggunakan istila freedom to free, Soekarno menegaskan bahwa 'freedom to be free' atau kebebasan untuk merdeka adalah landasan dalam kemerdekaan Indonesia. Hak untuk menentukan nasib sendiri menjadi esensi dari perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan dan membangun kemerdekaan yang sejati (Soekarno, 1965, h. 313). 

Kebebasan di sini bukan hanya kebebasan individu, melainkan kebebasan kolektif sebagai sebuah bangsa. Kebebasan individu juga menjadi fokus bagi manusia modern. Manusia modern sering merasa bahwa dengan adanya teknologi, ia memiliki akses yang lebih luas untuk mengekspresikan diri. Teknologi memberikan kebebasan untuk berkomunikasi dan mengakses informasi secara instan, namun apakah kebebasan ini murni?

Erich Fromm dalam bukunya Escape from Freedom menyatakan bahwa kebebasan yang kita nikmati bisa jadi hanya sebuah ilusi. Menurut Fromm, meskipun kita merasa bebas secara fisik, banyak dari kita sebenarnya masih terikat pada tekanan sosial, harapan masyarakat, dan ekspektasi digital yang tidak selalu kita sadari (Fromm, 1941, h. 35). Saat ini media sosial sering mengendalikan cara kita berpikir dan bertindak, menciptakan standar baru yang, alih-alih membebaskan, justru mengekang kebebasan kita untuk menjadi diri sendiri.

Selain itu, Yuval Noah Harari dalam bukunya 21 Lessons for the 21st Century juga mengingatkan bahwa di era digital ini, data pribadi kita adalah "mata uang" yang diperebutkan oleh perusahaan teknologi raksasa. Harari menyebutkan bahwa algoritma kini memiliki kekuatan untuk memengaruhi keputusan kita tanpa kita sadari. Dari iklan yang muncul di ponsel hingga berita yang kita baca, semuanya disesuaikan dengan preferensi kita yang telah direkam oleh mesin (Harari, 2018, h. 102). Kebebasan yang kita miliki sebenarnya dibatasi oleh data dan algoritma.

Meskipun teknologi memberi kesan kebebasan, seperti yang dijelaskan Fromm dan Harari, kita sebenarnya menghadapi kendali baru dari media sosial dan algoritma yang memanfaatkan data pribadi kita. Kebebasan yang kita rasakan kerap terbatasi oleh sistem digital yang tak kasat mata. Lalu bagaimana dengan Di Indonesia?

Di Indonesia sendiri, perkembangan teknologi memberikan kebebasan akses informasi yang belum pernah ada sebelumnya. Muncul pula masalah terkait privasi dan kendali digital. Banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa informasi pribadi yang kita bagikan di dunia maya bisa dimanfaatkan oleh pihak lain untuk keuntungan tertentu. Lalu apakah kebebasan di dunia digital benar-benar membawa kebebasan, atau justru membuat kita terjebak dalam ancaman cybercrime yang kian marak terjadi?

Lalu saat individualisme semakin memengaruhi cara kita memandang kebebasan. Banyak orang merasa bahwa kebebasan berarti memiliki kendali penuh atas hidup mereka tanpa campur tangan orang lain. Mohammad Hatta pernah menyatakan bahwa kebebasan individu harus selalu diimbangi dengan tanggung jawab sosial (Hatta, 1960, h. 10). Artinya, kita tidak bisa hanya memikirkan diri sendiri ketika berbicara tentang kebebasan, tetapi juga bagaimana tindakan kita berdampak pada orang lain.

Kebebasan bukan hanya tentang apa yang kita peroleh untuk diri sendiri, tetapi juga tentang bagaimana kita menggunakan kebebasan tersebut untuk berbuat baik kepada orang lain. Ketika kita bisa menemukan keserasian antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab sosial, kita tidak hanya akan menjadi individu yang lebih bahagia, tetapi juga anggota masyarakat yang lebih peduli. Kebebasan bukanlah tentang melepaskan diri dari ikatan, melainkan tentang memahami peran kita dalam menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua.

Kebebasan hidup modern ialah keseimbangan. Bahwa kebebasan tidak hanya datang dari teknologi, tetapi juga dari kemampuan kita untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab sosial. Sehingga kita dapat mencapai kebebasan yang lebih bermakna, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat.

Ref

- Fromm, E. (1941). Escape from Freedom. Farrar & Rinehart.

- Harari, Y. N. (2018). 21 Lessons for the 21st Century. Spiegel & Grau.

- Hatta, M. (1960). Demokrasi Kita. Pustaka Antara

- Soekarno. (1965). Dibawah Bendera Revolusi jilid2. Banana Books

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun